NovelToon NovelToon
Just Cat!

Just Cat!

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Roh Supernatural / Bad Boy / Slice of Life / Kekasih miserius
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Souma Kazuya

Hidupku mendadak jungkir balik, beasiswaku dicabut, aku diusir dari asrama, cuma karena rumor konyol di internet. Ada yang nge-post foto yang katanya "pengkhianatan negara"—dan tebak apa? Aku kebetulan aja ada di foto itu! Padahal sumpah, itu bukan aku yang posting! Hasilnya? Hidupku hancur lebur kayak mi instan yang nggak direbus. Udah susah makan, sekarang aku harus mikirin biaya kuliah, tempat tinggal, dan oh, btw, aku nggak punya keluarga buat dijadiin tempat curhat atau numpang tidur.
Ini titik terendah hidupku—yah, sampai akhirnya aku ketemu pria tampan aneh yang... ngaku sebagai kucing peliharaanku? Loh, kok bisa? Tapi tunggu, dia datang tepat waktu, bikin hidupku yang kayak benang kusut jadi... sedikit lebih terang (meski tetap kusut, ya).
Harapan mulai muncul lagi. Tapi masalah baru: kenapa aku malah jadi naksir sama stalker tampan yang ngaku-ngaku kucing ini?! Serius deh, ditambah lagi mendadak sering muncul hantu yang bikin kepala makin muter-muter kayak kipas angin rusak.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Souma Kazuya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 34. Jejak yang Pudar

Malam itu, saat angin berhembus dingin dan remang cahaya bulan menyinari puncak bukit, Bu Zakiah mendengar suara yang mengganggu pikirannya. Samar-samar, suara isak tangis terdengar dari balik bukit, seolah-olah seseorang sedang tersiksa dalam keheningan malam.

"Siapa yang menangis malam-malam begini?" gumamnya, rasa ingin tahunya mulai menggantikan kekhawatiran.

Bu Zakiah tahu, bukit itu sering disebut angker oleh penduduk sekitar. Beberapa bahkan mengatakan tempat itu dihuni oleh makhluk halus yang suka mengganggu orang-orang yang lewat. Namun, desas-desus itu tak pernah membuatnya gentar. Ia merasa terpanggil untuk memastikan tidak ada siapa pun yang terluka atau diganggu di sana. Dengan hati-hati, ia melangkah mendekati sumber suara, hatinya berdoa agar ia tidak bertemu dengan sosok-sosok tak kasatmata.

Begitu ia mencapai puncak bukit, Bu Zakiah akhirnya bisa melihat sosok yang sedang terisak itu. Cahaya bulan menerpa wajah yang tidak asing baginya, membuatnya terperangah. Meski sudah lama berlalu, dia pasti mengenali sosok itu.

"Lho, Ruri?" serunya, penuh keterkejutan.

Ruri, wanita muda yang dulu ia kenal, duduk di tanah dengan pandangan kosong dan air mata mengalir di pipinya. Kenangan lama berputar di kepala Bu Zakiah, ingatan akan gadis ramah dan ceria yang sekarang terlihat rapuh di hadapannya.

Bu Zakiah mendekat dengan lembut, tak ingin mengagetkan Ruri yang tampak tenggelam dalam kesedihan. "Ruri, nak, kamu kenapa? Apa yang terjadi?" tanyanya dengan nada penuh kepedulian, berusaha menggapai tangan Ruri yang dingin.

Namun, Ruri hanya menatapnya dengan mata yang kosong, seolah-olah ia berada di dunia lain, terperangkap dalam kenangan yang tak dapat ia lepaskan.

___

Bu Zakiah dengan sigap membawa Ruri dan manajernya ke lantai dua, tepat di atas warung yang ia kelola. Ruangan sederhana namun hangat itu segera dipenuhi aroma teh yang baru saja diseduh. Sembari menunggu teh siap, Bu Zakiah dan sang manajer berbincang tentang masa lalu Ruri di tempat itu ketika ia masih menjadi mahasiswa yang bekerja paruh waktu. Di sudut ruangan, Ruri duduk di sofa, terbungkus dalam selimut hangat yang disediakan Bu Zakiah, mencoba meredakan hawa dingin yang seakan masih melekat di tubuhnya.

Setelah suasana sedikit mencair dan teh hangat tersaji di meja, Ruri mengangkat tatapannya, menatap Bu Zakiah yang duduk di seberangnya. Mata Bu Zakiah menatapnya dengan lembut, menyiratkan kenangan masa lalu yang tak pernah hilang dari ingatannya.

"Ibu ingat, kan, kalau aku pernah bekerja di sini?" tanya Ruri perlahan, seolah khawatir jawabannya akan berbeda dari yang ia harapkan.

Bu Zakiah tersenyum samar, mengangguk. "Tentu saja, nak. Bagaimana mungkin Ibu lupa dengan pegawai Ibu yang cekatan? Ibu masih ingat bagaimana sulitnya masa-masa itu bagimu. Bahkan, setiap malam, kamu sering datang meminta sisa nasi bekas pelanggan." Bu Zakiah terkekeh kecil, mengenang saat-saat itu. "Tapi Ibu diam-diam selalu menggantinya dengan nasi baru supaya kamu tidak merasa segan. Ibu tahu beratnya bebanmu, nak, tapi sekarang lihatlah dirimu. Kamu sudah sukses, Ruri."

Namun, wajah Ruri tampak bingung. Ia mengerutkan dahi, mencoba menata ingatan yang terasa aneh dan bertolak belakang dengan cerita Bu Zakiah. "Ibu, sepertinya Ibu salah ingat deh. Yang sering melakukan hal seperti itu bukan aku, tapi Carlos. Ingat, Bu? Pemuda yang bekerja bersamaku dulu di sini?"

Bu Zakiah tampak mengerutkan kening, berusaha mengingat sosok yang disebut Ruri. Namun, setelah beberapa saat, ia menggeleng pelan. "Nak, delapan tahun lalu, cuma kamu yang bekerja dengan Ibu. Tidak ada Carlos." Bu Zakiah tersenyum lembut, mencoba menenangkan Ruri. "Mungkin, stres dan kesendirian waktu itu membuatmu berhalusinasi, nak, membayangkan sosok sahabat yang bisa menemanimu melewati masa-masa sulit."

Ruri tercekat, ingin membantah, namun kata-kata itu hilang bersama isak yang tertahan. Air matanya jatuh perlahan, membanjiri pipinya. Tidak mungkin, pikirnya. Bahkan Bu Zakiah melupakan keberadaan Carlos. Perasaan asing dan perih merayapi hatinya, seolah realitas dan kenangan saling bertabrakan, membuat Ruri semakin tenggelam dalam kebingungan.

___

Setelah mendengar cerita Bu Zakiah, Ruri merasakan kehampaan yang sulit diungkapkan. Baru kali itu ia sadar bahwa sejak awal, tak pernah ada deretan rumah gubuk di bukit belakang, tempat di mana kenangan indahnya bersama Carlos tersimpan. Segala ingatan tentang ibu-ibu resek yang sering mereka jumpai juga menjadi samar, bahkan hingga kini ia tak pernah mengetahui nama sang ibu-ibu.

Malam itu, setelah makan malam sederhana, Bu Zakiah mempersiapkan kamar hangat untuk Ruri dan manajernya. Karena rumah Bu Zakiah tidak terlalu luas, sang manajer akhirnya tidur di warung bawah, sementara Bu Zakiah menemani Ruri di kamar. Di sela percakapan santai, Bu Zakiah menceritakan berbagai hal, mungkin untuk mengalihkan pikiran Ruri dari segala beban yang tampak tersirat di wajahnya. Namun, lambat laun, suara Bu Zakiah yang penuh kasih mulai terhenti. Wanita tua itu tertidur, dengan raut lelah yang penuh kerutan di wajahnya—sebuah bukti bahwa delapan tahun telah berlalu tanpa ampun.

Ruri memandangi wajah Bu Zakiah yang damai dalam tidur, merasakan simpati mendalam. Wanita ini, yang tanpa keluarga sama seperti dirinya, yang hidup dalam, kesederhanaan, selalu baik hati dan setia menolong. Ruri pun berjanji dalam hati untuk lebih sering berkunjung, mengunjungi wanita tua yang pernah menjadi pelindungnya di masa lalu.

Pandangannya teralihkan ke langit-langit kamar, hanya seng tua yang tampak, namun pikirannya melayang jauh. "Ya," batinnya. "Rumah di bukit itu bisa saja hilang. Tapi masih ada satu tempat lagi—rumah nenekku, yang menyimpan kenangan indah dengan Carlos. Tidak mungkin rumah itu pun hilang." Ia teringat masa kecilnya di rumah nenek, tempat penuh kehangatan dan kebahagiaan. Sebuah tekad menguat di hatinya: ia harus segera ke sana untuk mencari kebenaran tentang Carlos yang seolah terhapus dari ingatan semua orang.

Perlahan, kantuk yang tak tertahankan membawa Ruri ke alam mimpi, sementara tekadnya terpatri dalam benaknya, mengiringi tidur malam itu yang penuh dengan harapan dan rasa penasaran.

1
pdm
lanjutkan kak
Souma Kazuya: Terima kasih kk
total 1 replies
Binay Aja
Hai Ruri tetep semangat ya, yuk kakak singgah di karya ku perjalanan Cinta Sejati cinta beda agama
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!