Di balik suami yang sibuk mencari nafkah, ada istri tak tahu diri yang justru asyik selingkuh dengan alasan kesepian—kurang perhatian.
Sementara di balik istri patuh, ada suami tak tahu diri yang asyik selingkuh, dan mendapat dukungan penuh keluarganya, hanya karena selingkuhannya kaya raya!
Berawal dari Akbar mengaku diPHK hingga tak bisa memberi uang sepeser pun. Namun, Akbar justru jadi makin rapi, necis, bahkan wangi. Alih-alih mencari kerja seperti pamitnya, Arini justru menemukan Akbar ngamar bareng Killa—wanita seksi, dan tak lain istri Ardhan, bos Arini!
“Enggak usah bingung apalagi buang-buang energi, Rin. Kalau mereka saja bisa selingkuh, kenapa kita enggak? Ayo, kamu selingkuh sama saya. Saya bersumpah akan memperlakukan kamu seperti ratu, biar suami kamu nangis darah!” ucap Ardhan kepada Arini. Mereka sama-sama menyaksikan perselingkuhan pasangan mereka.
“Kenapa hanya selingkuh? Kenapa Pak Ardhan enggak langsung nikahin saya saja?” balas Arini sangat serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1. Benarkah Ada Rahasia?
Sekitar pukul setengah enam, alarm wajib Arini bunyi. Bukan sebuah beker, atau alarm dari gawai canggih lainnya. Melainkan mulut mertua maupun iparnya yang sangat berisik. Iya kalau hanya berisik karena heboh. Setiap ucapan mereka selalu lebih tajam dari pedang perang yang bisa mematahkan leher hanya dengan satu kali hantaman. Selain itu, ucapan mereka juga sangat panas dan kerap membuat Arini kelimpungan.
Andai bukan menantu yang harus selalu patuh kepada mertua. Andai bukan kakak ipar yang harus selalu sayang kepada adik ipar, sudah Arini bantin*g keduanya sejak lama.
“Jam segini tutup saji isinya bersih. Punya menantu, tapi enggak berguna. Dikiranya mertua sama ipar bahkan suaminya bakalan kenyang kalau makan angin?” itu suara ibu Minah, mama mertua Arini.
“Ya ampun, Ma ... air di galon juga tinggal setengah gelas. Lihat, beneran cuman tinggal segini. Padahal aku haus banget!” Itu suara Messi, adik ipar Arini. “Mbak Arini ya. Sengaja banget dia bikin kita mati karena kekurangan gizi, biar dia bisa menguasai gaji mas Akbar!”
“Emang enggak waras tuh Arini. Jadi menantu, hidup numpang, enggak tahu diri banget! Masak enggak, ... beli galon pun mager!” timpal ibu Minah terdengar makin emosi.
“Lagian, kenapa juga Arini masih di sini? Bukannya mas Akbar sudah punya–”
“Sttt, ... jangan keras-keras. Itu rahasia Messi! Nanti kita enggak bisa makan enak lagi!”
Mendengar itu, Arini refleks menghela napas pelan sekaligus dalam sambil lanjut memakaikan sepatu kaki kanan Akbar sang suami. “Ya Allah, ... semoga mama mertuaku sekaligus adik iparku segera dapat hidayah. Kesengat tawon segede gajah apa gimana. Cukup bibirnya yang kesengat biar tuh bibir pada jedor dan mereka enggak asal mangap ngomong enggak jelas. Jelas-jelas tiga bulan ini, Mas Akbar kena PHK. Dan selama tiga bulan juga, Mas Akbar enggak pernah kasih uang sepeser pun. Malahan aku yang kerja jadi tulang punggung. Yang kasih makan di keluarga ini beneran aku. Dari kerja, mengolah, semua aku. Karena mama mertuaku tipikal orang melarat, tapi gayanya ningrat! Apalagi si Messi adik iparku. Hobinya pacaran, terus ngaku-ngaku rumah gedong depan sebagai rumahnya. Aih ... pokoknya kalau diceritakan, patung Roro Jonggrang bahkan bisa balik jadi orang!” batin Arini.
Memakaikan pakaian lengkap hingga sepatu, memang sudah menjadi kebiasaan Arini kepada Akbar. Semua itu Arini lakukan sebagai baktinya sebagai seorang istri. Walau aslinya Arini tipikal bar-bar anti ditindas, demi menjadi istri yang baik untuk Akbar, Arini selalu menyikapi kedua alarm di rumah Akbar, dengan sangat sabar.
“Semoga hari ini Mas bisa dapat kerja, biar ada yang bisa dimasak, ya, Mas. Soalnya kalau nunggu aku gajian lagi, ya sama saja harus nunggu bulan depan. Sementara bulan depan itu masih dua minggu,” ucap Arini merasa putus asa.
PHK mendadak yang Akbar alami, memang membuat kehidupan mereka kacau. Bukan hanya mereka yang jadi kerap kelaparan. Karena Arini dan Akbar juga sengaja menunda momongan. Arini yang nyaris enam bulan Akbar nikahi, tak tega jika suaminya bekerja sendiri. Arini memutuskan untuk bekerja di sebuah perusahaan sebagai cleaning service. Selain itu, tuntutan dari kedua alarm Akbar agar Arini tidak jadi benalu mereka, juga membuat Arini tidak tahan lama-lama di rumah.
“Lebih baik kerja, capek tapi dapat uang, dan bisa cuci mata karena bisa keluar dari rumah. Daripada di rumah, cuma direcokin dan selalu dipaksa bun ih diri secara halus oleh mertua sama ipar!” batin Arini yang kemudian menengadah. Tak disangka, sang suami yang duduk di pinggir tempat tidur mereka, justru tengah senyum-senyum sendiri.
Kedua mata Akbar asyik memandangi layar ponsel yang menyala. Akbar tampak sangat bahagia dan tengah sibuk mengetik di ponsel, layaknya orang yang dimabuk cinta. Tak ada tanda-tanda putus asa apalagi sedih dari seorang Akbar. Padahal setelah diPHK, mereka jadi sering serba kekurangan.
“Mas ...?” lembut Arini. Terpikir olehnya, jangankan tersinggung apalagi sedih karena alarm di luar sana. Mikir saja sepertinya tidak.
Karena tak kunjung mendapat respons dari sang suami, Arini justru sengaja membiarkannya. Arini sengaja membuat semuanya mengalir bagaikan air tanpa menegur apalagi marah. Karena jika yang ada begitu, mereka pasti ribut.
Akbar yang sepertinya memang tak mendengar ucapan Arini, bergegas mengecas ponselnya. Akbar meninggalkan ponsel bagusnya itu di meja kayu kecil tak jauh dari tempat tidur.
Sambil memakai lipstik yang isinya nyaris tak tersisa, hingga ia harus menggunakan lidi untuk mengambilnya. Arini jadi bertanya-tanya. “Mas Akbar yang di—PHK, tapi kenapa kesannya hanya aku yang pusing dan repot, ya? Mas Akbar bukannya sedih apa minimal murung, malah makin necis, wangi, mirip abg lagi puber,” batin Arini yang berinisiatif mengecek ponsel sang suami.
Selain setiap hari jadi sibuk main ponsel dan alasannya sedang cari loker alias lowongan kerja. Masa bukannya murung, si Akbar jadi mirip orang kasmaran?
“Deg!” Jantung Arini seolah berhenti berdetak, sebelum akhirnya kembali bekerja dan menjadi makin cepat. “Sejak kapan mas Akbar pakai sandi di hapenya. Ini sandinya apa? Tanggal lahirnya, kah? Tanggal lahirku? Eh ... enggak ada yang bener,” panik Arini dalam hatinya.
Tak mau ketahuan telah berusaha membuka ponsel suaminya, Arini bergegas kembali ke depan lemari pakaiannya. Ia lanjut siap-siap memakai hijab, sebelum kembali lanjut memoles bibir tipisnya dengan sisa lipstik. Karena sebentar lagi, ia juga harus berangkat kerja.
“Mas, ... nanti kita makan enak lagi ya. Di tempat yang kemarinnya lagi ya. Soalnya di sana lebih enak loh, Mas. Lihat tuh, si Arini enggak masak apa-apa. Pagi ini alamatnya kita kelaparan.” Rengekan manja dari Messi barusan dan mendadak membuat Akbar maupun ibu Minah kompak menghentikannya, membuat Arini terdiam lemas.
Di depan cermin lemari pakaian terbilang kusam, Arini menatap pilu pantulan bayangannya. Ia yang memakai lipstik saja belum beres karena masih harus diratakan menggunakan potongan lidi, berpikir. Apakah dirinya telah melewatkan sesuatu dan itu fatal? Kenapa Akbar dan ibu Minah seolah menyembunyikan rahasia, sementara Messi terus keceplosan?
Juga, kenapa meski di—PHK, suaminya justru makin menjaga penampilan? Suaminya makin necis bahkan wangi. Selain itu, masa iya tiga bulan mencari pekerjaan, tetap tidak ada hasilnya? Minimal jika bukan posisi tinggi, posisi remahan juga tidak apa-apa. Terlebih sebelumnya, Akbar hanya seorang OB di sebuah kantor terbilang besar.
“Masa iya mas Akbar selingkuh sama wanita kaya? Halu banget ... mirip novel online! Lagian masa iya, ada wanita kaya yang mau kasih hidup enak secara cuma-cuma ke suami orang yang bahkan statusnya mantan OB?”
****
(Buat yang baca sebelum cerita ini tamat, apalagi baru mulai up awal bab, TOLONG JANGAN NUMPUK BAB. DALAM ARTIAN, SUDAH BACA HARUS BACA SETIAP EPISODE YANG AKAN UPDATE SETIAP HARINYA. Jangan karena kalian masih banyak bacaan tamat, kalian lanjut baca cerita ini kalau sudah tamat. Kalau memang hobi kalian begitu, kalian bisa mengha*ancurkan nasib novel itu, nasib penulis, dan juga pembaca yang sudah setia baca tertib sekaligus rutin. Karena setelah kalian baca satu bab, akun kalian akan langsung menjadi bagian dari hitungan retensi. Kalian yang suka baca tumpuk bab lah yang selalu menghancu*rkan retensi penulis. Aku harap aku dijauhkan dari pembaca model hobi numpuk bab karena terlalu banyak bacaan. Mohon didahulukan baca cerita yang ongoing ketimbang tamat, jika kalian telanjur ngikutin on going. Itu bentuk apresiasi paling mahal di Noveltoon kepada penulis. Kalian enggak perlu dukung-dukung pakai yang lain, jika memang kalian terlalu pelit buat sekadar kasih like. Seolah habis kasih like kalian langsung kena kutil sekujur tubuh!
Tolong kerja samanya ya. Kasihan novel ini, kasihan ke aku, juga kasihan ke pembaca yang sudah setia. Karena kalau sampai gagal jauh banget, mohon maaf aku enggak bisa lanjut di sini.)
ga sadar baca nya, pikirjudul yg ini udh tamat.. ya wiss lah aku tunggu aja..kelanjutannya.
ya ampun PD amat grandong Akbar mw dikasih usaha sm ortu Kunti kill2 yg ad ortu Kunti kill2 mikir beribu² kali buat lakukan itu 😏😏😏 eee Kunti mes² kena karma lg 🤭🫣🫣
Semangat trs buat kak Rositi