Letnan satu Bisma Dwipangga patah hati setelah diputuskan oleh tunangannya. Hubungannya yang sudah terjalin cukup lama itu, kandas karena sebuah alasan. Demi sebuah jenjang karier yang masih ingin digapai, dr. Jelita Permata terpaksa mengambil keputusan yang cukup berat baginya.
"Aku ingin melanjutkan studiku untuk mengejar dokter spesialis. Kalau kamu tidak sabar menunggu, lebih baik kita sudahi hubungan ini. Aku kembalikan cincin tunangan ini." Dr. Lita.
"Kita masih bisa menikah walaupun kamu melanjutkan studi menjadi Dokter spesialis, aku tidak akan mengganggu studi kamu, Lita." Lettu Bisma.
Di tengah hati yang terluka dan patah hati, Bu Sindi sang mama justru datang dan memperkenalkan seorang gadis muda yang tidak asing bagi Letnan Bisma.
"Menikahlah dengan Haura, dia gadis baik dan penurut. Tidak seperti mantan tunanganmu yang lebih mementingkan egonya sendiri." Bu Sindi.
"Apa? Haura anak angkat mama dan papa yang ayahnya dirawat karena ODGJ?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Haura Mengikuti Lomba
"Haura, tumben kamu pagi banget pergi kampus, biasanya jam delapan?" heran Bu Sindi seraya menatap sang anak yang sudah rapi.
"Iya, Ma, Haura hari ini harus datang lebih pagi, sebab pagi ini harus prepare semua bahan untuk diikut sertakan dalam mode busana," jawab Haura.
"Oh, ya? Semoga kamu sukses dalam lomba kali ini, ya. Lalu, apakah kamu tidak sarapan dulu sebelum pergi?" Bu Sindi terlihat sangat khawatir dengan anak angkatnya yang sepagi ini sudah pergi tanpa sarapan.
"Tidak, apa-apa, Ma. Haura bisa sarapan di kantin kampus. Lagipula kalau Hauuuuur tidak pergi sekarang, Haura takut kesiangan untuk prepare," alasan Haura sembari memasukkan botol minuman air bening yang sudah ia siapkan semalam.
"Baiklah. Tapi kamu hati-hati berangkatnya, ya. Lalu kamu mau naik apa ke kampus. Bukankah motornya sedang diperbaiki di bengkel karena masuk parit oleh kakakmu?"
"Mama tidak usah khawatir, hari ini kebetulan teman satu kelas Haura akan sekalian menjemput Haura," sahut Haura seraya membetulkan dandanannya. Rambutnya yang panjang hitam sepinggang, ia ikat cepol setinggi telinga. Menambah kesan cantik dan semakin terlihat seperti anak masih belasan tahun, wajar saja Haura memang masih muda, usianya saja baru 20 tahun. Jadi, wajar saja jika Haura terlihat nampak lebih muda dari usianya sekarang.
"Begitu, ya? Baiklah, kalau begitu segeralah keluar dan bersiap. Ini uang jajan buatmu," ujar Bu Sindi seraya memberikan beberapa lembar uang merah untuk bekal Haura.
"Tidak usah, Ma. Haura masih ada uang kok. Haura, kan kerja. Uang itu disimpan saja. Mungkin lain kali jika Haura membutuhkan, Haura akan ambil," tolak Haura halus sembari memberikan kembali uang itu ke tangan Bu Sindi.
"Kamu memang selalu begitu, menolak uang jajan dari mama. Ya, sudah, biar uangnya mama simpan untuk tabungan kamu."
"Kalau begitu, Haura berangkat, ya, Ma. Sepertinya teman Haura sudah ada di depan," ujar Haura seraya meraih tangan Bu Sindi dan menciumnya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Hati-hati, Sayang," balas Bu Sindi seraya menatap kepergian Haura dengan tatapan haru.
"Haura memang anak yang baik. Sikapnya selalu membuat aku tersentuh dan bangga terhadapnya. Itu mengapa aku menjodohkan Haura dengan Bisma. Bisma tidak akan menyesal jika menikah dengan Haura." Bu Sindi membatin seraya mengantar kepergian Haura sampai pintu depan.
Haura sudah berada di pintu gerbang, seorang anak muda masih seumuran dengan Haura menuruni mobil, lalu membukakan pintu mobil untuk Haura. Pemuda itu nampak begitu senang melayani Haura dengan senyum yang terlihat di wajahnya.
"Temannya Haura ternyata laki-laki. Pemuda itu terlihat baik dan menyukai Haura, terlebih dia juga tampan. Jangan-jangan teman cowok yang dikatakan Bisma tempo hari itu adalah laki-laki itu. Apakah Haura pacaran dengan pemuda itu? Jangan sampai Haura pacaran dengan pemuda lain, aku sungguh tidak terima," gumam Bu Sindi seraya mengamati Haura yang kini sudah memasuki mobil pemuda itu.
Mobil pemuda itu pergi dengan membunyikan klakson satu kali. Bu Sindi menatap kepergian mobil itu dengan sedikit gundah, pikirannya tiba-tiba digelayuti ketakutan jika Haura menjalin hubungan pacaran dengan pemuda lain.
"Aku harus segera sampaikan hal ini pada Bisma, aku harus berusaha memprovokasi Bisma, bahwa Haura naksir pemuda lain. Supaya Bisma berubah pikiran dan mulai merasa membutuhkan Haura," gumam Bu Sindi lagi seraya berlalu menuju tangga untuk ke kamar Bisma.
Tiba di kamar Bisma, Bu Sindi melihat Bisma sedang berusaha bangkit dari ranjang. Sepertinya Bisma akan duduk di bibir ranjang.
"Bisma, kamu mau duduk?" sapa Bu Sindi seraya menghampiri sang anak lalu meraih tangan Bisma, kemudian mengangkatnya.
Bisma kini sudah di bibir ranjang. "Ke mana Haura, Ma? Bisma harus dibuka perban," tanya Bisma, justru yang ia cari adalah Haura.
"Haura sudah pergi kuliah, dia ada lomba untuk mode busana pagi ini," jawab Bu Sindi.
"Sepagi ini, biasanya dia berangkat jam 08.00 pagi, kenapa sudah berangkat padahal belum jam tujuh pagi," ujar Bisma terdengar protes di telinga Bu Sindi.
Bu Sindi sedikit tergelitik mendengar ucapan Bisma barusan yang terdengar seperti sebuah protes, Bu Sindi senang dengan nada bicara Bisma yang sepertinya membutuhkan Haura. Ini merupakan langkah awal untuk membuat Bisma merasa butuh Haura.
"Sudah mama katakan Haura ada lomba mode busana pagi ini, jadi dia harus prepare terlebih dahulu untuk lomba kali ini. Kamu doakan saja adikmu bisa memenangkan lomba kali ini, dengan begitu perlahan-lahan Haura bisa meraih karier yang bagus setelah lulus kuliah nanti," terang Bu Sindi terdengar membanggakan Haura.
"Akhhhh."
Bisma meringis menahan sakit di sikunya, sepertinya luka di siku yang sedikit dalam itu terkena gesekan sehingga Bisma kesakitan.
"Karena motor dia rusak oleh kecelakaan kamu kemarin, Haura pagi ini rupanya dijemput salah satu teman cowoknya dengan menggunakan mobil. Pemuda itu sangat tampan dan begitu senang saat membukakan pintu mobil untuk Haura. Sepertinya pemuda itu menyukai Haura kalau mama lihat," tutur Bu Sindi lagi sengaja, berharap Bisma kepancing omongannya.
Bisma diam, jujur saja ketika sang mama menyebutkan kalau Haura pagi ini dijemput seorang pemuda tampan kata mamanya barusan, Bisma sedikit menciut dan sedikit ada perasaan kecewa di dalam hatinya.
"Itu pasti teman dekatnya Haura. Ya sudah, Ma, tidak apa-apa terserah dia. Mau pacaran atau bagaimanapun terserah dia, tidak pengaruh buat Bisma," respon Bisma terdengar tidak peduli.
"Kamu tidak cemburu melihat Haura diperhatikan pemuda lain. Pemuda tadi sangat antusias saat membukakan pintu untu Haura. Mama yakin pemuda itu menyukai Haura. Tapi mama sepertinya tidak rela jika Haura harus jatuh ke tangan pemuda lain. Mama lebih tenang jika Haura jatuh ke tanganmu," ungkap Bu Sindi dengan mata menerawang jauh.
"Sudah, Ma, jangan lagi-lagi Mama arahkan pembicaraan Mama pada perjodohan kami. Lagian kami ini satu rumah, Mama juga Papa sudah menganggap Haura anak sendiri. Biarkan kami tetap menjadi adik kakak," balas Bisma datar.
"Benar kamu hanya ingin sebatas adik kakak saja dengan Haura? Baiklah, kalau nanti Haura sudah memiliki kekasih, maka kamu jangan cemburu melihat Haura bahagia bersama kekasihnya," ucap Bu Sindi seraya keluar dari kamar anak keduanya.
Bisma termenung mendengar perkataan mamanya tadi, sedikitnya apa yang dikatakan mamanya mempengaruhi pikirannya. Ia menjadi ingat akan Haura yang sudah ia renggut kesucian bibirnya di malam itu ketika dirinya pulang dari danau.
"Haura, kenapa dia selalu menjadi topik utama pembahasan dalam keluarga akhir-akhir ini?" pikir Bisma pusing. Ia pun bingung, kenapa tiba-tiba tidak bisa mengendalikan pikirannya dari Haura.
kamu juga sering menghina Haura...
sama aja sih kalian berdua Bisma dan Jelita...😤
🤬🤬🤬🤬🤬🤬
cinta tak harus memiliki Jelita..siapa suruh selingkuh😁😁😁😁
ada ada aja nih jelita 😆😆😆😆😒
gak sia² si Bisma punya mulut bon cabe 🤣🤣🤣🤣
bilang aja kejadian yang sebenarnya...
Bisma salah paham...