Kara sangat terkejut saat Ibunya tiba-tiba saja memintanya pulang dan berkata bahwa ada laki-laki yang telah melamarnya. Terhitung dari sekarang pernikahannya 2 minggu lagi.
Karna marah dan kecewa, Kara memutuskan untuk tidak pulang, walaupun di hari pernikahannya berlangsung. Tapi, ada atau tidaknya Kara, pernikahan tetap berlanjut dan ia tetap sah menjadi istri dari seorang CEO bernama Sagara Dewanagari. Akan kah pernikahan mereka bahagia atau tidak? Apakah Kara bisa menjalaninya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ririn Yulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diantar
Pagi hari kemudian, aku langsung membangunkan Mas Saga ketika aku sudah selesai bersiap-siap Menyuruh Mas Saga bangun karna seperti katanya semalam, dia akan mengantarku.
Sambil menunggu Mas Saga selesai bersiap-siap aku pun bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan, yaitu membuat nasi goreng dengan telur ceplok hiasannya. Setelah sarapan kami pun segera berangkat, turun ke lobby apartemen aku heran ketika Mas Saga menyuruhku menunggu dan datang dari arah parkiran membawa mobil.
Aku yang masih heran nurut saja ketika Mas Saga membukakan aku pintu dan mulai menjalankan mobilnya setelah aku sebut tempat kerjaku.
"Ini mobil siapa, Mas?" tanyaku ingin tahu.
Mas Saga menoleh padaku. "Mobil kamu sayang," jawabnya dengan enteng.
Aku begitu kaget dengan ucapannya barusan, Mas Saga ku akui memang sering bercanda.
"Jawab yang betul, Mas, punya siapa ini?"
Lagi-lagi Mas Saga kembali menjawab seperti sebelumnya. "Punya kamu."
"Hah, perasaan aku belum beli mobil, kenapa ini tiba-tiba jadi mobil aku?" tanyaku begitu heran.
"Mas udah pesan sebelum kesini, terus di antar kemarin waktu kita masih di rumah sakit."
"Terus buat apa beli mobil, Mas? Kamu kan ga tiap hari disini," ujar ku, enteng sekali dia membeli mobil sudah seperti membeli permen.
Mas Saga tersenyum melirikku, mengelus tanganku saat lampu merah. "Mobil kamu kan di rumah Ibu, di jogja terus disini kamu ga punya kendaraan. Mas khawatir kalau kamu naik Grab terus, jadi sekalian Mas beliin, walaupun lambat yaa baru Mas belikan."
Mataku membulat, kaget dengan pernyataannya barusan. "Ya, ampun Mas. Belinya pakai uang loh, bukan daun."
"Udah sayang, tenang aja. Mas masih ada uang kok, InsyaAllah sampai anak cucu kita uang Mas belum habis," sahutnya kembali menjalankan mobil.
Aku tak berkata lagi, heran sekali dengan Mas Saga yang membeli mobil sudah seperti beli permen.
...ΩΩ...
Aku dan Mas Saga akhirnya sudah sampai di parkiran tempat kerja ku. Aku mencium Mas Saga saat hendak keluar.
"Tunggu dulu, tolong ambilin dompetku, sayang," pinta Mas Saga yang langsung ku ambilkan dompetnya. Aku memberikannya pada Mas Saga, tapi bukannya di terima malah Mas Saga menyuruhku mengambil salah satu kartunya yang berwarna hitam.
"Ambilin kartu yang warna hitam."
Aku kembali memberikannya kepada Mas Saga.
"Simpan buat kamu, Mas baru buat itu, password nya tanggal pernikahan kita."
Tunggu, apa maksudnya? Otakku masih mencerna ucapannya. "Maksudnya, Mas?" tanyaku bingung sambil memegangi kartu atm.
"Itu buat kamu belanja sayang, passwordnya tanggal pernikahan kita. Kartu yang sebelumnya nanti Mas transferin lagi yaa," ucap Mas Saga.
Baru saja aku hendak bersuara Mas Saga sudah mendahuluiku, dia menarikku dan mengecup keningku lembut. "Ga usah protes, sana kamu masuk. Nanti kalau mau pulang langsung telpon Mas ya."
Baiklah, kalau begitu nanti saja saat pulang ke apartemen baru protes dan mengembalikan kembali kartu Mas Saga, padahal kartua atm yang dia berikan padaku saat sebelum berangkat kesini masih banyak saldonya. Tapi ini, dia malah memberikan ku yang baru lagi.
"Aku masuk dulu ya, Mas. Nanti kalau mau makan hangatin makanan yang di kulkas tapi kalau ga mau nanti kamu beli aja."
"Iya, sayang, sana masuk nanti lambat."
Aku pun segera keluar dari mobil tak lupa menutupnya kembali dan berlalu masuk ke kantor untuk mulai bekerja.
...ΩΩ...
Seharian berkerja di kantor membuat tubuhku rasanya lelah, untung saja ada Mas Saga yang menjemputku. Tadi kami tidak langsung pulang ke apartemen, tapi aku meminta Mas Saga mampir dulu ke supermarket karna ingin belanja keperluan di dapur ataupun keperluan lainnya yang sudah habis.
Aku dan Mas Saga sampai di apartemen saat hari sudah hampir gelap, jalanan yang macet juga saat berbelanja tak sadar memakan waktu yang cukup lama. Aku langsung membersihkan diri dan berganti pakaian, sedangkan Mas Saga tak aku dapati di dalam kamar saat aku sudah selesai mandi.
Aku keluar dari kamar dan tidak mendapati Mas Saga, lalu aku berjalan ke arah dapur sambil memanggilnya. "Mas!"
"Iya sayang, udah mandi?" sahutnya tersenyum menatapku, yang memang Mas Saga berada di dapur. Aku mengerutkan kening mendapati dirinya sedang memasak.
"Mas masak?"
Dia tersenyum, mengisyaratkan agar aku mendekatinya. Saat sudah berada di sampingnya dia memeluk pinggangku sedangkan tangannya yang lain dia gunakan untuk mengaduk sayuran.
"Kasian liat kamu pulang kerja pasti ke capean, jadi Mas kepikiran buat masak," ujarnya mengelus pinggangku.
"Aku ga cape, Mas. Sini aku gantiin kamu masak," ucap ku tapi Mas Saga langsung menghalangiku saat aku akan mengambil alih masakannya.
"Kamu duduk aja, ini tinggal sayurnya yang belum masak."
"Tapi Mas.."
Mas Saga mengecup keningku. "Duduk sayang," ujarnya menyuruh aku agar menunggunya di meja makan.
"Yaudah, aku bantuin bawa ini aja ke meja," kataku membawa sepiring ayam kecap ke meja sebelum Mas Saga akan kembali menegurku.
Sampai makanannya sudah tersaji semua kami pun makan dengan keadaan tenang. Ku akui, masakan Mas Saga sepertinya lebih enak daripada masakanku sendiri. Selesai makan aku tidak lupa membersihkan piring kotor yang kami pakai, karna Mas Saga tidak ingin berdiam diri akhirnya kami berdua yang mencuci piring.
Kami masuk ke kamar setelah semua selesai, seperti sebelum-sebelumnya aku akan memakai step skincare malamku terlebih dahulu juga mencuci muka. Tapi, saat ini aku sedang berada di dalam kamar mandi, ragu-ragu untuk keluar. Ragu dengan keputusanku sudah benar atau tidak, tapi teringat dengan perkataan Disha tadi semakin membuat jantungku berdegup kencang.
"Bayangin, Ra. Karna ga dapat jatah, suami lo malah jajan di luar sama lo ga kasian ke dia? kalian aja jaraknya jauh padahal baru pengantin baru, masa di kasi jatah aja belum."
Sungguh perkataan Disha terus saja berputar di otakku, sebenarnya membayangkan itu semua saja sudah membuat aku takut bercampur marah, apalagi kalau Mas Saga nanti sampai seperti itu. Jadi, aku putuskan untuk memakai pakaian yang mungkin orang-orang sering sebut baju dinas. Sudah sekitar 10 menit aku berdiam diri di kamar mandi, sampai Mas Saga mengetuk pintu dari luar membuat lamunanku buyar.
Tok tok
"Sayang, kamu gapapa di dalam? Kenapa lama sekali belum keluar?"
Aku terperanjat kaget tapi buru-buru ku menyahut. "I-iya Mas, ini mau keluar," sahutku terbata-bata.
Aku mengambil nafas sebelum memutar kenop pintu dan membukanya, tapi sebelum itu aku mengintip keluar yang ternyata Mas Saga sudah tidak berada di depan pintu.
Aku berjalan pelan sampai Mas Saga tidak menyadari keberadaan ku, yang sudah berada di atas kasur sambil bermain ponsel.
"M-mas..."
Aku menahan nafas saat memanggil Mas Saga, gugup, malu, takut bercampur menjadi satu saat ini. Jantungku juga berpacu dengan cepat.
"Kenapa sa...yang?"
Ku lihat Mas Saga tampak kaget saat menoleh padaku.
"Aku udah siap..."