Demi bakti ku kepada Ayah aku bersedia memenuhi keinginannya untuk menikah dengan lelaki pilihan Ayah ia juga alah satu orang kepercayaan Ayah, namun kini ia membawa mawar lain masuk kedalam rumah tangga kami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EVI NOR HASANAH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Dua
****
Hendra Mahesa
Sesampainya di rumah tidak bukan rumah lebih tepatnya istana ya istana atau mansion.
Hendra segera membersihkan tubuhnya saat ia membuka kemeja yan sebenarnya berwarna putih namun sudah tak karuan lagi warna nya, ia mendengar suara dentingan benda yang terjatuh di lantai kamar mandi miliknya.
Ting..
Ia segera mengambil benda tersebut dan menatapnya, kalung sebuah kalung bertuliskan nama seseorang.
"Ambar? Jadi nama wanita itu Ambar? Hm... Kamu benar-benar akan Menjadi milik ku bahkan takdir pun menyetujuinya" ucap Hendra tersenyum.
Ia segera membersihkan tubuhnya kalung bertuliskan nama Ambar tersebut ia letakan di meja dekat dengan lemari pakaiannya atau lebih cocok di sebut walk in closet.
Hendra segera memakai pakaian santainya seperti kaos dan boxer saja ia segera merebahkan dirinya sebentar untuk mengusir rasa kantuk.
Sebenarnya ini bukan yang pertama namun setelah menghirup aroma wanita tersebut entah mengapa Hendra merasakan tenangan dan kedamaian sehingga ia lebih cepat untuk memejamkan mata.
Lain hal nya dengan Hendra sesampainya di rumah Ambar langsung membersihkan dirinya dan melaksanakan kewajibannya yaitu sholat subuh, setelah selesai sholat subuh ia pun mematut dirinya di depan cermin meja rias miliknya.
Ia pun sangat terkejut karena kalung yang jadi satu-satunya peninggalan ayahnya hilang terlepas dari lehernya, ia mencoba mencari ke seluruh ruangan yang berada di kamarnya namun nihil.
"Bik nanti tolong bantu cari kalung aku yang dulu ayah belikan ya, Bibik tau kan kalungnya seperti apa?" ucap Ambar pada Bik Inah.
"Inggih non nanti Bibik bantu cari ya" ucap Bik Inah sembari meninggalkan Ambar di meja makan.
Padahal Ambar sering sekali mengajak semuanya untuk makan bersama di meja makan namun ada saja alasan mereka untuk menolak.
****
"Mas kamu yakin kita mau tinggal di sini? Sempit banget loh ini nggak seperti rumahnya Ambar" ucap Clarissa memindai ruangan apartemen milik Seno.
"Sabar dulu ya nanti kalau gaji aku udah keluar kita pasti cari temat yang lebih luas" ucap Seno menenangkan Clarissa sembari menggendong Diva.
Setelah menidurkan anaknya Seno bergegas membersihkan diri ia sudah menghubungi seseorang untuk membereskan barang-barangnya, setelah membersihkan diri Seno langsung merebahkan tubuh nya di sebelah Diva yang berada di tengah- tengah antara dirinya dan Clarissa. Sedangkan Clarissa sendiri ia sudah terbuai mimpi.
Seno menatap lekas wajah bayi mungilnya ada sedikit keraguan dari hati Seno yang mengatakan jika itu bukan anaknya, namun dengan cepat Seno menepis perasaan itu.
Ia percaya jika Clarissa tidak pernah membohonginya.
Keesokkan harinya Seno sudah bersiap dengan pakaian kantornya, ia juga sudah memandikan Diva dan memberinya susu yang kini Clarissa yang menggendong Diva.
"Aku berangkat ya nanti ada mbak Lis yang akan membersihkan barang-barang kita" ucap Seno sembari mengecup kening kedua wanita kesayangannya.
Ia segera melangkah kan kaki menuju ke area parkiran apartemen, ia melajukan kendaraan nya menuju ke tempat di mana ia bekerja.
Di ruangan Ambar.
"Rendi jam berapa kita rapat dengan perusahaan Mahesa?"
"Jam sepuluh pagi kak"
"Tolong kosongkan jadwal ku pagi ini aku ingin tidur sebentar aku sangat mengantuk" ucap Ambar memberi perintah.
"Ha? O oke.."
Rendi kini sudah memanggil Ambar dengan sebutan kakak begitu juga dengan Alfa ini adalah panggilan bersyarat yang mereka ajukan jika hanya berdua saja, jika di luaran orang pasti akan mengira mereka hanya sebatas bawahan dan atasan saja.
Rendi pun menuruti permintaan Ambar untuk mengosongkan jadwalnya pagi ini, sebelumnya ia juga heran mengapa Ambar sampai tidak tidur semalam? Padahal kakaknya itu bukan lah tipikal orang yang dengan seenaknya begadang.
Meski Ambar penyuka drakor ia akan tetap konsisten dengan aturannya sendiri, nantilah Rendi akan bertanya setelah Ambar bangun.
Tit.. Tit... Tit..
Alarm yang di stel Ambar tepat jam delapan ia segera bangun dan membersihkan diri di kamar pribadi yabg ia sediakan di dalam ruangannya, bahkan Seno saja tidak mengetahui jika di ruangan tersebut ada kamar pribadi. Hanya Rendi dan OG yang sudah sangat lama bekerja di perusahaan ini yang tau.
Setelah selesai Ambar memutuskan untuk keluar sebentar dari kantornya ia ingin membeli kopi latte kesukaannya di cafe tempat biasa ia bertemu dengan kliennya.
Kurang lebih tiga puluh menit perjalanan yang di tempuh oleh Ambar akhirnya ia sampai di cafe, ia segera turun dan memasuki cafe.
Ia langsung memesan kopinya tanpa duduk terlebih dahulu ia menunggu di dekat meja kasir, selama ia menunggu ia melihat pasangan kekasih yang sedang bergantian menyuapkan makanan mereka.
Hingga Ambar menyadari jika pasangan itu tidaklah asing untuk Ambar, Clarissa dan pacarnya ia bener.
Dan lelaki itu Ambar seperti pernah melihat tapi ia lupa, kopi pesanannya sudah selesai ia segera meninggalkan cafe tanpa menegur sepasang kekasih yang sedang kasmaran itu.
Ia segera melajukan mobilnya menuju ke tempat ia bekerja, Ambar terus memikirkan di mana ia pernah melihat lelaki yang bersama dengan Clarissa hingga ia menabrak tubuh seseorang.
Brukk...
Kopi yang di bawa oleh Ambar tumpah dan mengenai jas pria yang ia tabrak tadi.
Ambar merutuki kecerobohannya dan ia segera meminta maaf.
"Ma maaf tuan saya tidak sengaja" ucap Ambar tanpa melihat wajah pria yang ia tabrak.
Tubuh pria itu sangat lah tinggi untuk Ambar yang bertubuh mungil, tinggi Ambar hanya sebatas bahu pria asing tersebut.
Pria yang di tabrak oleh Ambar hanya diam ia sedang mengingat sesuatu hingga akhirnya Ambar pergi meninggalkannya.
"Suaranya mengapa tidak asing? Ah sudah lah kamu hanya sudah merasa nyaman dengan wanita semalam" ucap Hendra dalam hati.
Hendra segera melepas jasnya yang tidak terlalu basah namun masih ada sedikit noda, ia segera memberikan jas tersebut pada asistennya untuk segera di cuci.
Hendra memasuki ruang tunggu yang memang disediakan oleh perusahaan Ambar, Hendra sengaja datang lebih awal dari perjanjian meeting dengan perusahaan Ambar.
"Maaf pak ruang meeting sudah siap mari saya antar" ucap Rendi.
Hendra dan asistennya segera mengikuti Rendi menuju ke ruang meeting yang ternyata di dalam ruang meeting tersebut sudah ada wanita yang menabraknya tadi, ternyata wanita itu adalah pemilik dari perusahaan tempat meeting Hendra.
"Silahkan tuan" ucap Ambar sembari mempersilahkan kliennya duduk.
Ambar segera menghampiri mejanya sendiri sembari menunggu anggota yang lain tidak samapi sepuluh menit anggota rapat sudah datang semua, Ambar segera memulai rapatnya.
Di dalam rapat ada seorang pria yang sama sekali tidak fokus pada rapat tersebut, ia hanya fokus terhadap suara seorang wanita yang sedang memimpin rapat dan mempresentasikan bahan meeting kali ini.
Hendra terus saja menatap pada wajah Ambar tidak berpaling apalagi sampai berkedip, hingga Hendra di sadarkan oleh seseorang yang menggoyangkan bahunya.
"Tuan maaf nona AC bertanya pada anda" tegur asisten Hendra.
Hendra langsung terfokus pada wajah Ambar yang menanyakan bahwa ia setuju atau tidak, sebenarnya Hendra bingung apa yang harus di jawabnya tapi setelah ia memandangi seluruh anggota rapat sepertinya mereka hanya tinggal menunggu jawaban dari dirinya saja jadilah mau tak mau Hendra mengatakan bahwa ia setuju.
"Nanti jelaskan lagi pada ku apa isi rapat ini" bisik Hendra pada asistennya.
Raka asisten Hendra bingung tidak biasanya bosnya ini tidak fokus mengikuti rapat, biasanya Hendra lebih memilih membatalkan rapat jika. Ia sedang tidak mood tapi mengapa sekarang malah seperti ini? Raka hanya mengangguk sebagai tanda bahwa ia mengerti.
Setelah selesai rapat semua anggota menyalami Ambar untuk sekalian berpamitan meninggalkan ruangan rapat mereka hari ini, tidak terkecuali Hendra ia pun menyalami Ambar. Lagi-lagi ia merasakan darahnya berdesir teringat saat ia memeluk tubuh wanita yang semalam dengannya. Bahkan Hendra melihat telapak tangan nya yang tadi ia gunakan untuk bersalaman dengan Ambar.
"Anda sangat berbakat nona AC saya senang bisa bekerja sama dengan anda" ucap Hendra sembari menyalami tangan Ambar kembali untuk memastikan sesuatu.
Ambar pun tidak sungkan untuk menjabat tangan Hendra kembali.
Mereka meninggalkan ruangan rapat, Ambar mengantar Hendra hingga sampai di lobi kantor, Hendra menunggu asistennya yabg sedang mengambil mobil di basemen.
Tak lama mobil Hendra datang ia pun segera masuk kedalam mobil dan meninggalkan perusahaan nona AC.
Di dalam mobil Hendra terus saja memandangi telapak tangannya ia yakin rasa ini sama seperti saat ia memeluk tubuh wanita semalam.