Namanya Erik, pria muda berusia 21 tahun itu selalu mendapat perlakuan yang buruk dari rekan kerjanya hanya karena dia seorang karyawan baru sebagai Office Boy di perusahaan paling terkenal di negaranya.
Kehidupan asmaranya pun sama buruknya. Tiga kali menjalin asmara, tiga kali pula dia dikhianati hanya karena masalah ekonomi dan pekerjaannya.
Tapi, apa yang akan terjadi, jika para pembenci Erik, mengetahui siapa Erik yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cerita Masa Silam
Di sebuah gedung, yang memiliki tulisan dengan nama Paragon pada salah satu sisinya, nampak seorang wanita melangkah tergesa, menyusuri lorong, menuju sebuah ruang.
Wajahnya tergambar jelas sebuah kepanikan akan sesuatu, sampai wanita itu memberanikan diri mendatangi ruangan yang tidak pernah dia kunjungi sama sekali.
Sesampainya di ruangan yang dia tuju, wanita itu langsung masuk hingga beberapa karyawan yang ada di dalamnya nampak begitu terkejut dengan kedatangannya.
"Nyonya Victoria," salah seorang pria yang mengenalnya langsung menyambut kedatangan wanita itu. "Ada yang bisa saya bantu?"
"Saya mau tanya, siapa petugas kebersihan yang tadi pergi bersama Tuan besar?" tanya Victoria langsung pada inti tujuannya mendatangi pria itu.
"Petugas kebersihan yang pergi bersama Tuan besar? Emang ada, Nyonya?" karena pria itu tidak mengetahui apa yang telah terjadi diluar ruangan, pria tersebut malah nampak bingung.
"Nggak usah bercanda deh, siapa namanya?" Victoria malah nampak kesal.
"Sumpah, Nyonya, saya tidak tahu," jawab pria itu. "Tadi pagi memang ada petugas kebersihan yang bertugas di ruangan Tuan besar. Tapi entah kesalahan apa yang dia buat, Tuan besar memecatnya saat itu juga."
"Tuan besar memecat petugas kebersihan?"
"Iya, Nyonya. Malah anaknya mungkin sudah pulang, karena sampai sekarang dia belum menemui saya."
Victoria terdiam sejenak seperti memikirkan sesuatu. "Siapa nama petugas itu?"
"Namanya Erico Castilo, Nyonya."
"Apa!" Victoria kaget. "Erico Castilo?"
"Iya, Nyonya," sang manager nampak kebingungan.
"Kalau begitu, perlihatkan pada saya, data anak itu."
"Baik, Nyonya, sebentar."
Sang Manager langsung mencari file pada laptop kerjanya. Setelah menemukan yang dia cari, manager tersebut langsung menunjukkan pada wanita yang menunggunya.
Victoria membaca data tersebut dengan teliti. Begitu membaca sebuah nama, wanita itu terperangah saat itu juga.
"Tamat riwayatku kalau begini," gumamnya.
Tanpa permisi, wanita itu langsung pergi, meninggalkan beragam pertanyaan pada orang-orang yang ada di sana.
Bukan hanya wanita itu saja yang terperangah saat mengetahui fakta. Di sebuah perkampungan, tepatnya di halaman rumah sendiri, Erik juga terperangah dengan fakta yang baru saja dia dengar.
"Ayah saya?" Erik menatap tiga orang di hadapannya. "Bu, apa benar dia..."
"Bukan! Ayahmu sudah mati!" Sang ibu melempar sapu yang dia genggam lalu pergi meninggalkan tiga pria itu.
"Namira! Nam!" kali ini Tuan besar langsung bersuara, dan hal itu sukses membuat Erik kembali terkejut.
"Tunggu!" Erik menghadang langkah Tuan besar. "Anda tahu nama ibu saya?"
Tuan besar menghela nafasnya sejenak. "Biarkan ayah bicara sama Ibumu dulu. Ada yang harus Ayah jelaskan. Setelah itu nanti ayah akan jelaskan semuanya sama kamu."
"Ayah? Jadi anda..."
"Biar saya yang menjelaskan, Tuan muda. Mari ikut saya," Alex mengambil alih Erik dengan menarik tangannya. Sedangkan Tuan besar, melangkah cepat menyusul wanita yang telah lama dia cari.
"Nam, buka pintunya, Namira!" Castilo mengetuk pintu beberapa kali. Namun, saat tangannya meraih gagang pintu, ternyata pintu itu tidak dikunci. Tuan besar pun masuk dan mencari sosok Namira ke segala penjuru ruangan.
Saat tangan kekar Castilo menyibak tirai salah satu kamar, matanya menangkap sosok yang dia cari sedang meringkuk di atas ranjang. Dengan langkah ragu, Castilo perlahan mendekat.
"Nam," ucapnya lirih. Telinganya mendengar suara isakan, menimbulkan gemuruh dalam benak pria berparas eropa tersebut.
"Nam," Castilo kembali memanggil. Kali ini, dia memberanikan diri duduk di tepi ranjang, membuat wanita yang sedang terisak kaget hingga dia menggeser tubuhnya untuk menjauh.
"Aku ..."
"Tidak usah memberi penjelasan apa-apa. Aku tidak butuh penjelasan dari kamu," ucap Namira dengan segala amarah yang sudah dia pendam dalam waktu yang cukup lama.
"Tapi, Nam ..."
"Aku bilang tidak usah ngasih penjelasan apapun! Pendengaranmu masih waras kan!" bentak Namira tanpa merubah posisi tubuhnya.
Tuan besar yang terkenal dengan nama Castilo menghela nafas panjang. Pria itu terdiam dengan berjuta kata yang harus dia tahan. Matanya menatap nanar wanita yang selama ini dia cari.
Namun, tatapannya sedikit terusik kala melihat sebuah foto yang terpampang di atas meja. Castilo meraih foto tersebut dan menatapnya dengan perasaan yang berkecamuk.
"Aku tidak pernah menyangka, ternyata orang yang aku cari selama ini, begitu dekat denganku," ucap Castilo sembari mengusap Erik yang mengenakan baju taman kanak-kanak.
"Selama bertahun-tahun, aku sudah mencari kalian kemana-mana. Tapi hasilnya ..."
"Tidak usah mendongeng! Sana pergi!"
"Ini kenyataan, Sayang. Aku ..."
"Sayang-sayang!" Namira kembali berkata kencang. "Nggak usah manggil aku sayang."
"Tapi kenyataannya aku masih sayang sama kamu, Namira. Aku ..."
"Tidak usah suka omong kosong! Sayang-sayang palsu, begitu menanam benih dan jadi anak, malah ditinggal begitu aja."
Castilo terperangah. "Siapa yang meninggalkan kamu begitu saja? Aku kan menanam benih, saat kita udah nikah. Surat nikah kita aja masih aku simpan."
"Halah, Buaya mana ada yang jujur? Begitu benihnya udah jadi bayi, kamu malah seneng-senang sama wanita lain."
"Astaga, Nam. Bukankah saat aku mau pergi, aku pamit? Aku kan..."
"Iya pamit, ngakunya pergi sebentar, nyatanya nikah lagi kan? Pakai nyuruh orang buat membakar aku dan Erik lagi. Keterlaluan!"
"Apa! Membakar kamu dan Erik?" Castilo nampak kaget.
Di sisi lain, Alex juga sedang mengalami rasa terkejut yang sama saat Erik menceritakan tentang rumahnya yang dulu pernah terbakar.
"Rumah kalian terbakar? Bagaimana bisa?" ucap Alex.
"Saya sendiri kurang tahu, Tuan. Saya aja mendengar cerita itu dari Kakek waktu beliau masih hidup. Saat itu usia saya baru tiga tahun. Katanya sih, emang sengaja di bakar. Hingga kami terpaksa berpindah-pindah tempat tinggal."
"Astaga!" hati Alex merasa teriris mendengar kisah itu. "Tapi kata orang-orang itu, rumah kalian tak sengaja terbakar pas kalian sedang tidur?"
"Bukan. Kata kakek, rumah kami seperti ada orang yang sengaja membakarnya. Karena banyak kejanggalan yang kakek rasakan. Kebetulan saat itu, saya, kakek dan Ibu sedang pergi nonton pasar malam. Mungkin orang yang membakar, mengira, kami sudah mati. Karena pada saat kejadian, ditemukan tiga mayat yang ciri-cirinya mirip seperti kami."
"Ya ampun! Pantas, Tuan besar tidak percaya sama sekali dengan berita itu."
Erik sedikit terkejut.
"Ini tidak bisa dibiarkan. Ayah kamu harus segera menyelidiki kasus ini," ucap Alex geram.
"Emang beneran, Tuan Castilo itu ayah saya, Tuan?" entah sudah berapa kali Erik menanyakan hal yang sama pada Alex.
Kening Alex berkerut. "Apa kamu butuh tes DNA kalau dia beneran ayah kandung kamu?"
Erik pun langsung menggeleng sambil tersenyum. "Kalau memang dia benar ayahku, kenapa dia pergi meninggalkan kami? Kenapa tidak mengajak kami untuk ikut?"
Alex pun terdiam, menatap pemuda yang membutuhkan sebuah penjelasan. Di saat bersamaan, kedua pria itu dikejutkan dengan suara yang menggelegar di halaman rumah mereka.
Wajah Erik dan Namira seketika nampak begitu panik