Kisah mengharukan datang dari seorang gadis yang bernama, Shafina yg dulu pernah terjerat pergaulan bebas bersama dengan kekasihnya sehingga membuat dirinya hamil di luar nikah dan melahirkan anak seorang diri.
Beruntung waktu itu ada seorang lelaki yang tak di kenal datang membantunya hingga membawanya ke rumah laki-laki yang menghamili Shafina.
Setelah berdebatan yang cukup alot dan dengan desakan Pak RT dan warga setempat akhirnya laki-laki yang bernama Seno itu yang merupakan ayah dari anak Shafina. Mau untuk bertanggungjawab.
Tapi setelah itu pernikahan Shafina dan Seno melalui banyak ujian dan cobaan yang datang dari orang tua Seno yang tidak merestui hubungan keduanya.
Akankah gadis malang ini bisa menemukan kebahagiaannya? temukan jawabannya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 kenyataan pahit yang harus dihadapi Shafina
"Maksud Mas Gilang apa!" desak Shafina.
"Aku tidak mau kalau tubuh Seno di otak-atik sama dokter, sudahlah batalkan saja operasi itu, lihatlah keadaan Seno seperti ini," ucap Gilang.
"Maksud Mas, kita pasrah saja dengan keadaan yang membelenggu suamiku saat ini, tidak Mas, aku ingin melakukan yang terbaik untuk suamiku," tolak Shafina.
Gilang pun terdiam, bahkan dia tahu kalau Seno memiliki ciri-ciri dari orang yang akan melewati masa sakaratul maut hanya saja dirinya tidak tega untuk berterus terang dengan Shafina.
'Ya Allah berikan keajaiban untuk temanku ini, kasihan anak dan istrinya," pinta Gilang di dalam hatinya.
Satu jam kemudian, suster mulai memberikan makanan yang di salurkan melalui selang yang ada di hidung yang sudah tersalurkan ke lambung Seno. Serta obat yang harus di minum, melalui selang tersebut.
Shafina hanya melihat suster tersebut memberikan makanan itu, dalam hati dirinya selalu berdoa agar suaminya bisa diberi kesembuhan meskipun saat ini kondisinya sangat sulit untuk di ungkapkan dengan kata-kata.
"Mas Sembuh ya, lawan semua penyakit ini," bisik Shafina di telinga suaminya.
Seno hanya menatap istrinya, rasanya dia tidak sanggup untuk mengucap lidahnya terasa keluh hanya pendengarannya saja yang masih berfungsi.
"Sayang minum," pinta Seno dengan nada cadelnya.
"Apa Mas?" tanya Shafina karena sedikit kurang faham dengan perkataan suaminya itu.
"Minum," ulang Seno masih dengan nada cadelnya.
"Minum," ucap Shafina yang di angguki oleh Seno.
Shafina segera mengambil air putih yang akan dia tuangkan kedalam suntikan besar yang sudah tersambung dengan selang yang menuju lambung suaminya itu. Setelah itu Seno langsung terdiam.
"La Ilaha illallah." Hanya dzikir itu yang keluar dari mulut Seno meskipun dengan nada yang tidak jelas.
'Ya Allah apa ini, kondisi suamiku semakin ambruk. Apa aku harus terima dengan keadaan ini, bahkan untuk bicara saja dia kerepotan, aku tidak kuasa jika harus di hadapkan dengan situasi seperti ini,' keluh Shafina di dalam hati.
Tidak terasa air mata jatuh begitu saja, siapa yang tidak sedih melihat suaminya yang sudah tidak berdaya di atas ranjang rumah sakit, bahkan untuk saat ini Seno hanya bisa menatap wajahnya dengan iba.
"Mas, jangan tatap wajahku seperti itu," ucap Shafina.
"Maaf Sayang," sahutnya sambil menyeka air mata Shafina.
"Maaf untuk apa! Kamu tidak pernah berbuat salah selama menjadi suami, kamu sudah menjalankan tugasmu dengan baik, bahkan kamu selalu memperlakukan diriku dengan begitu manis," ucap Shafina.
"Sayang, aku tidak mau di operasi," pinta Seno tiba-tiba.
"Apa! Jangan seperti itu, dengan operasi itu Insya Allah kamu akan sembuh," terang Shafina.
"Tidak aku sudah sakit, waktuku tinggal sebentar lagi," sahut Seno.
"Kamu tega Mas, apa kamu tidak kasihan meninggalkan kita berdua. Aku tidak sanggup jika kau tinggalkan begitu saja," ucap Shafina.
"Aku tidak akan pergi kemana-mana Sayang, aku selalu ada di dalam hatimu," terang Seno memberi tahu istrinya.
Shafina semakin menangis dia peluk tubuh suaminya yang terbaring itu bahkan baju Seno basah dengan air mata istrinya, hati istri mana yang tidak tercubit mendengar penuturan dari suaminya apalagi penjelasan dari Seno sudah mengisyaratkan kalau dirinya akan pergi jauh dari hidup Shafina.
****
Malam harinya dari tadi Shafina masih ada di samping ranjang suaminya, bahkan dirinya tidak mau makan meski sudah dibawakan makanan oleh Gilang.
"Fin, kamu harus makan, kalau tidak kondisimu akan ambruk, jangan seperti ini," ucap Gilang.
"Aku tidak mau makan, kamu lihat sendiri sedari tadi kondisi Mas Seno seperti itu, tidak menunjukkan perubahan, bahkan dokter dan suster sudah melakukan upaya penanganan, tapi apa hasilnya masih tetap seperti ini," sahut Shafina dengan nada frustasi.
"Fin kamu harus kuat, kamu tahu kan, setiap makhluk yang hidup di dunia ini, pasti akan kembali kepada Tuhannya, kita ini hidup di dunia hanya sementara, suamimu sudah memilih jalan yang benar yaitu menjadi suami dan ayah yang baik, tolong ikhlaskan semua, agar jalan Seno bisa dipermudah," nasehat Gilang.
"Mas kamu bicara apa!" teriak Shafina.
"Kamu boleh menyangkal kata-kata ku, tapi apa yang aku katakan ini demi kebaikan semua, kita tidak tahu dengan umur yang diberikan Tuhan kepada kita," tegur Gilang.
"Aku tahu Mas, tapi sebagai seorang istri apa aku tidak boleh meminta kepada Tuhan agar memberi umur panjang untuk suamiku," ucap Shafina.
"Boleh kamu boleh meminta apapun, tapi ingat Tuhan juga berhak memberikan sesuatu yang terbaik menurutnya, bukan menurut kita," sahut Seno.
"Dari pada kita berdebat seperti ini lebih baik kamu ambil wudhu doakan suamimu ini," imbuh Gilang.
Shafina pun langsung mengikuti saran dari Gilang, setelah mengambil air wudhu dirinya langsung menjalankan shalat wajib yang empat rakaat itu, di dalam shalat dia tumpahkan segala sesuatu yang sekarang tengah menghimpit hatinya.
Setelah shalat Shafina langsung membuka Al-Qur'an yang ada di aplikasi handphonenya, di situ dirinya langsung membuka surat Yasin, dan mengaji dengan posisi di samping suaminya.
Seno pun langsung melirik ke arah istrinya dirinya menatap Sang istri dengan tatapan Iba, Shafina tersadar dengan tatapan suaminya yang selalu seperti itu, tapi dirinya tidak menghiraukan dan memilih untuk melanjutkan ngajinya hingga selesai.
"Mas, cepat sembuh ya," ucap Shafina, yang masih mengharapkan setetes harapan.
"Sa-yang, maafkan aku, nanti jika orang tuaku datang sampaikan maafku, dan berikan surat di bawa kasur yang sudah aku tulis untuk mereka," ucap Seno sambil menahan rasa sakitnya.
"Mas, jangan ngomong seperti itu," pinta Shafina.
"Sayang, jaga buah hati kita, sampaikan salamku padanya, kalau aku sangat menyayanginya," pinta Seno sambil mengelus pipi istrinya.
Gilang pun yang berada di dalam ruangan itu, tidak bisa menahan air matanya untuk tidak keluar, di dalam hubungan mereka berdua ini, mungkin Gilang yang menjadi saksi bagaimana tulusnya cinta Seno terhadap Shafina dan juga anaknya.
"Lang kenapa nangis?" tanya Seno.
"Aku nggak nangis kok," elak Gilang.
"Terima kasih banyak atas kebaikanmu," ucapnya.
"Kamu itu ngomong apa?" tanya Gilang.
"Kakek, kakek." Tiba-tiba saja omongan Seno ngelantur, bahkan sejak tadi pagi dirinya memanggil kakeknya yang memang sudah meninggal dunia.
"Seno, istighfar Sen," bisik Gilang di telinga kiri sahabatnya itu.
Sedari tadi Shafina dan Gilang tiada henti, mendampingi Seno bahkan kedua orang ini setiap detik selalu membisikkan kalimat Allah ke telinga Seno, karena dalam keadaan seperti ini hanya indera pendengar yang masih berfungsi.
Pukul sudah menunjukkan jam 12 malam, suster pun mengecek kondisi Seno dan memberikan suntikan melalui infus, setelah itu suster mulai kembali ke ruangannya.
Sedangkan di sini Shafina dan Gilang mulai membisikkan kembali kalimat-kalimat Allah di telinga Seno. Melihat kondisi suaminya yang seperti itu Shafina mulai menenangkan hatinya sendiri.
"Baiklah kau Arseno Nugroho, jika memang takdirmu sampai di sini maka sebagai istri aku mengikhlaskan mu, pergilah jika ini membuatmu tidak sakit-sakitan lagi, aku ikhlas Mas," ucap Shafina sambil menahan air mata.
"Ikhlaskan Fin, kata orang kita harus mengikhlaskan agar supaya jalan Seno di permudah," nasehat Gilang, yang pada dasarnya dirinya hancur melihat sahabatnya dalam keadaan sakaratul maut seperti ini.
"Mas, apa kamu sudah mengabari keluarga Mas Seno," ucap Shafina.
"Sudah dari siang tadi, kamu jangan memikirkan itu, fokuslah dengan suamimu," sela Gilang, yang tidak ingin berbicara yang sejujurnya.
Kondisi Seno semakin melemah bahkan matanya sudah tidak terbuka lagi, melihat kondisi temannya yang seperti ini Gilang langsung lari memanggil perawat yang masih bertugas.
Sedangkan Shafina dirinya tahu kalau kondisi suaminya semakin melemah dirinya pun tak henti-hentinya membisikkan kalimat Allah hingga pada akhirnya Seno menyauti kalimat tersebut dengan lidah yang sudah kaku.
"La Ilaha illallah," sahut Seno untuk yang terakhir kalinya.
"Mas, Mas Seno," panggil Shafina dengan lirih.
Shafina mengecek sendiri denyut nadi suaminya yang bersamaan dengan datangnya suster dan Gilang.
"Ada apa Fin?" tanya Gilang yang melihat Shafina lemas.
"Mas, Seno sudah pergi," sahut Shafina dengan tiada berdaya.
"Apa!" Gilang pun terkejut.
"Benar Pak, pasien sudah menghembuskan nafas terakhirnya," ucap suster itu.
Shafina dan Gilang pun merasa lemas tapi kedua orang ini saling menguatkan untuk tidak menangis.
"Fin kamu harus kuat ya, ini sudah menjadi takdir Seno," ucap Gilang.
"Iya Mas, Insya Allah saya kuat," sahut Shafina, sambil menciumi pipi suaminya.
"Mas, kamu begitu tampan, terima kasih atas waktu lima tahun ini, aku berjanji akan menjaga anak kita dengan baik," ucap Shafina sambil memberikan ciuman terakhirnya.
"Fin aku mau urus surat-surat pengurusan jenazah Seno ya," pamit Gilang.
"Baik Mas," sahut Shafina.
Dengan ketegaran yang sangat luar biasa Shafina melihat sendiri jenazah dari suaminya itu di bawa untuk dibersihkan oleh para petugas medis.
"Selamat tinggal Mas, semoga kamu bahagia di kehidupan baru mu," ucap Shafina sambil melihat jenazah suaminya.
🌹 Bersambung 🌹
Kakak-kakak semoga kalian suka dengan kelanjutan kisah ini. Kematian bukan akhir dari segalanya, di sini kisah Shafina baru di mulai dan semoga saja wanita tangguh itu mampu menghadapi dunia tanpa cinta pertamanya itu.
Dukung terus ya ceritaku ini terima kasih🙏🙏🙏