Seorang pendekar muda bernama Panji Rawit menggegerkan dunia persilatan dengan kemunculannya. Dia langsung menjadi buronan para pendekar setelah membunuh salah seorang dedengkot dunia persilatan yang bernama Mpu Layang, pimpinan Padepokan Pandan Alas.
Perbuatan Panji Rawit ini sontak memicu terjadinya kemarahan para pendekar yang membuatnya menjadi buronan para pendekar baik dari golongan putih ataupun hitam. Sedangkan alasan Panji Rawit membunuh Mpu Layang adalah karena tokoh besar dunia persilatan itu telah menghabisi nyawa orang tua angkat nya yang memiliki sebilah keris pusaka. Ada rahasia besar di balik keris pusaka ini.
Dalam kejaran para pendekar golongan hitam maupun putih, Panji Rawit bertemu dengan beberapa wanita yang selanjutnya akan mengikuti nya. Berhasilkah Panji Rawit mengungkap rahasia keris pusaka itu? Dan apa sebenarnya tujuan para perempuan cantik itu bersedia mengikuti Panji Rawit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Utusan Tumenggung Brajapati
Wajah Larasati merona merah mendengar pertanyaan menohok dari Sri. Penampilan asli Panji Rawit memang alasan utama perubahan sikapnya akan tetapi itu juga merupakan rahasia yang tidak boleh diungkapkan kepada sembarang orang. Untung saja semburat warna merah di wajah cantik Larasati tertutup oleh gelapnya malam hingga Sri pembantu nya sama sekali tidak bisa melihatnya.
"Kepada sesama manusia harus tetap bersikap baik Sri, entah dia kaya atau miskin. Karena itu aku juga harus menghargai seseorang apapun keadaan nya. Sekarang kau kembali saja ke dalam kamar mu. Aku akan mengambil air minum lebih dulu.. ", alasan Larasati disertai pengusiran halus pada pembantunya itu.
Sri menggaruk kepalanya karena tidak juga mengerti apa sebenarnya maksud dari omongan Larasati yang sama sekali tidak tepat. Segera setelah ia mengambil sesuatu yang ia inginkan di dapur, Sri bergegas kembali ke arah kamar tidur bersama yang ia tinggali dengan Yu Darmi dan Warni.
Sementara itu, Larasati yang sedang jatuh hati lagi tersenyum tipis seraya melangkah ke arah kamar tidur nya. Tak lupa ia melirik ke arah Panji Rawit yang sedang menata tempat tidur diatas ranjang kayu. Merasa diperhatikan, Panji Rawit menoleh ke arah Larasati. Mata mereka bertatapan beberapa saat lamanya. Akan tetapi suara Pramodawardhani yang sedang mengigau membuat Panji Rawit maupun langsung tersadar dan bersikap seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Larasati segera kembali ke kamar tidur nya dan segera naik ke atas ranjang. Akan tetapi, dinginnya malam bercampur angin semilir bersama hujan yang masih mengguyur meskipun sudah tidak sederas tadi nyatanya tak mampu membuat Larasati segera tertidur. Pikiran nya terus saja terpaku pada sosok tampan dengan tubuh tegap dan kekar yang sempat ia lihat tadi. Hingga hampir tengah malam dan hujan telah mereda hingga menyisakan gerimis kecil, Larasati masih juga belum bisa memicingkan matanya.
Sementara itu, di timur kediaman Larasati, sepuluh lelaki berpakaian serba hitam dengan mengenakan topeng separuh wajah bergerak menuju ke arah rumah janda muda ini. Gerakan tubuh mereka terlihat ringan yang menandakan bahwa mereka ini adalah pendekar-pendekar dunia persilatan.
Begitu sampai di rumah Larasati, orang-orang ini segera menyebar ke empat penjuru. Empat orang berjaga di luar, empat orang masuk sementara dua orang lainnya dengan cepat menghentakkan kakinya ke tanah lalu melenting tinggi ke udara. Kemudian dengan ringan keduanya mendarat di atas atap rumah Larasati yang terbuat dari ijuk dan daun alang-alang kering.
Panji Rawit yang sedang terlelap langsung terbangun seketika itu juga kala cuping telinga nya mendengar ada yang mendarat di atap rumah Larasati. Selembut apapun gerakan yang ada, tak mampu menipu sang pendekar muda yang dilatih oleh Resi Sampar Angin dengan baik.
Perlahan, Panji Rawit beringsut dari tempat tidurnya dan menyenggol tubuh Pramodawardhani. Sentuhan lembut itu pun juga membuat perempuan yang berjuluk Perawan Gunung Wilis ini bangun. Saat ia hendak bicara, Pramodawardhani melihat jari telunjuk Panji Rawit di depan bibirnya yang membuat perempuan cantik itu memahami apa yang terjadi. Terlebih lagi saat Panji Rawit tanpa suara membuat gerakan isyarat tentang kepungan yang sedang mereka hadapi, Pramodawardhani langsung meraih pedang nya. Suasana langsung berubah menjadi tegang seketika.
Kleetteeekkk..
Bunyi kayu patah lembut terdengar diatas atap. Panji Rawit langsung tahu tempat para pengacau itu. Segera dia menyambar dua bilah tombak yang dipajang pada dinding rumah dan sekuat tenaga melemparkan nya ke arah sumber suara diatas atap.
"Kucing kucing sialan!! Enyah kalian...!! ", geram Panji Rawit dengan penuh amarah.
Whhuuuuuuuttttt whhuuuuuuuttttt...
Chhrrraaaaaaaaassssshhh!
Aaaaauuuuuuuuggggghh...!!!
Jeritan keras terdengar dari atas atap rumah Larasati. Bersamaan dengan itu, dua sosok yang ada di atap rumah terpental dengan tombak menembus tubuh. Mereka berdua terjatuh dengan keras di samping rumah Larasati.
Seluruh rekan nya yang melihat hal itu, langsung mendengus keras dan bergerak masuk ke dalam rumah Larasati. Di dalam ruangan, mereka langsung menerjang ke arah Panji Rawit dan Pramodawardhani yang sudah bersiap-siap. Pertarungan sengit antara mereka pun segera terjadi.
Dua orang mengeroyok Panji Rawit dan dua lainnya mengepung Pramodawardhani. Dua orang pendekar yang berpakaian seperti seorang gembel inipun langsung meladeni mereka tanpa pandang bulu.
Whhuuuuuuuttttt shhrreeeeeeeettt!!
Plllaaaaaakkkkk dhhhaaashh dhhhaaashh..!!!
Satu orang terjungkal bersimbah darah setelah tebasan pedang Pramodawardhani membabat lehernya. Dari arah luar, empat orang masuk dan ikut mengepung Panji Rawit dan Pramodawardhani. Benar-benar sulit bertarung dalam ruangan yang terbatas ini.
Panji Rawit langsung melompat keluar rumah. Empat orang langsung mengejarnya. Tiga orang yang tersisa, mengepung Pramodawardhani dari tiga sisi yang berlawanan. Saat itulah, sesosok bayangan berkelebat cepat dengan menebaskan sebuah pisau belati panjang ke leher salah seorang dari pengeroyok.
Chhrrraaaaaaaaassssshhh..!!!
Aaaaaaaarrrrrrrgggggggghh!
Jeritan keras terdengar dari mulut orang itu. Dia langsung tersungkur bersimbah darah dengan luka menganga pada lehernya. Salah seorang pengeroyok yang melihat kawannya di bunuh dengan kejam, menggembor murka dan menyerang ke arah sosok bayangan yang ternyata adalah Larasati. Satu lawan satu, pertarungan pun berlangsung adil.
Kehebatan ilmu bela diri Pramodawardhani maupun Larasati benar-benar di uji oleh dua orang ini. Kedua orang berpakaian serba hitam itu memiliki kemampuan beladiri yang mumpuni hingga cukup merepotkan kedua perempuan cantik itu.
Sepuluh jurus kemudian..
Shhrreeeeeeeettt shhrreeeeeeeettt..
Dua tebasan golok dari dua lelaki berpakaian serba hitam itu membuat Pramodawardhani maupun Larasati dengan cepat merendahkan tubuhnya sambil berputar. Gerakan ini seperti kerja sama dengan berganti lawan.
Setelah melakukan hal itu, Pramodawardhani langsung memanfaatkan bolongnya pertahanan musuh di hadapannya dengan menusukkan pedang nya ke arah pinggang kiri lelaki bertopeng separuh wajah itu.
Chhhrrreeeeeeeepppppppph!!
Di sisi lainnya, Larasati juga berhasil menyarangkan pisau belati besar nya ke ulu hati musuhnya yang pernah dihadapi oleh Pramodawardhani. Dua orang lelaki berpakaian serba hitam dengan topeng separuh wajah itu tumbang ke lantai rumah Larasati dengan bersimbah darah. Mereka mengejang sebentar sesaat sebelum diam untuk selamanya.
"Kau boleh juga, Juragan Warung Makan! Tak ku sangka penampilan mu yang klemar klemer begitu mampu bertarung dengan baik", puji Pramodawardhani sambil mengusap sisa darah di pedangnya dengan pakaian musuh.
" Kau pun juga hebat, Gembel Jalanan. Penampilan mu benar-benar menipu semua orang ", ejek Larasati sambil tersenyum kecut.
" Makanya jangan menilai seseorang dari penampilan luarnya saja, Juragan Warung Makan. Kadang-kadang sebuah permata bersembunyi di dalam lumpur agar ia terlihat seperti kotoran yang tidak berharga, hanya karena si permata ingin tenang tanpa gangguan.. ", ucapan bijak Pramodawardhani yang membuat Larasati mengangguk setuju.
" Sepakat, Gembel Jalanan..
Sebaiknya kita cepat keluar untuk membantu kawan mu. Ayo... ", Larasati bergegas menuju ke arah halaman diikuti oleh Pramodawardhani. Namun mata Pramodawardhani melotot lebar karena melihat tiga orang sudah terkapar tak bernyawa sedangkan satu lainnya sedang dipukuli oleh Panji Rawit. Wajah lelaki itu sudah bengkak, penuh dengan lebam dan memar. Bahkan bibirnya juga pecah dan terus mengeluarkan darah.
"Ampun ampun ampun uhhh a-aku a-akan bi-bicara.. Tolong jangan pukuli aku lagi.. " , hiba lelaki itu memelas. Mendengar hal itu Panji Rawit menghentikan siksaan nya. Bersamaan dengan itu, Larasati datang bersama dengan Pramodawardhani.
"Sepertinya aku salah mengkhawatirkan mu, Kakang Rawit. Kau lebih mengerikan dari yang aku pikirkan", ucap Larasati sambil tersenyum.
" Kau baru sadar sekarang ya Juragan Warung Makan? Dia kalau sedang marah lebih menakutkan daripada setan kuburan..", ejek Pramodawardhani segera.
"Diamlah dahulu, ada hal yang lebih penting untuk dibicarakan.
Heh pembunuh bayaran, katakan siapa orang yang telah membayar mu untuk mencelakai Nimas ini hah? Jawab, kalau tidak.... ", Panji Rawit mengangkat tangan kanannya seperti hendak kembali memukuli si anggota terakhir kelompok pembunuh bayaran ini.
Orang itu dengan cepat mengangkat tangannya untuk melindungi dirinya sambil berkata,
" Jangan pukul lagi, aku mohon pada mu pendekar. Aku akan bicara sejujurnya.
Aku utusan dari Tumenggung Brajapati.. "
vote meluncur
up terus kang ebeezz..