Hamil tanpa seorang suami karena diperk0sa, itu AKU!
Tidak tahu siapa Ayah dari anakku, itu AKU!
Seorang anak kecil selalu dipanggil ANAK HARAM itu PUTRAKU!
Apa aku akan diam saja saat anakku dihina?! Oh tidak! Jangan panggil aku seorang IBU jika membiarkan anakku dihina!
Jangan panggil Putraku ANAK HARAM!
Lantas, akankah suatu hari wanita itu bisa bertemu dengan Ayah kandung dari putranya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Pesta Penyambutan.
Alsya baru saja sadar dari pingsan, ia membuka matanya.
"Sya... sayang..."
Cup!
Arya mengecup tangan Alsya yang sejak tadi ia genggam.
"Mas, aku kenapa?"
"Tadi kamu tak sadarkan diri karena kamu mengalami panic attack, kamu sesak nafas serta merasa pusing dan akhirnya kamu pingsan. Tak apa-apa... Dokter Elise adalah Dokter keluarga terbaik. Dia sudah merawatmu dan akan terus mengontrol keadaan mu."
"Aku baru pertama kali mengalami nya, Mas."
Dokter Elise yang masih berada di dalam kamar mendekat ke arah ranjang.
"Saya Dokter Elise, Nona Alsya. Menurut pengamatan saya sebagai Dokter, meski saya bukan ahli dalam kesehatan mental pasien... namun saya dapat menyimpulkan, Anda mengalami gejala panic attack sebab ada hal yang telah memicunya. Jika dirunut dari penjelasan Tuan muda Arya... faktor pemicunya adalah pelaku yang telah menodai Anda yaitu Tuan muda Kei. Sebaiknya, untuk sementara ini hindari dulu kontak apapun atau interaksi dengan Tuan muda Kei. Saya akan membawa teman psikolog saya untuk memberikan Psikoterapi pada Anda yaitu terapi psikologis untuk mengendalikan cara berpikir dan perasaan yang berhubungan dengan trauma Anda."
Alsya mengangguk, "Terima kasih Dokter Elise."
"Anda juga bisa melakukan perawatan mandiri, misalnya mengonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang. Mencukupi waktu tidur, berolahraga secara rutin. Lalu, yang paling penting... Anda bisa menceritakan tentang apa yang tengah Anda rasakan pada keluarga atau orang terdekat."
Arya mengelus kepala Alsya, "Kamu sudah dengar kan, jadi... mulailah terbuka padaku. Apapun ganjalan dalam hatimu, ceritakan padaku. Setidaknya jika ada beban dalam hatimu, beban itu bisa dibagi denganku. Jadikan aku sandaran hidupmu mulai sekarang, Sya."
"Makasih ya, Mas. Kamu terlalu baik padaku, padahal aku hanya wanita yang tidak beruntung dalam hidup... apalagi setelah kejadian itu."
"Setelah kamu memulai hidup bersamaku, hanya ada keberuntungan dan kebahagiaan yang menanti untukmu. Aku nggak akan berjanji, Sya... tapi aku akan berusaha membuat segalanya mudah bagimu."
Alsya tersenyum penuh haru, ia tersentuh oleh kegigihan Arya sejak mengejarnya. "Kamu tau, Mas? Dua keberuntungan sudah aku dapatkan... dicintai dengan penuh ketulusan olehmu dan juga hadirnya anakku. Kalian berdua adalah keberuntungan paling besar bagiku."
Arya membalas senyuman calon istrinya, bahkan mereka berdua lupa masih ada Dokter Elise di ruangan.
Tanpa ingin menganggu, Dokter Elise menyingkir dengan berjalan mengendap-endap pelan ke arah pintu untuk keluar dari kamar.
Tak jauh dari kamar Alsya, ada Brian yang sedang bercanda dengan Ammar dan juga keberadaan Keindra.
Melihat Dokter Elise berjalan ke arahnya, Keindra menghampiri wanita dewasa itu. "Bagaimana keadaan Alsya, Dok?"
"Baik, untungnya trauma nya masih belum berat. Meskipun dengan tekanan orang-orang padanya, Nona Alsya masih bisa menahan semuanya demi anaknya. Anda tahu kan... seorang Ibu akan berbuat apapun demi anaknya, termasuk menutupi luka hatinya demi bisa melanjutkan hidup. Saya akan membawa teman psikolog kesini nanti, agar rasa trauma Nona Alsya dapat hilang sepenuhnya... bantuan psikologi tetap diperlukan."
"Thanks, El!" ucap Brian yang ikut menyimak penjelasan Elise.
"Sama-sama, Bang. Ini udah tugasku sebagai Dokter keluarga! Sekarang bertambah dua orang di keluarga ini... aku turut bahagia dengan rencana pernikahan Tuan muda Arya."
Elise kemudian menatap ke arah Keindra. "Boleh kita bicara sebentar, Tuan muda Kei? Ini tentang Nona Alsya, demi kesembuhan mentalnya. Pembicaraan kita... berhubungan dengan nya."
"Tentu saja! Demi Alsya, aku akan melakukan apapun!" Keindra berkata dengan penuh keyakinan, ia benar-benar merasa sangat bersalah dan ingin Alsya sembuh dari trauma secepatnya.
Keindra dan Dokter Elise pergi dari sana, kini hanya ada Ammar dan Brian.
"Ammar tenang ya, Bunda udah diperiksa Dokter. Jadi jangan takut lagi."
"Iya, Paman Brian." Ammar mengusap matanya yang berair dan juga wajah yang sudah basah karena sejak tadi ia menangis khawatir dengan keadaan ibunya.
"Di sekolah juga, mulai besok nggak akan ada lagi yang berani membuully Ammar. Paman Brian udah menyelesaikan semuanya, mereka yang menghina Ammar... udah Paman out dari sekolah. Mulai sekarang, Ammar adalah Tuan muda baru di Mansion. Jadi, setiap orang harus hormat pada Ammar... baik itu di rumah ataupun di sekolah. Sekarang pemilik sekolah itu adalah keluarga ini, jadi... Ammar juga adalah pemilik sekolah itu."
Ammar menatap Brian bingung, bocah 7 tahun itu belum mengerti Hierarki.
"Ammar bingung, ya?"
Bocah itu mengangguk.
"Pokoknya, nggak ada yang berani menghina Ammar sama Bunda Alsya lagi. Jika ada yang berani... maka Paman Brian, Paman Keindra dan Papa Arya bahkan Tuan besar Adiguna akan langsung menghukum orang itu!"
Tak
Tak
Terdengar suara langkah kaki, Brian menoleh.
"Tuan besar." Brian gegas menundukkan kepala. "Nona Alsya baik-baik saja, Dokter Elise sudah memeriksa dan merawat nya."
Tuan besar Adiguna mengangguk sekilas, ia menunduk menatap cucunya. "Sini, Ammar. Malam ini tidur sama Kakek aja.. ya. Biarkan Bunda sembuh dulu, jangan ganggu."
Mata Ammar berkedip, "Kakek?"
"Hm! Mulai saat ini, kamu harus panggil saya Kakek."
Ammar menoleh pada Brian meminta persetujuan, Brian mengangguk. "Panggil saja seperti keinginan Tuan besar."
"Ka... kek..." cicit Ammar gugup.
"Kamu cucu pertamaku, seminggu lagi kita akan adakan pesta penyambutan untukmu! Kau persiapkan semuanya, Brian! Sekalian kita umumkan... pernikahan antara putra bungsuku dengan Alsya!"
"Baik, Tuan besar."
Arya yang mendengar perkataan Ayah nya dari ambang pintu kamar Alsya, tersenyum bahagia. Ia kini mengerti, ternyata Ayahnya memang baik dan menyayangi dirinya.