Sifa Kamila, memilih bercerai dari sang suami karena tidak mau diduakan. Ia pun pergi dari rumah yang dia huni bersama Aksa mantan suami selama dua tahun.
Sifa memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan kosmetik sebagai Office Girls. Mujur bagi janda cantik dan lugu itu, karena bos pemilik perusahaan mencintainya. Cinta semanis madu yang disuguhkan Felix, membuat Sifa terlena hingga salah jalan dan menyerahkan kehormatan yang seharusnya Sifa jaga. Hasil dari kesalahannya itu Sifa pun akhirnya mengandung.
"Cepat nikahi aku Mas" Sifa menangis sesegukan, karena Felix sengaja mengulur-ulur waktu.
"Aku menikahi kamu? Hahaha..." alih-alih menikahi Sifa, Felik justru berniat membunuh Sifa mendorong dari atas jembatan hingga jatuh ke dalam kali.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
"Siapa yang telepon Al?" Tanya Sifa ketika mereka duduk berdua di dalam gubuk yang biasa petani gunakan untuk beristirahat.
"Bang Felix ingin menjual rumahnya cepat Sif, aku mau menghubungi teman" Alvin mencari nama salah satu rekan kerja yang belum lama menikah hendak mencari tempat tinggal.
"Rumah Felix?" Potong Sifa kaget.
"Iya, sebenarnya aku yang disuruh membeli, tapi buat apa?" Alvin sudah mempunyai rumah besar dan hanya dia tempati sendiri. Alvin tidak mau investasi rumah yang akhirnya rusak jika tidak dirawat.
"Mau dijual berapa Al?" Sifa bermaksud membeli jika harganya cocok dengan tabungan yang dia miliki.
"Soal harga belum aku tanyakan"
"Biar aku beli Al" Sifa bersemangat.
"Tidak usah" Alvin keberatan, karena jika sudah menikah nanti tentu saja akan mengajak Sifa tinggal di rumahnya.
"Al, mempunyai rumah di sana itu cita-cita aku" Sifa tidak mau dibantah.
"Baiklah... jika kamu mau rumah itu, biar aku yang membeli untuk kamu" Alvin mengalah, apapun akan Alvin berikan jika Sifa suka.
"Aku punya tabungan kok Al, nanti kalau tidak cukup baru pinjam kamu" Sifa berharap bisa membeli rumah itu, ia mempunyai rencana lain dan belum saatnya Alvin mengetahui.
"Kamu ini aneh Sif, sama calon suami kok pinjam" Alvin yang memandangi ikan-ikan kecil di selokan berpaling ke arah Sifa.
"Sudahlah Al" Sifa tentu tidak mau bergantung kepada Alvin, tekatnya ingin mandiri sangat kuat. "Terus satu lagi Al, tolong rahasiakan kepada Felix jangan sampai dia tahu jika yang akan membeli rumahnya adalah aku"
"Iya, iya" Alvin tidak mau berdebat lagi.
"Lihat Al, burung di sana banyak sekali" Sifa tersenyum bahagia, seketika berdiri lalu membuka handphone hendak mengabadikan segerombolan burung yang terbang lalu hinggap di tanaman padi. Sifa mundur mencari posisi agar hasil videonya bagus.
Namun, belum berhasil merekam burung tersebut Alvin jahil menggoyang orang-orangan sawah hingga akhirnya burung pun terbang semua.
"Aaagghhh... Alvin..." Sifa berteriak menghentakan kaki, tawa bahagianya berubah cemberut. Sifa melengos sebal berpaling dari Alvin yang justru terkekeh.
"Nggak lucu" ketus Sifa lalu beranjak pergi meninggalkan Alvin.
Alvin berlari mengejar, di tengah perjalanan langkahnya melambat ketika pandangannya tertuju pada bunga berwarna ungu, walaupun tanaman liar tetapi sangat cantik. Alvin memetik bunga tersebut kemudian kembali berlari hingga berhasil mendahului Sifa.
Alvin berjongkok di depan Sifa, satu lutut di tanah, kemudian menyerahkan bunga yang biasa penduduk setempat abaikan itu. "Jangan nilai bunga yang tidak berharga ini, tetapi hargailah siapa yang memetik" ucap Alvin yang mampu membuat Sifa tersenyum lalu ambil bunga tersebut.
Alvin merogoh saku ambil benda dalam kotak love, kemudian membukanya. Alvin pegang telapak tangan Sifa kemudian memasang cicin di jari manis.
"Al, kamu serius?" Sifa kaget pertanyaan itu lantas ia lontarkan. Betapa tidak? Alvin sepertinya sudah merencanakan untuk melamarnya, sebab sudah menyiapkan cincin.
"Sangat serius" Alvin mendongak menatap wajah Sifa, lalu mencium jemari lentik yang dia selipkan cincin itu lembut.
Sifa salah tingkah, wanita mana yang tidak terharu ketika diberi kejutan seperti itu.Termasuk Sifa, karena nyata-nyata pria di hadapannya mampu membuat Sifa yakin bahwa ucapan Alvin tidak main-main.
"Terimakasih Al" lirih Sifa. Acara lamaran mendadak telah selesai, mereka akhirnya melanjutkan perjalanan ke rumah.
"Al..." Sifa tiba-tiba berhenti sambil tertawa.
"Ada apa?" Alvin turut berhenti.
"Sepeda motor Abah masih di sawah, Al" Sifa cengengesan.
"Hahaha..." Alvin ikut tertawa, padahal mereka sudah hampir tiba di rumah abah. Acara romantis dua manusia itu hingga melupakan kendaraan yang mengantar ke tempat itu tanpa harus capek-capet berjalan kaki. Mungkin karena dua hati mereka sedang bahagia, berjalan kaki tidak membuatnya lelah padahal jarak dari sawah ke rumah abah lumayan jauh.
"Biar aku yang ambil, kamu sebaiknya pulang" Saran Alvin, lalu mereka berpisah.
Malam harinya di ruang tamu sedang ada obrolan serius, yakni abah dan emak memastikan bahwa Alvin serius ingin menjadikan Sifa sebagai pasangan hidup.
"Kami serius Bah" Alvin sudah mantap lalu ingin ke negara K lebih dulu untuk minta doa restu kepada kedua orangtuanya.
"Tetapi tidak dalam waktu dekat ini Bah, tolong beri aku waktu selama satu tahun" Sifa rupanya tidak akan merubah keputusan.
Alvin menatap abah seolah minta bantuan agar Sifa jangan mengulur waktu terlalu lama. Satu tahun bukan waktu sebentar bagi Alvin.
"Kami beri waktu kalian selama 6 bulan, tidak lebih" Abah sependapat dengan Alvin. Dengan jarak waktu 6 bulan, abah tentu bisa leluasa mengurus segala sesuatunya. Sebab, abah dengan emak ingin mengadakan pesta anak satu-satunya itu.
"Nggak usah pesta Bah, aku kan bukan gadis lagi" Sifa malu karena bukan pernikahan pertama.
"Harus Sifa, Emak sama Abah sudah berunding, loh" Emak menambahkan. Walaupun Sifa dulu pernah menikah, tetapi hanya ijab ke KUA saja.
"Baik Bah" pungkas Sifa dan Alvin.
Jarum jam merangkap naik, malam itu Alvin menginap di rumah Sifa atas permintaan abah. Di dalam kamar yang bersebelahan dengan Sifa, Alvin sudah merebahkan tubuhnya di tempat tidur.
"Alhamdulillah ya Allah... engkau telah mengabulkan doa-doaku" Alvin mengucap syukur, karena niatnya untuk meminang Sifa hanya tinggal selangkah lagi.
Rasa capek karena semenjak kedatangannya tadi pagi belum istirahat, kantuk pun menyerang. Alvin akhirnya tertidur pulas.
Alvin tidak tahu jika tiga manusiawi sedang menyatroni rumah itu sejak beberapa jam yang lalu. Mereka bagi tugas, satu orang mengawasi pintu depan, sedangkan dua orang lainya yang akan menjadikan Sifa sebagai target.
"Yang mana kamar wanita rambut pirang itu?" Tanya seorang pria kepada salah satu temanya. Mereka mengendap-endap di samping rumah, mantanya mengintai setiap jendela. Namun, tidak ada celah bagi mereka untuk melihat ke dalam.
"Ada dua jendela broo, kira-kira yang mana ya?" Keduanya kebingungan sendiri. "Yang ini saja" Salah satu dari mereka membuat keputusan. Dengan peralatan yang sudah mereka siapkan mencongkel salah satu jendela kamar.
******************
Di dalam mushola kecil emak sudah selesai shalat subuh berjamaah dengan abah. Abah sengaja tidak ke masjid karena ingin sholat bersama Alvin dan Sifa, tetapi keduanya tidak juga keluar dari kamar.
Emak membiarkan abah berdzikir, sementara ia ke kamar Sifa hendak membangunkan putrinya yang tidak biasanya bangun sampai selesai adzan.
Tok tok tok.
Emak mengetuk pintu berkali-kali tetapi Sifa tidak juga keluar, emak mendorong handle pintu masuk ke kamar.
"Sifa..." panggil emak karena di tempat tidur kosong. "Apa mungkin di kamar mandi?" Emak bertanya dalam hati. Untuk memastikan ia mengecek kamar tersebut, setengah tahu kosong, emak kembali.
"Sifa kemana? Tapi kok jendela sudah di buka" Emak melongok ke luar jendela.
"Abaaah... Sifa tidak ada di kamar" Emak berlari keluar dalam keadaan panik.
...~Bersambung~...