Cintanya pada almarhumah ibu membuat dendam tersendiri pada ayah kandungnya membuatnya samam sekali tidak percaya akan adanya cinta. Baginya wanita adalah sosok makhluk yang begitu merepotkan dan patut untuk di singkirkan jauh dalam kehidupannya.
Suatu ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis namun sayangnya gadis tersebut adalah kekasih kakaknya. Kakak yang selalu serius dalam segala hal dan kesalah pahaman terjadi hingga akhirnya.........
KONFLIK, Harap SKIP jika tidak biasa dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Makna kehidupan.
Bang Rama menengadah menahan tangis. Dadanya terasa sesak mengingat segala yang telah terjadi dalam hidupnya. Kepalanya mendadak terasa pening berputar-putar. Ia segera menyulut rokoknya sebagai teman pelipur lara.
"Astaghfirullah Ya Allah, aku yang memilih tempat ini. Aku yang ingin dengan keputusan ini, tapi kenapa hatiku sakit sekali merasakannya." Gumamnya mengusap dada bidangnya berharap perasaannya akan jauh lebih tenang.
tok.. tok.. tok..
"Ijin Bang..!!" Suara Bang Fajri mengetuk pintu ruang kerja Bang Rama. Ruang kerja staff Intel dari Batalyon.
"Masuk..!!"
Bang Fajri terkejut menyadari asap mengepul mengisi ruang kerja Bang Rama. Tak banyak kata, Bang Fajri membuka jendela ruangan dan mematikan pendingin ruangan.
"Ada pancaran?" Tanya Bang Rama.
"Siap, Bang. Beberapa waktu yang lalu ada anggota yang terlibat kasus judi online. Ada pihak depcolector menagih sampai kesini. Mereka mengancam akan mengobrak abrik kantor dan rumah tersangka. Kemarin kami sudah memberikan peringatan pertama tapi ternyata sampai sekarang masih tetap berlanjut. Disini yang menjadi pikiran adalah istri dari tersangka tersebut sedang hamil enam bulan dan......." Bang Fajri menghela nafas sejenak. "Tersangka ini juga menodai wanita lain."
"Astaghfirullah hal adzim..!!!" Bang Rama kembali beristighfar dan mengusap dadanya. "Sebenarnya apa sih yang membuat manusia tidak puas dengan satu pasangan??? Apa sungguh begitu sulit menjunjung tinggi nilai kesetiaan????" Gerutu Bang Rama tak habis pikir dengan ulah anggota. "Siapa namanya??"
"Pratu Wardoyo, Bang. Ijin.. berita ini belum sampai telinga Danyon. Kaintel sedang sekolah dan Abang yang yang harus turun tangan."
"Arahkan dia ke rumah saya bersama istri..!!" Perintah Bang Rama.
Jujur Bang Fajri cukup ketar-ketir karena Letnan Rama adalah sosok komandan yang sulit di ajak untuk tawar menawar.
...
"Apa Bang???? Dilan nggak mau ikut campur." Kata Dilan.
"Bukan ikut campur, tapi sebagai istri 'atasan', kamu juga harus ikut turun tangan. Minimal mendinginkan suasana yang panas." Pinta Bang Rama.
Sebenarnya Bang Rama juga tidak tega meminta Dilan untuk turut berpikir apalagi belum satu hari mereka tiba di wilayah yang baru.
tok.. tok.. tok..
Bang Rama segera membuka pintu rumah dan terlihat Pratu Wardoyo berdiri dengan wajah kusut. Wajah istrinya pun nampak sembab.
"Silakan masuk..!!" Sambut Bang Rama meskipun saat itu rasanya mungkin ingin sekali menghantam wajah anggotanya itu. "Dek..!!" Panggil Dilan yang masih sibuk berganti pakaian yang lebih sopan.
Tak lama Dilan pun keluar dari arah belakang dan menghaturkan salam untuk Pratu Wardoyo dan istrinya.
"Mohon maaf, Bu Wardoyo. Saya meminta pertemuan di rumah saya. Pertama alasannya adalah karena ada pembahasan yang sifatnya privat, yang kedua karena agar para bumil punya rasa tenang karena masih menghirup aroma rumah. Kebetulan istri saya juga sedang hamil." Kata Bang Rama membuka pertemuan mereka.
Bang Rama mengarahkan Dilan agar bisa duduk bersandar santai dan juga tangannya bisa mengusap perut Dilan yang mulai membesar.
"Mungkin Bu Wardoyo sudah paham ya maksud saya meminta ibu dan Pak Wardoyo datang kesini. Semua tidak jauh dari perkara yang Pak Wardoyo timbulkan."
"Ijin, Dan. Saya janji tidak akan mengulang hal tersebut." Kata Pratu Wardoyo.
"Menurut berita acara perkara yang sudah saya pelajari, kamu sudah berkali-kali melakukan hal yang sama. Sebenarnya bagaimana caramu berpikir? Kamu bukan anak kemarin sore yang bisa saja gegabah dalam bertindak, kamu punya istri dan sebentar lagi akan punya anak. Gajimu juga sampai minus." Tegur Bang Rama. "Kalau saja kamu susah sendiri, itu tidak menjadi soal. Tapi masalahnya sekarang kamu membawa anak perempuan orang."
Dilan menoleh menatap wajah Bang Rama. Suaminya itu berucap ringan namun terdengar sangat tegas.
"Kalau bejat, bejatlah sendiri. Jangan menyeret anak gadis orang untuk susah denganmu. Mereka mengijinkanmu menikahinya bukan untuk kamu sia-siakan. Mungkin definisi wanita yang baik memang wanita yang mampu bersabar menemani prianya dari nol tapi sebagai laki-laki yang waras, sebaiknya kita juga tidak membiarkan wanita yang kita pilih untuk menderita hidup bersama kita." Imbuh Bang Rama.
Istri Pratu Wardoyo menangis tersedu-sedu di hadapan Bang Rama dan Dilan. Atas perkara tersebut Pratu Wardoyo di jatuhi sanksi intern karena jika sampai kasus tersebut tersebar keluar maka hukum pasti adalah 'pemberhentian secara tidak hormat'.
"Tolong beri suami saya kesempatan satu kali lagi, Pak. Kasihan calon anak kami..!!" Pinta istri Pratu Wardoyo.
"Ibu sudah tau apa saja yang menjadi pokok permasalahan Pak Wardoyo??"
Istri Pratu Wardoyo mengangguk. "Judi online dan main perempuan."
Dilan syok sampai bersandar lemas pada lengan Bang Rama. Hatinya sekilas kembali tergores mengingat apa yang pernah ia rasakan dulu.
"Terus terang hati saya tidak selembut perempuan, mungkin Bu Danton bisa memberikan masukan?" Pinta Bang Rama.
Dilan sejenak mengatur nafasnya. Tangannya sampai dingin memikirkan segala persoalan yang sempat menghampirinya.
"Sebelumnya saya mohon maaf ya Bu Wardoyo. Kita memiliki perasaan yang berbeda-beda di setiap individu. Jika Bu Wardoyo sanggup dan mampu bertahan dengan keadaan, silakan saja. Dengan catatan ibu mampu bersahabat dengan keadaan, mental ibu akan di tempa setiap harinya dari masalah ekonomi dan bahkan masalah.. maaf, adanya pihak ketiga." Jawab Dilan berhati-hati. "Tidak ada yang bisa menghakimi kita dalam sebuah keputusan karena kita masing-masing pribadi yang menjalani. Sekali lagi saya katakan, jika Bu Wardoyo mampu bertahan, silakan. Tapi maaf.. saya tidak sekuat Bu Wardoyo."
Bang Rama mengusap lembut rambut Dilan. Ia menghargai sebuah kejujuran.
:
Dilan termenung di kamarnya. Agaknya permasalahan Pratu Wardoyo sudah mempengaruhi perasaannya.
Bang Rama membuka pintu kamar Dilan dan membawakan segelas susu untuk istrinya. "Nggak usah di pikir, bukan Abang juga yang selingkuh."
"Tapi Bang, kenyataan kalau laki-laki itu mudah tergoda memang benar adanya. Sepertinya bagaimana pun usaha istri, kalau ada wanita diluar sana yang menawarkan kehangatan, pasti suami-suami akan tergoda juga." Kata Dilan kemudian menghapus air matanya.
"Ya tapi bukan suamimu juga, Neng." Jawab Bang Rama. "Lagipula Abang juga heran. Satu laki yang berbuat, kenapa bangsa kami yang kena getahnya."
"Karena getahnya memang lengket, Bang. Kalau kena satu orang pasti nular."
"Itu semua tergantung pribadinya. Kalau memang orangnya doyan 'main', ya sudah...jadi."
"Abang juga pasti kalau di sodorin nggak bakal nolak." Dilan merebahkan diri kemudian memalingkan tubuhnya menghadap dinding.
Bang Rama meletakan gelasnya di atas nakas. Ia mengusap lembut lengan Dilan. "Bukan begitu penjabarannya. Kalau Abang di goda ya jelas Abang tergoda. Tapi Abang juga punya pikiran. Untuk apa sih kita mengorbankan banyak hal demi secuil nikmat sesaat. Tuhan memberi kita banyak waktu untuk menikmati hidup sembari belajar akan makna dunia. Nanti akan ada saatnya kita merasakan puasnya melepas segala sesuatu yang sudah kita tahan demi sebuah kata halal. Apa kamu tau.. halal itu indah."
.
.
.
.