Yovandra Askara, seorang duda beranak satu. Dia merupakan seorang CEO muda perusahaan Yovan Group. Tak pernah Yovan berpikir untuk kembali menikah, tetapi putra nya terus meminta ibu darinya.
Sampai akhirnya, putranya mengenalkannya pada seorang janda cantik yang merupakan ibu dari teman sekolah putranya. Yovan mengenal wanita itu, dia bernama Aletta Safira. Cinta pertama Yovan saat duduk di kelas dua SMA. Namun, sangat di sayangkan. Aletta memiliki trauma terhadap pernikahan, dia hanya ingin fokus terhadap putrinya saja.
Putri Aletta yang bernama Qiara Alzena mengagumi sosok Yovan menjadi Papa nya. Begitu pun dengan putra Yovan, dia mengagumi Aletta menjadi ibunya.
"Kau mau mama ku kan Altap?" Seru Qiara pada seorang bocah bernama Altaf Askara, yang tak lain putra dari Yovan.
"Iya." Jawab Altaf dengan mengangguk polos.
"Ada catu cala bial kau dapat mama ku, dan aku dapat papa mu." Bisik Qiara.
"Calana?"
"Meleka halus nikah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjenguk Papa Abian
Yovandra berjalan di belakang Nadia, ibu sambungnya itu akan membawa nya menemui sang papa. Tubuh Yovandra sedikit tegang, sehingga pria itu memasang raut wajah dinginnya. Sementara kedua bocah menggemaskan yang mereka bawa, sedang ada bersama Zion.
Langkah Nadia berhenti di depan sebuah kamar, lalu wanita itu membuka pintu tersebut dengan perlahan.
"Masuklah, mungkin sekarang Papa mu sedang istirahat." Ujar Nadia mempersilahkan Yovandra untuk masuk.
Perlahan, Yovandra melangkah lebih dekat ke arah pintu. Saat dia akan memasuki kamar tersebut, tiba-tiba langkahnya terhenti ketika matanya menangkap sang papa yang sedang terbaring di ranjang dengan masker oksigen di mulutnya. Hati Yovandra terasa tercubit ketik melihat kondisi lemah Abian.
"Kondisi papa sudah membaik, tapi nafasnya masih sulit. Papa mu itu ngeyel, gula darahnya tinggi masih aja selalu makan permen buatannya. Dia bilang, rindunya padamu terobati ketika dia memakan permen buatannya itu." Celetuk Nadia dengan suara lirih.
Jantung Yovandra berdegup sangat kencang. Sejenak, dia menetralkan lebih dulu dengan jantungnya saat ini. Namun, tiba-tiba saja dia merasakan tangan lembut seorang wanita yang menggenggam tangannya.
"Jangan khawatir, aku disini." Bisik Aletta yang mana membuat Yovandra akhirnya kembali melangkah mendekati Abian.
Yovandra menghentikan langkahnya ketika dia sampai di tepi ranjang, pria itu menatap lurus ke arah Abian yang masih memejamkan matanya.
"Mas, lihat siapa yang datang." Ujar Madia sembari mengusap pelan kepala suaminya.
Perilaku Nadia tak lepas dari pandangan Yovandra. Ibu tirinya itu tampak sangat menyayangi sang Papa. Apakah, penilaiannya pada ibu tirinya selama ini salah? Apakah Nadia benar-benar wanita yang sangat tulus?
"Eum." Abian mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Lalu, pria paruh baya itu menyipitkan matanya saat melihat sang putra ada di hadapannya.
"Sayang, sepertinya aku kurang tidur. Masa, aku melihat putraku ada disini. Hahaha ... mana mungkin dia kesini." Abian mencoba untuk bercanda pada istrinya. Dia masih menganggap kedatangan Yovandra hanyalah mimpi nya semata.
"Mas, dia Yovan. Putramu datang untuk menjengukmu." Ujar Nadia sambil tersenyum lebar, membuat Abian yang tadinya tersenyum seketika melunturkan senyumnya. Matanya beralih menatap Yovandra dengan terbelalak lebar.
"Ka-kau kesini nak? Kau menjenguk papa." Seru Abian dengan suara bergetar.
melihat Yovandra yang hanya diam saja. Aleta pun reflek menyenggol lengan suaminya. Hal itu, membuat tatapan Yovandra beralih pada istrinya.
"Sana." Bisik Aletta.
Perlahan, Yovandra pun mendekat, dia duduk di tepi ranjang agar mudah baginya dekat dengan sang papa. Nadia membantu Abian untuk duduk, dia menyanggah tubuh lemah suaminya itu dengan batal di belakang punggungnya. Tangan Abian meraih masker oksigennya, dia ingin melepas masker oksigennya itu.
"Jangan." Reflek, Yovandra menahan tangan Abian yang ingin melepas masker oksigennya.
Melihat ayah dan anak itu, membuat Nadia memutuskan untuk mengajak Aletta keluar sebentar. Dia ingin memberi ruang untuk ayah dan anak itu saling berbicara. Aletta pun mengerti kode Nadia, dia segera mengikuti Nadia yang keluar dari kamar itu.
"Haah ... Tante lega banget, akhirnya suami kamu mau datang kesini. Terima kasih yah," ujar Nadia pada Aletta yang berjalan di sebelahnya.
"Semuanya murni karena keinginan Mas Yovandra sendiri Tan. AKu hanya membuatnya memenangkan kata hatinya, bukan egonya." Sahut Aletta.
"Tapi tetap saja, kau juga punya andil membuat Yovandra mau kesini. Kau tahu? Ini pertama kalinya Yovandra datang ke mansion ini," ujar Nadia dengan semangat.
"Oh ya?" Seru Aletta dengan tatapan tak percaya.
Nadia mengangguk sembari tersenyum. Dia merasa, dirinya seperti cocok berbincang dengan Aletta. Wanita Paruh baya itu merasa. jika Aletta adalah wanita yang baik dan tulus.
"Iya, Yovandra itu orangnya sangat keras kalau kata Mas Abian. Egonya tinggi, sama kayak papa nya. Jadi, kita sebagai istri mereka harus banyak sabar." Tetang Nadia dengan sedikit candaan.
Aletta terkekeh pelan, "Benar," ujarnya.
Keduanya sampai di ruang keluarga, Nadia mempersilahkan Aletta duduk di sofa. Beberapa pelayan pun menyiapkan makanan dan minuman untuk mereka. Keduanya hanya mengobrol, tanpa harus sibuk yang lain
"Tante Juga gak menyangka kalau Yovandra akan menikah lagi. Setelah bercerai dengan Anna, kata Zion dia lebih sering menyibukkan dirinya dengan bekerja. Altaf sering meminta Mama, membuat Yovandra jadi gampang emosi." Ujar Nadia sembari duduk di sebelah Aletta.
Aletta penasaran dengan kisah Yovandra, dia pun bertanya mengenai kisah pernikahan pertama suaminya itu.
"Kalau Letta boleh tahu, bagaimana kehidupan pernikahan Mas Yovan dengan Kak Anna?" Tanya Aletta.
"Eh kamu kenal Anna?" Tanya Nadia dengan tatapan tak percaya. Nadia pikir, Aletta tak kenal dengan Anna.
Aletta mengangguk sembari tersenyum, "Dia kakak kelas Aletta dulu pas masih sekolah, sama seperti Mas Yovan." Jawab Aletta.
Nadia mengangguk pelan, dia mengambil bantal sofa dan meletakkannya di pangkuannya. Wanita paruh baya itu memandang kuris ke depan sembari menerawang tentang kehidupan Yovan dulu.
"Tante gak tahu pasti bagaimana pernikahan mereka. Tapi yang jelas, Yovan seperti tak menikmati pernikahannya. Tapi, setelah Altaf lahir. Yovan berubah menjadi pria yang lebih baik, dimana dia lebih perhatian pada Anna. Namun, saat Altaf berusia beberapa bulan. Tiba Tiba, Anna meminta untuk melanjutkan karirnya sebagai model."
"Tentu saja, Yovandra menolak. Dia meminta Anna untuk memilih, apakah wanita itu lebih memilih keluarganya ataukah karirnya. Sayangnya, Anna memilih karirnya. Mereka pun bercerai. Sejak itu, Yovandra sendiri yang membesarkan Altaf. Tante juga turut sedih atas kandasnya pernikahan Yovan. Tapi, saat mengetahui Yovandra menikahi kamu. Tante jadi merasa bersyukur,"
"Kenapa? Bukankah Kak Anna berasal dari keluarga kaya? Sedangkan aku, berasal dari keluarga sederhana" Bingung Aletta.
Mendengar itu, Nadia menunduk. "Bahagia tak semuanya tentang harta. Sikap Anna, menurut tante ... tidak sebaik kamu. Pertemuan pertama kami saat Altaf lahir, tapi sepertinya Anna tidak menyambut kami dengan baik." Lirih Nadia.
Aletta tak mengerti dengan maksud Nadia pada kalimat tidak 'menyambut dengan baik.' Dia ingin bertanya, tetapi rasanya dia sudah banyak bertanya sejak tadi.
Sementara itu, di taman belakang. Tampak Qiara sedang mengejar sebuah kelinci yang berukuran lumayan besar. Kelinci itu berwarna putih, dia melompat menjauh untuk mengindari kejaran Qiara.
"BUNTELAAAANN!! JANAN LOMPAT TELUUSS!! KULUS NANTI BADANMU!!" Seru Qiara.
Sementara Altaf, dia sedang duduk bersantai dengan kelinci berwarna hitam di pangkuannya. Berbeda dengan kelinci Qiara, kelinci yang ada pada Altaf tampaknya sangat penurut.
"NAH!! DAPET!!" seru Qiara.
Qiara mendudukkan dirinya di rumput, lalu anak itu mendudukkan kelinci tersebut di pangkuannya dan mengelusnya pelan.
"Buluna putiihh ... seputih halapan bangca." Celetuk Qiara.
Qiara gemas dengan kelinci itu, dia menggigit telinga kelinci yang sedari tadi bergoyang ke sana dan kesini.
"HEEE!! JANAN DI GIGIITT!!" pekik Altaf dengan panik setelah melihat apa yang Qiara lakukan
"Gemas kali lacana. Mau ku bawa pulang pokoknaaa!!"
"GAK BOLEEEHH!!"
Altaf dan Qiara tersentak kaget, keduanya langsung menoleh ke arah pintu. Terlihat di sana, berdiri seorang anak laki-laki dengan kulit berwarna putih pucat. Rambutnya pun berwarna putih, membuat kedua bocah itu membulatkan matanya.
"Itu patung baju golden di mall kemalin ci? kenapa ada dicini? Bica ngomong juga lagi." Gumam Qiara.