Rena Agnesia merasa sial saat tertimpa musibah, namun takdir itu mengantarkannya bertemu Jojo Ariando, pangeran tampan yang membuat hatinya meleleh.
Rena menjalin cinta jarak jauh dengan Jojo, seorang pria tampan nan dingin yang dikelilingi banyak wanita karena talentanya dalam pengobatan herbal.
Akankah mereka bersatu setelah konflik yang terus menghalangi cinta mereka? Mampukah Jojo memantapkan pilihan hati ke sosok Rena Agnesia di saat seorang rival berat hadir membayangi?
Saksikan romansa mereka hingga puncak manis yang didamba setiap insan di dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Seleksi
"Ambil tuh pak Abdul. Es krim ini milikku", ujar Rena sembari menjulurkan lidah dan menyipitkan matanya kepada Tini.
Saat mereka sedang asyik bercanda, seorang gadis bercadar menghampiri mereka.
"Assalamu'alaikum. Mbak, permisi", ucap perempuan yang nampak berkulit putih bermata sipit itu.
"Wa'alaikumussalam. Iya, ada yang bisa dibantu", jawab Rena yang terbiasa dengan standar prosedur salon padahal mereka sedang istirahat.
"Saya Salsa. Apa benar salon ini mencari kapster baru?", tanya gadis yang nampak begitu cantik meski bercadar.
"Em, iya, tapi untuk cabang baru di area Liman Selatan", jawab Rena yang termasuk kapster senior bersama Tini.
"Oh, boleh saya titipkan lamaran saya di sini?", Salsa dengan sopan mengulurkan berkas tersimpan dalam amplop coklat kepada Rena.
"Baik, kami terima. Nanti akan kami kabari secepatnya", ungkap Rena.
"Baik. Terimakasih mbak. Assalamu'alaikum", Salsa pun berpamitan dan meninggalkan mereka berdua.
"Na, kayaknya cantik banget tuh cewe bercadar barusan", ujar Tini, menebak dari bentuk mata, pangkal hidung, dan postur tubuh keseluruhan.
"Halah, memangnya kenapa?", heran Rena.
"Yah, sainganku mendapatkan pak Abdul jadi nambah dong", ujar Tini, seakan mereka berebut Abdul.
"Ye, itu sih kamu aja Tin. Aku sih ogah!", tampik Rena yang memang tidak ada rasa kepada Abdul.
"Ah kau ini Na, masak iya, kamu tolak cowok sebaik dan sehangat pak Abdul, mau nyari di mana lagi Na", ujar Tini mempromosikan Abdul.
"Halah, hangat hangat pantat ayam kali", canda Rena.
"Hus, kualat loh. Itu bos kamu", Tini tak suka orang yang ia sukai dicandai.
Mereka menyelesaikan waktu istirahat dan membalik tanda tutup menjadi buka. Rena pun segera menghubungi Abdul.
"Pak, ini tadi ada yang menitipkan lamaran ke salon. Bapak ambil ke salon atau bagaimana?", lapor Rena lewat telepon milik salon.
"Kamu cek saja dulu. Nanti saya tanya simpulan kamu", ujar Abdul yang sebenarnya ingin mengobrol lama, mendengar suara Rena yang merdu.
"Em maksud bapak, saya simpulkan apa? Kan lamaran isinya sudah singkat pak", Rena tidak paham maksud Abdul.
"Ya kamu nilai, kira-kira anak itu bisa kah dilatih dan nantinya bekerja tim dengan kalian", jawab Abdul, menyerahkan proses seleksi awal kepada Rena.
"O, baik pak. Saya tutup dulu", ucap Rena, enggan berlam-lama mengobrol meski urusan pekerjaan.
Abdul menghela nafas setelah Rena memutus panggilan. Ia memang berencana mengembangkan bisnisnya dengan membuka cabang baru. Sejauh ini sudah ada belasan lamaran yang masuk.
"Ah, daripada capek seleksi sendiri, mending kuajak Rena seleksi bersama", gumam Abdul mendapatkan ide mendekati Rena dan kesempatan berduaan bersama gadis yang ia suka.
Sore itu, Rena pulang mengendarai sepeda listriknya melewati rumah Abdul. Nampak Abdul yang telah menantikan kehadiran Rena, memantau dari dalam rumahnya.
"Aku yakin, satu saat kamu pasti jadi istriku Na", lirih Abdul yang memandang sampai Rena tak nampak lagi di pelupuk mata.
Rena tak tahu dirinya diperhatikan sebegitu intens oleh Abdul saat pulang. Pikirannya masih fokus ke pesanan bu Sri.
"Duh, ibuk ini, bikin susah. Pulang kerja malah disuruh belanja rimpang", gerutu Rena dalam hati.
Gadis itu pun mampir ke warung kelontong milik bu Darti di dekat rumahnya.
"Bu, mau beli ini", ujar Rena sembari mengulurkan daftar belanja yang ditulis bu Sri. Ia malas kalau harus kembali ke sini karena salah membeli.
"Aduh nak, ibu nggak bisa baca tulisan kecil ini. Kamu pilih saja sendiri seperti biasanya", ujar bu Darti menolak mengambilkan pesanan Rena.
"Duh, sial banget hari ini!", batin Rena yang takut salah pilih.
Setelah beberapa menit memilih dan membayar, Rena pun menaiki sepedanya dan segera sampai ke rumahnya.
"Nih buk. Sudah benar semua kan? Rena gitu loh!", bangga Rena, yakin semuanya sudah benar.
"Masa? Mana ibu periksa", ujar bu Sri tidak percaya begitu saja.
Setelah membuka dan memeriksanya, bu Sri nampak menggelengkan kepala.
"Sini Na, ibu pesannya jahe, dapatnya lengkuas. Ibu pesan kunyit, dapatnya temu lawak, pesan kunci, dapatnya kencur. Sana, kembali ke warung bu Darti!", perintah bu Sri membuat Rena menghela nafas panjang, berjalan malas kembali ke warung bu Darti.
Keesokan pagi, Rena yang hendak pergi bekerja, mendengar suara notifikasi pesan khusus di ponselnya.
"Dear", gumam Rena yang membuat suara notif khusus untuk Jojo.
"Aku akan menjadi pembicara di seminar herbalis besok di Liman Selatan. Jadi, mungkin aku tak bisa membalas pesanmu dengan cepat selama 3 hari ini", tulis Jojo begitu kaku, layaknya mesin pembalas pesan otomatis.
"Hufh, orang ini beneran orang apa komputer? Ngga ada romantisnya sama calon istri", keluh Rena yang sengaja gantian tidak membalas pesan Jojo.
Ia pun berangkat dengan mood yang buruk. Di perjalanan, Rena melihat mobil tim Jojo sedang berhenti di depan warung soto.
"Itu, seperti Jojo. Dia sama siapa?", gumam Rena yang melihat Jojo yang tersenyum, sedang memberikan buku kepada seorang perempuan bercadar.
Rena yang penasaran pun menepikan sepeda listriknya dan hendak menyeberang ke tempat Jojo. Namun, sebelum menyeberang, ia melihat pria kesayangannya telah masuk ke mobil dan segera berangkat. Gadis itu pun mengurungkan niat dan menaiki sepedanya. Saat hendak melaju, dia tiba-tiba ingat sesuatu..
"Eh, cewek itu tadi, seperti pernah lihat", gumam Rena namun ia menepis dugaannya sendiri dan melaju ke arah salon.
Belum sempat ia memarkirkan sepeda, Abdul sudah berdiri di depan salon dengan senyum merekah di wajahnya.
Rena yang memarkir sepeda pun jadi salah tingkah karena terus dipandang Abdul dari bawah ke atas sejak datang sampai sekarang.
"Ada apa ya pak?", Rena merasa tidak ada yang aneh di bajunya, juga tak ada janji dengan Abdul hari ini.
"Kamu lupa ya? Hari ini kamu harus menceritakan simpulan dari beberapa lamaran calon pegawai baru salon kita. Nah, pagi ini, biar Tini yang bekerja. Toh hanya ada 2 pelanggan pangkas dan spa di jam berbeda", ungkap Abdul, masih membuat Rena bingung.
"Itu kan cuma simpulan pak, kenapa saya harus sampai tidak bekerja pagi ini?", heran Rena. Simpulan bisa dikatakan hanya 5 menit saja.
"Kamu ke rumah saya. Kita berbincang di teras saja. Ayo, nanti saya jelaskan", ujar Abdul sembari menaiki sepeda kayuhnya. Rena dengan enggan pun mengikuti kemauan Abdul.
Sesampainya di teras rumah Abdul, Rena dipersilahkan duduk. Di meja itu sudah tersedia keripik kentang, tempe, jagung, dan singkong. Rena yang awalnya merasa malas, kini bersemangat. Bukan untuk berbincang, melainkan untuk menghabiskan semua keripik di meja.
"Nah, sekarang ceritakan hasil simpulan kamu Na", pinta Abdul. Namun Rena malah fokus ke toples yang tertata rapi berisi keripik di meja.
"Kamu mau? Ambil lah. Ini memang kusediakan untuk kita", ujar Abdul yang paham dengan sorot mata Rena.
"Em, izin ambil ya pak", Rena tak mampu menolak godaan keripik di depannya. Segera ia membuka tutup dan mengambil semua jenis keripik masing-masing sejumput.
"Hm", celetuk Rena tanpa sadar, merasakan nikmatnya rasa keripik.
"Mau dihabiskan dulu?", Abdul tidak merasa jijik atau tersinggung melihat kelakuan Rena. Ia malah tersenyum, bangga dengan pilihannya yang ternyata disukai Rena.
"Eh, em, maaf pak, maaf. Sebentar saya bacakan hasilnya", sahut Rena yang malu dilihat Abdul karena terlihat rakus memakan keripik dan mengesampingkan tujuan kedatangannya ke sini.