Agnia merupakan anak keluarga kaya raya. Ia akan berencana akan menikah dengan kekasihnya namun tepat di hari pertunangannya, ia malah melihat kekasihnya bermain api dengan sahabatnya sendiri.
Ia pikir status dan derajat yang sama bakal membuat semuanya bahagia. Tapi, ternyata ia jatuh pada seseorang yang bahkan tidak pernah dia pikirkan sebelumnya....
"Kehormatan mu akan terganggu jika bersama pria seperti ku!"
"Apa pentingnya kehormatan jika tak mendatangkan kebahagiaan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Gara-gara turbulensi
Sebenarnya, Agnia main nyablak aja ketika mengatakan hal itu. Perempuan itu sekarang memang lebih senang mempermainkan Jovan dengan jokes-jokes kecil sebagai bentuk balas dendam permulaan.
Dan reaksi yang di tunjukkan oleh Jovan jelas menegaskan jika pria itu pasti memang tidak akan meninggalkan Visya di kota ini.
"Dari reaksinya, si brengsek ini pasti memang mengajak perempuan tidak tahu malu itu!" batin Airlangga sembari menatap tajam Jovan.
Tapi Agnia segera tertawa, dan membuat Jovan yang sudah mengucurkan keringat dingin semakin bingung.
"Kamu kenapa langsung pucat sih? Aku hanya bercanda sayang . Lagipula, mana mungkin Visya ikut, sebagai penanggungjawab laporan keuangan, dia pasti akan sangat sibuk di sini."
Maka Jovan tersenyum kaku akan hal itu.
" Tapi, aku harus mengajak pengawalku agar dia bisa membantuku membawa barang-barang. Aku mana mungkin meminta mu membawakan semua ini kan sayang?" seru Agnia sembari bergelayut manja di lengan Jovan.
Airlangga sungguh ingin memuji kepiawaian Agnia dalam berakting. Sejenak ia seperti melihat adegan komedi dua orang bodoh.
Padahal, dalam hati Agnia ia benar-benar ingin muntah demi mendengar perkataannya sendiri. Sementara Jovan kini merasa telah salah karena diam-diam memang membiarkan Visya berangkat dulu ke tempat tujuan mereka.
Mereka akhirnya melesat ke airport beberapa menit kemudian. Di dalam pesawat, mereka duduk satu baris dengan konfigurasi Agnia berada di tengah dan Airlangga berada di tepi jalan. Jovan mau tak mau harus menerima hal itu karena pesawat hari ini sedang penuh.
Namun tanpa di duga, ketika telah mencapai ketinggian tertentu, pesawat yang mereka naiki mengalami turbulensi. Pesawat yang bergetar serta mengeluarkan suara-suara mengerikan itu membuat Agnia sontak memegang tangan Airlangga sembari memejamkan matanya karena ketakutan.
Saat pramugari mengumandangkan announcement terkait turbulensi, Airlangga melirik sejenak. Terlihat di sana Agnia sedang memejamkan matanya rapat-rapat sementara Jovan sibuk membaca majalah seperti tanpa merasakan gangguan bahaya.
Airlangga diam saja meskipun ia tahu jika Agni benar-benar ketakutan. Lebih tepatnya, ia merasakan sakit akibat tancapan kuku Agnia di daging tangannya.
"Perempuan ini benar-benar payah!"
Turbulensi akhirnya berakhir beberapa saat kemudian dan menyisakan Agnia yang kini harus terkejut, demi melihat punggung tangan Airlangga berjejak kuku cukup dalam akibat ulahnya.
"Astaga!" ucap Agnia memegangi mulutnya karena kaget.
Tapi Airlangga segera menarik tangannya lalu melepaskan seat belt untuk menuju ke lavatory.
"Ada apa?" tanya Jovan yang tak tahu akan hal itu.
Agnia menggeleng, "Tidak ada apa-apa sayang!" bohongnya menutupi kegugupan. Ia kini lebih khawatir dengan Airlangga.
"Apa dia kesakitan? Apa dia marah ke aku?"
Jovan lanjut membaca, sementara Agnia terlihat semakin tak enak hati karena telah melakukan hal seperti itu.
Mereka landing tepat saat jam makan siang. Mereka memilih mengisi perut di airport sembari menunggu jemputan. Sepanjang makan, Agnia melihat ke arah Airlangga yang diam berdiri dengan mode siaga. Pandangan juga tak sengaja betumbuk pada plaster yang kini tertempel di punggung tangan Airlangga.
"Aku sangat senang hari ini sayang!" ucap Jovan di sela kegiatan makannya.
Tapi Agnia masih menatap Airlangga yang kini juga tak sengaja menoleh dan mendapati Agnia bersipandang dengannya. Pria berjas hitam itu sejurus kemudian mengalihkan perhatian pada ponsel miliknya. Membuat Agnia terdiam.
"Sejak bersama pria itu, aku sungguh selalu merasa ada yang aneh. Aku merasa aman saat bersamanya. Tapi kenapa, pria itu sungguh dingin?"
Mereka akhirnya tiba di hotel pukul dua lebih lima belas menit. Airlangga berada di kamar sebelah Agnia, sementara Jovan yang sial malah mendapati kamar agak jauh.
"Yang benar saja, kenapa aku malah dapat kamar jauh? Kau tidak tahu aku ini siapa?" protes Jovan kepada resepsionis.
"Maaf Pak, mungkin ada mau tukar dengan rekan anda!" menunjuk kepada Airlangga yang wajahnya sudah sangat memuakkan Jovan.
Tapi pria dingin itu langsung pergi sembari menggeret koper Agnia. Tak memperdulikan Jovan yang protes dan mengundang perhatiannya orang banyak.
"Aku tidak mau. Enak saja kau. Satu lagi, dia juga bukan temanku!" bentak Jovan marah.
Resepsionis itu hanya bisa tertunduk karena kamar memang sedang penuh.
"Tidak apa-apa sayang. Lagipula kita hanya pisah kamar!" ucap Agnia setelah melihat Airlangga pergi.
Jovan yang marah akhirnya luluh usai di tenangkan oleh Agnia. Pria yang selalu menggunakan kalung emas itu kini mengusap lembut kepala Agnia dan menunjukkan wajahnya yang muram.
"Baiklah, aku mengalah karena mu. Kalau begitu, istirahat lah dulu, kita ketemu saat makan malam!"
Agnia mengangguk dengan perut yang kembali mual.
Di dekat pintu, Airlangga ternyata sudah menunggu Agnia yang akhirnya muncul. Pria itu tanpa di perintah langsung membukakan pintu untuk orang yang telah membayarnya dengan harga mahal itu.
"Kalau ada apa-apa, pencet kalung itu!" ucap Airlangga sesaat setelah meletakkan barang-barang Agnia.
Agnia mengangguk. Namun saat Airlangga sudah mulai melangkah pergi,
"Tunggu!"
Airlangga langsung menoleh dan melihat tangannya sudah di tangkap Agnia.
"Kau belum makan!" ucap Agnia yang terlihat khawatir.
Dan Airlangga segera melepaskan tangan Agnia yang kini memegang lengannya.
"Aku bisa menjaga diriku!"
"Ta..."
Airlangga keburu pergi usai membungkukkan tubuhnya. Membuat ucapan Agnia menguap percuma. Pria itu masuk ke dalam kamarnya. Sementara Agnia mau tak mau akhirnya memilih menutup pintu dengan muka kusut.
Sekitar pukul empat, Agnia yang sudah mandi dan membiarkan rambutnya basah menerima email dari Airlangga. Pria itu mengirimkan beberapa file penting yang harus di pelajari. Sesuai permintaannya, ia akan belajar secara detail. Tapi, bagaimana bisa Airlangga dapat secepat dan selancar ini dalam memberinya materi?
Sementara itu di lain pihak, Jovan terlihat tersenyum licik saat melihat sebuah botol yang barusan di antarkan oleh seseorang ke kamarnya.
"Akan aku buat kau menjerit malam ini dan ku pastikan kita akan segera menikah sebelum kau sadar!" ia tertawa licik.