Tidak pernah terbersit di pikiran Mia, bahwa Slamet yang sudah menjadi suaminya selama lima tahun akan menikah lagi. Daripada hidup dimadu, Mia memilih untuk bercerai.
"Lalu bagaimana kehidupan Mia setelah menjadi janda? Apakah akan ada pria lain yang mampu menyembuhkan luka hati Mia? Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Power Of Mbak Jamu. Bab 26
Kursi sofa berwarna pastel, Vano duduk menyilang kaki di sana. Dona yang baru turun dari tangga memandangi pria itu dari samping dengan bibir tersenyum, tanpa Vano tahu. Pria percaya diri tinggi itu yang selalu membuat Dona jatuh cinta.
"Untuk apa kamu datang kesini" ucap Dona ketus, kedua tangannya dia lipat di dada. Tetapi kali ini ketusnya hanya pura-pura karena dia yakin Vano akan mendekatinnya. Menggenggam tangan seperti biasa, lalu mengucap kata maaf.
Satu menit, dua menit, bukannya maaf yang Dona terima, tetapi tatapan mata tajam Vano membuat dadanya berdegup tak beraturan.
Yang Dona tunggu-tunggu pun akhirnya mendekat tetapi bukan membawa senyuman khas seperti biasa. Namun, otot mata Vano menegang dan alis tertarik ke bawah. Dona tahu jika Vano semakin marah.
"Van, kamu kenapa?" Dona pun akhirnya mundur. Namun, Vano menarik tangan Dona keluar rumah. Di depan garasi Vano melepas tangan Dona kasar.
"Masuk"
"Van, kenapa kamu kasar begini?" Dona pun akhirnya berteriak ketika Vano memaksanya masuk ke mobil.
Greeenggg...
Mobil melesat cepat, Vano menyetir dengan emosi penuh. Mungkin ini bentuk kekecewaan Vano dengan wanita yang selama ini dia puja tidak lebih dari seorang pembunuh.
"Van... berhenti Van! Aku belum mau mati Van" teriak Dona, sambil menjaga keseimbangan badanya yang membentur kanan kiri. Mobil pun melalui jalanan kecil dan semakin sepi.
Suasana gelap hanya terang karena sorot lampu mobil Vano mengerem mendadak.
Ciiiitttt....
Di hutan yang sepi Vano menghentikan mobilnya. Dia cengkram pintu mobil lalu lompat keluar, sebelum membukakan pintu untuk Dona. Dona yang hanya syok dengan apa yang Vano lakukan lagi-lagi ditarik ke luar.
"Van, untuk apa kita kesini Van..." Dona mengedarkan pandangan ke sekeliling tidak ada titik terang.
"Kenapa kamu takut Dona. Bukankah tempat seperti ini yang kamu inginkan? Malam ini kamu akan tidur di tempat ini, ditemani Ular, Macan, dan Singa yang akan menelan kamu hidup-hidup. Hahaha..."
"Van apa masutnya, aku mau pulang Van" Dona menubruk tubuh kekar Vano menenggelamkan wajahnya di punggung Vano. Tetapi Vano lepas tangan Dona.
"Kenapa kamu takut Dona, tidakkah kamu berpikir, bagaimana takutnya orang yang kamu sekap di dalam hutan, tetapi kamu tega melakukan itu.
"Apa maksudnya Van, aku nggak ngerti" Dona masih berusaha menyangkal, bahkan pura-pura memelas.
"Kemana kamu tadi siang Dona?" Tanya Vano membentak.
Dona terperangah, selama ini Vano selalu mengalah kepadanya bahkan tidak pernah membentak, tetapi kali ini berubah 180 derajat.
"Jawab Na! Kamu membayar bodyguard untuk menculik Mia, kamu menyuruh orang suruhan kamu untuk melecehkan Mia, bahkan kamu menyuruh membunuhnya bukan?!" Bentakan Vano menggema di tempat sunyi tersebut.
"Iya, dan ini gara kamu Van!" Dona tidak kalah membentak. Hal ini bukan membuat Dona introspeksi dan berusaha memperbaiki diri, tetapi justru semakin benci kepada Mia. Karena menurutnya, selama ada Mia perhatian Vano kepadanya berkurang.
"Aku benci kamu Vano... aku benci..." Teriak Dona sambil berjalan keluar hutan dengan pendar senter handphone.
Vano segera masuk ke mobil, dia pun akhirnya meninggalkan hutan tersebut mengendara dengan kecepatan sedang, tetapi sepanjang jalan kecil yang dia lalui tidak menemukan Dona.
Malam sudah larut, tiba di rumah, Vano menanyakan Mia kepada bibi. Bibi mengatakan bahwa Mbak Jamu sudah pulang dengan ojek jam sembilan tadi.
Vano hanya mengangguk lalu masuk ke kamar. Dia banting bokongnya di sofa menyugar rambutnya gusar. Kini dia merasa kesabarannya kepada Dona sudah hilang.
Mungkin hanya sampai disini perjalanan cintanya dengan Dona. Vano lalu ke kamar mandi sebelum akhirnya mengistirahatkan tubuhnya.
Kokok ayam dari kejauhan seakan berbisik ke telinga Vano. Pria itu pun akhirnya duduk terbangun. Di keheningnya malam yang sudah memijak pagi, Vano ambil air wudhu. Dia gelar sadjadah mengucap takbir menjalankan shalat istikharah. Dia minta petunjuk Nya, akankah Dona memang jodohnya? Jika iya, Vano hanya bisa menengadahkan tangan memohon kepada sang pencipta agar jalan hidup Dona yang sudah melenceng jauh bisa kembali lurus.
Dia biarkan begitu saja sadjadah di lantai, karena shalat subuh tak akan lama lagi. Vano pun membungkus tubuhnya dengan selimut melanjutkan tidur yang tertunda.
.
Hujan begitu deras, seorang pria menembus derasnya hujan. Badan basah kuyup dia masukan kedua tangan dalam saku jaket. Namun, rupanya tubuhnya tak kuat menahan dinginnya air hujan hingga menggigil kedinginan ketika tiba di rumah.
"Astagfirullah... Mase... Mase. Kalau tidak kuat kena air hujan itu tidak usah sok-sok-an main hujan-hujanan" Sambil ngomel-ngomel Mia menggosok kepala Vano dengan handuk. Setelah pakaian yang basah ia lucuci, lalu mengganti dengan kaos dan celana kolor. Mia balurkan minyak kayu putih ke dada dan telapak kaki.
Dengan mata terpejam, Vano menikmati sentuhan tangan lembut Mia.
"Sekarang sudah hangat kan, ini diminum teh jahe nya supaya badan Mase hangat dan tidak masuk angin"
Vano menatap teh di tangan Mia, dia ragu untuk meminumnya karena belum pernah yang namanya minum jamu.
"Jangan ragu Mase, tidak saya racun kok"
Vano ambil air jahe hangat tersebut lalu meneguknya. Dia merasakan nikmat dan hangat menyebar ke seluruh tubuh.
"Saya mau lagi Mia..." pinta Vano tetapi tidak ada jawaban.
"Mia..." Vano bangun dari tidurnya. Matanya mengerling ke seluruh kamar, tidak ada siapapun di tempat itu.
"Kenapa jadi Mia yang muncul dalam mimpiku?" Tanya Vano dalam hati. Vano turun dari tempat tidur lalu ke dapur. Suara blender yang awalnya samar-samar kini semakin terdengar.
"Bi, ada jahe nggak?" Tanya Vano, sudah berada di belakang bibi.
"Ada Tuan. Tuan mau minum teh jahe?" Tanya Bibi yang di angguki oleh Vano. Bibi membuat jahe yang sudah di ajarkan oleh Mia tadi malam.
"Saya antar ke kamar Tuan" Bibi ambil cawan meletakkan cangkir di sana.
"Biar saya bawa sendiri bi" Vano ambil minuman tersebut hendak membawa ke kamar.
"Bi, Mbak Jamu pagi ini ada rencana kemari tidak?" Vano yang sudah melangkah pun berhenti.
"Saya tidak tahu Tuan" Bibi bingung, hanya memandangi Vano yang sudah masuk ke ruang kerja untuk apa menanyakan Mbak Jamu.
Tak
Vano letakkan teh jahe di meja kerja, kemudian menyeruput sedikit. Dia rasakan jahe tersebut apakah sama seperti yang dia minum dalam mimpi tadi. Walaupun tidak sama, tetapi perutnya terasa hangat. Vano menyalakan komputer di temani teh jahe akan mengurangi pekerjaan. Namun, konsentrasi Vano pun menghilang. Bayangan Mia yang menggosok rambutnya dengan handuk dalam mimpi satu jam yang lalu seolah nyata.
"Gila, gila, gila..." gumamnya lalu keluar membuka pintu depan. Dia pakai sepatu olahraga, kemudian jalan-jalan di komplek. Yakni joging yang tidak direncanakan pun menambah kesibukan Vano pagi ini.
Sejauh mata memandang jalanan komplek yang mulai ramai banyak pejalan kaki yang sedang mencari keringat. Pandangan mata Vano tertuju kepada seorang wanita yang sedang menggendong jamu sambil menjinjing ember pun melintas.
"Mia..." Vano pun akhirnya berlari mengejar Mbak Jamu.
...~Bersambung~...