Alina tidak menyangka sahabat yang dia kira baik dan pengertian telah menghancurkan biduk rumah tangga yang telah di jalin Alina selama tiga tahun lamanya. Lenna adalah sahabat Alin. mereka berdua telah menjalin persahabatan sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. ternyata Lenna menyukai suami Alin sejak lama. Lenna merasa tidak adil kenapa Alin bisa mendapat seorang pria tampan dan kaya seperti Revan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dinni Iskandar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.23 Siapa?
Keesok paginya, Alina bangun lebih siang. Hari ini, ia nampak tidak bersemangat, wajahnya terlihat sedikit murung. Pasalnya, mertuanya akan datang kerumah.
"Sayang, mandi yuk!" ajak Revan, ia memeluk tubuh ramping istrinya dari belakang. Ia mencium tengkuk leher Alin. Tubuh Alin meremang seketika
"Mas" panggilnya. "Jangan sekarang ya, nanti pas kita lagi gituan, Mama dateng". Ia mencoba memberi pengertian kepada suaminya itu.
Dengan berat hati, akhirnya Revan mengiyakan ucapan istrinya. Lantas keduanya mandi bersama.
Setelah kurang lebih setengah jam, akhirnya pasangan suami istri itu menyelesaikan ritual mandinya. Jam menunjukkan pukul 08.15 menit
Segera menuju meja makan untuk menyantap sarapannya. Kali ini mbak Yati lah yang memasak, karena dengan sengaja Alina bangun siang.
"Mas, boleh gak, kalau aku buka usaha sendiri?" ucap Alin. Permintaan Alin Seketika membuat Revan menghentikan gerakan tangannya yang akan menyuapkan nasi kedalam mulutnya.
"Hm.. Tumben? Kenapa?" tanya Revan yang dipenuhi dengan tanda tanya besar.
"Ya, bosen aja, Mas. Aku gak punya kegiatan apapun. Cuma rebahan sama bermain ponsel aja?" jawabnya dengan wajah cemberut.
Tidak segera menjawab, Revan menatap wajah cantik istrinya, ia nampaknya tengah memikirkan permintaannya.
Sebenarnya, ia lebih suka jika isterinya itu berdiam diri saja dirumah. Namun, ia juga kasihan melihat istrinya yang bosan tanpa kegiatan apapun
"Ya udah, deh. Gak apa-apa kalau, kamu maunya gitu" Akhirnya ia mengiyakan permintaan Alin. Alin yang mendengar itupun langsung memeluk erat Revan dari samping.
"Makasih ya, Mas!" ucapnya dengan bahagia, ia juga memberikan cium mesra ke pipi Revan.
Revan ikut bahagia melihat istrinya bahagia, "Emangnya, kamu mau bikin usaha apa, Sayang?" tanyanya kemudian
"Aku, mau buka usaha butik, Mas"
"Oo.." Revan mengangguk pelan. "Ya udah, uangnya nanti buat modal, Mas tranfer ya. Semoga lancar ya, Sayang?"
"Iya, Mas" jawab Alin dengan senyum mengembang sempurna.
*****
Hari telah menjelang siang, Alina tengah sibuk dengan gawai ditangannya. Ia tengah duduk diruang keluarga. Ia tengah melihat-melihat lokasi tempat yang strategis diponselnya.
Sedangkan Revan sendiri, diam-diam tengah sibuk berkirim pesan dengan Lenna. Sesekali ia tersenyum.
"Mas!" panggil Alin tiba-tiba, yang membuat Revan sedikit terkejut, lalu dengan cepat tangannya menekan tombol tengah.
"Kenapa, Sayang?"
"Ini, liat deh" ia menujukkan layar ponselnya diwajah suaminya, "Menurut, Mas gimana?"
Revan tampak memperhatikan gambar sebuah toko yang ada dilayar ponsel isterinya.
"Kayaknya, kurang pas deh, Sayang!?"
"Ya, udah. Aku cari tempat yang lain deh" ucapnya. Ia kembali fokus pada layar ponselnya
Setelah beberapa saat kemudian, pintu bell berbunyi nyaring. kedua pasangan itu saling berpandangan, Alin berniat membukakan pintu, namun, sebelum ia benar-benar melangkah, aang asisten rumah tangganya telah duluan berlari kecil kedepan.
"Itu paati, Mama, Mas" ia menolehkan kepala kearah suaminya.
"Ya udah, kita kedepan yuk" kata Revan, ia beranjak dari duduknya, Lalu meraih tangan isteri untuk digandeng.
Keduanya melangkah menuju ruang tamu, disana sudah duduk seorang wanita setengah baya.
"Mama" ucap Revan dan Alin secara bersamaan. Keduanya mengulurkan tangan mencium tangan sang Mama secara bergantian.
"Ini, Mama, bawain cake untuk kalian" ucap sang Mama yang menyodorkan sebuah paper bag putih, yang katanya berisi cake.
"Makasih ya, Ma? jadi ngerepotin Mama" ucap Alin, menerima pemberian sang mertua. Mama Rita hanya mengangguk pelan.
Ketiga pun mulai berbincang, Alina hanya sesekali ikut bergabung obrolan ibu dan anak itu. Alin merasa canggung, apalagi perkataan sang mertua tempo hari.
"Mama, kemarin bertemu sama temen mu loh, Lin!?"
"Hah... Dimana Mama bertemu Lenna?" tanya Alin yang sejak tadi diam.
"Ditempat temennya Mama, ternyata dia, anak dari temen Mama"
"Oo.. Bisa kebetulan banget ya, Ma?"
"Iya, temen kamu itu, udah cantik, pinter, humble banget orangnya" ucap sang mertua yang menggebu-gebu menceritakan tentang sahabatnya itu
"Iya, Lenna juga orangnya asyik buat temen cerita, mana cantik lagi" ucap Revan tiba-tiba, yang membuat Alina seketika menoleh. Alin merasa Aneh dengan ucapan Suaminya barusan.
Baru sadar dengan ucapannya barusan, membuat Revan menjadi gugup. Mendapatkan tatapan tajam dari isterinya, membuat Revan gelagapan. "Ee... Ma-maksudku, dia emang orangnya baik kan?" ucapnya dengan wajah salah tingkah
Pasalnya, selama mengenal Revan. Alina tidak pernah mendengar suaminya itu memuji wanita lain selain dirinya. Membuat Alina merasa aneh.
"Kamu, gak perlu cemburu gitu dong sama temenmu itu?!" ucap sang mertua, terkesan membela Revan. "Lagian, apa yang dibilang suamimu itu bener kok"
Alina beristifar didalam hati. Ia menahan segala emosi didalam dadanya.
Setelah itu, suasana menjadi tampak canggung bagi Revan, hening. untuk beberapa saat tidak ada percakapan apapun diantara ketiganya.
"Mama, jangan pulang terlalu sore ya?" ucap Revan memecah keheningan, ia melirik kearah istrinya. Wajah Alina tampak menekuk
*****
Setelah kepulangan sang mertua, Alin berjalan mendahului Revan. Ia berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Revan yang masih berdiri didepan pintu.
Alina tampaknya kesal terhadap suaminya itu. "Aneh banget. Dia kenapa sih?" gumam Alin ketika sampai didalam kamarnya, lalu duduk dipinggiran ranjang
"Apa, dia suka sama Lenna?" batinnya, sebagai seorang istri, ia merasa cemburu ketika sang suami memuji wanita lain.
Tidak lama Revan muncul dari balik pintu, lalu menghampiri sang istri, tidak ada respon dari Alin. Ia masih bergeming
"Kamu, marah?" tanya Revan, ia mengambil duduk disamping istrinya. Ia mengenggam tangannya, lalu mengecup lembut belakang tangan Alin. "Perkataan, Mas , yang tadi gak ada maksud apa-apa kok, Sayang?" ucapnya membujuk Alin
Setelah diam beberapa menit, Alin melirik sinis kearah Revan, "masak?" ucapnya ketus. Revan menghela nafas pelan, Ia masih berusaha menjelaskan kepada Alin.
Pada akhirnya, Alin memaafkan Revan. "Ya udah lah, mungkin Mas Revan, emang gak ada maksud apa-apa" batinnya. "Lagian, cuma hal sepele doang" Ia berucap dalam hati.
******
Malam semakin pekat, malam ini cuaca cukup dingin. Rintik hujan mulai membasahi tanah.
Ting...
Gawai milik Alina berbunyi, ia tengah berbaring sendiri diatas ranjang king size dikamarnya, seperti biasanya Revan telah berada diruang kerjanya
Segera ia meraih gawainya, dahinya berkerut, melihat sang pengirim pesan tidak dikenali. Namun, karena penasaran, akhirnya ia membuka pesan dari nomor tidak dikenal itu
[Assalamualaikum... Gimana kabarnya]
Setelah membaca dari pesan nomor tidak dikenal, ia semakin penasaran. Karena tidak semua orang tahu nomor miliknya. Akhirnya, ia membalas pesan singkat itu.
[Walaikumsalam... Maaf, siapa ya?]
[Kamu, beneran udah lupa sama, aku?]
[Ia beneran, aku gak kenal sama sekali sama, kamu]
Setelah menunggu beberapa menit, namun belum juga ada balasan dari nomor asing itu. Membuat Alina semakin penasaran.
"Siapa ya?" ucapnya lirih. Ia mencoba mengingat, siapa yang pernah berteman dengannya dahulu.