"Kamu tidak perlu tahu bagaimana luka ku, rasa ku tetap milik mu, dan mencintai tanpa pernah bisa memiliki, itu benar adanya🥀"_Raina Alexandra.
Raina yatim piatu, mencintai seorang dengan teramat hebat. Namun, takdir selalu membawanya dalam kemalangan. Sehingga, nyaris tak pernah merasa bisa menikmati hidupnya.
Impian sederhananya memiliki keluarga kecil yang bahagia, juga dengan mudah patah, saat dirinya harus terpaksa menikah dengan orang yang tak pernah di kenal olehnya.
Dan kenyataan yang lebih menyakitkan, ternyata dia menikahi kakak dari kekasihnya, sehingga membuatnya di benci dengan hebat. padahal, dia tidak pernah bisa berhenti untuk mencintai kekasihnya, Brian Dominick.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mawar jingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
mulai lelah
"alam semesta tidak sedang buru-buru, tetapi aku terus tergelincir dalam arus kesepian. Meski angin tidak selalu membawa badai, tetap saja aku dalam hampa sendirian.🥀"
Segala hal hanya tentang waktu, entah apa pun itu. Tapi, pernah kah kamu merasa hidup tidak berarti apa-apa? Hanya terbiasa sendiri, bersama sepi. Tidak pernah ada hal yang menarik, selain tentang hampa, yang pada akhirnya membuatmu tidak bisa menolak.
Capek banget, harus terus baik-baik saja. Padahal, ada banyak sekali rasa yang tak pernah bisa terungkap dengan jelas. langsung intinya aja, fungsi dari diri kita sendiri sebenarnya apa sih? boleh tidak berhenti sebentar, tapi kesepian ku mengalahkan segalanya.
"kamu baik, kamu cantik, kamu hebat, kamu pintar, kamu kuat, kamu akan selalu jadi juara untuk ku, selamanya."ujar Brian dengan memeluk Raina.
Raina hanya terdiam saja, tubuhnya berdenyut merasakan sakit. Dia bahkan sudah tidak bisa lagi menangis, perasaannya begitu lelah. Dia tak ingin selalu merasa, tapi apa boleh buat, sesak di dada selalu ada bersamanya.
"kalau begitu ayo kita pergi bersama," kata Brian lagi, karena tidak mendengar apa pun dari bibir Raina. Sementara Raina segera menggeleng cepat.
"aku tidak bisa pergi dengan melihat mu seperti ini, kalau begitu, untuk apa kamu bersiap seperti ini jika tidak ikut bersama ku?" tanya Brian dengan bingung, ketika Raina sudah selesai membereskan segala barang miliknya. Dan Brian melihatnya, karena Brian berada di kamarnya.
"aku juga akan pergi, kita sama-sama pergi Brian. Tapi, aku tidak bisa berhenti merindukan mu." ujar Raina kali ini kedua matanya berair lagi. Segala hal yang berhubungan dengan Brian, Raina dengan mudah akan menangis.
"aku masih bisa melihat mu dari kejauhan saja, tidak bisa berhenti merindu, aku bahkan rela menatap mu dari kejauhan, untuk memuaskan rindu ku." sambungnya lagi, dengan menunduk.
"bagaimana kalau kamu sudah benar-benar jauh dari pandangan ku Brian? Apa aku masih bisa untuk tidak gila?" ujar Raina lagi dengan memeluk erat Brian.
"jangan bicara seperti itu, aku akan menjemput mu. Kita akan bersama lagi." kata Brian pelan, dengan tersenyum.
Itu adalah hari terakhir Brian dan Raina bertemu, sekaligus menghabiskan waktu bersama. Setelah hari itu, Raina bahkan tidak pernah mendapatkan apa pun, tentang Brian. Hanya saja, sesekali Rico masih menghubunginya untuk sekedar bertanya apa kabarnya.
Waktu berlalu begitu saja, Raina sudah memasuki semester ke lima masa kuliahnya. Dia juga sudah tidak lagi menghuni rumah lama, dia tinggal di rumah yang lebih dekat dengan kampus, sekaligus tempat kerjanya yang baru. Rumah yang dia tinggali sedikit lebih luas, dan juga lebih murah. Rupanya, rumah itu memang sengaja di siapkan untuk para mahasiswa yang sengaja tinggal di sana, tapi memiliki tempat tinggal yang jauh, dari kampus.
Hari-hari Raina biasa saja, dia bahkan tidak merasakan perubahan apa pun. Siklusnya tetap sama, bekerja, belajar, istirahat. Dan begitu seterusnya, Raina juga tidak tertarik perihal percintaan lagi. Rasanya, sudah habis untuk Brian.
Pernah suatu ketika, seseorang sengaja ingin lebih dekat dengannya. Akan tetapi, Raina merasa tidak nyaman, hingga akhirnya orang tersebut menghilang dengan berlahan.
***
Sementara itu, Raina yang terbiasa sendiri, nyaris tidak memiliki teman di kampusnya. Bukan tidak ada yang mau bergabung dengannya, tetapi Raina yang dengan terang-terangan menolak, Raina menyadari hidupnya sibuk sejak terlahir ke dunia. Dia tidak bisa, ketika temannya mengajaknya untuk mengobrol tidak penting, karena dia punya tanggung jawab lain, bekerja, mengerjakan tugas kuliahnya, dan tak jarang dia mengerjakan tugas kuliahnya sembari bekerja.
Sosoknya yang pendiam, rupanya membuat seseorang sangat tertarik saat pertama kali melihatnya. Ya, salah satu dosen yang juga mengajar di kampusnya, merasa tertarik saat pertama kali melihat Raina.
Dia bahkan memikirkan cara, bagaimana bisa berbicara berdua saja dengannya. Tanpa sengaja, saat melihat data siswa yang berprestasi, dia menemukan Raina juga termasuk di dalam catatan tersebut, sehingga dia lebih mudah mengakses informasinya.
Akhirnya, dia menemukan cara, bagaimana dia bisa berbincang dengan Raina, tanpa menunggu lama, dia segera mencoba aksinya.
"ada apa? Kenapa ramai sekali?"tanya Raina pelan, pada seseorang yang berada di sana. Pasalnya, para mahasiswi berkumpul dengan heboh.
"ada dosen baru, dia tampan sekali. Katanya sih, dia juga salah satu pemilik saham terbesar di sini." jawab seseorang yang di tanya eh Raina, dengan pelan Raina hanya mengangguk saja.
"oh iya, seluruh mahasiswa yang masuk dengan jalur beasiswa, di minta untuk bergabung di aula katanya. Kamu Raina kan," sambungnya lagi.
"oh iya, terimakasih ya untuk informasinya." jawab Raina dengan tersenyum.
Ya, Raina sebenarnya cukup populer, dan di kenal oleh banyak mahasiswa. Karena dia selain ramah, dia juga selalu membawa kemenangan saat di kirim mewakili kampusnya. Itu sebabnya, banyak yang mengenalnya, hanya saja, Raina terlalu sibuk. Sehingga, dia tidak memiliki waktu untuk bersama dengan temannya.
Saat sedang ada tugas kelompok saja, dia meminta untuk di kerjakan mandiri. Karena dia menyadari, dia tidak bisa berkumpul bersama. Dia harus bekerja, dan dia bisa menyelesaikan tugasnya, saat dia pulang bekerja. Bahkan kadang sampai lewat dari jam dua malam, tetapi dia tetap mengerjakan tugas dari kampusnya.
"loh, kemana orang-orang?" ujar Raina dengan celingukan. Karena hanya dirinya sendiri yang berada di sana. Dengan menyatukan kedua alisnya, Raina mencoba membaca ulang ruangan yang harusnya sudah ramai.
"astaga, kenapa aku tidak bertanya, aula mana yang di maksud tadi." ujar Raina lagi dengan menepuk jidatnya pelan. Karena di kampusnya ada tiga aula utama. Yang fungsi ke tiganya, tidak tahu apa perbedaanya. Raina sendiri jarang bergabung, karena dia lebih tertarik untuk membaca di ruang perpustakaan.
"Raina, kamu tadi di cari loh, malah di sini." seseorang membuatnya terkejut.
"oh iya, aku tidak tahu ada di aula berapa pertemuan itu." jawab Raina dengan jujur.
"sekarang belum selesai sih, tapi pak Bara sudah keluar. Dan di lanjutkan dengan dosen yang lain." jawabnya.
"pak Bara itu siapa?" tanya Raina lagi.
"dosen baru, ku dengar dia juga menggantikan pimpinan untuk beberapa tahun ke depan." jawabnya lagi. Raina hanya mengangguk saja.
"tadi, dia marah-marah. Karena cuma kamu yang gak ada, katanya kamu di minta untuk menemuinya." ujarnya lagi.
"aku?" ulang Raina kaget.
"aku duluan ya, ada urusan soalnya. Saran ku, kamu segera temui pak Bara, mumpung masih belum selesai acara di aula. Jadi, kamu gak terlihat terlambat banget." ujarnya lagi.
"oh iya, terimakasih ya." ujar Raina sebelum melanjutkan langkahnya dengan tergesa.
'apa ini ya ruangannya?' batin Raina dengan takut, semua orang sedang berada di aula, termasuk para dosen.
"permisi," ujar Raina pelan dengan mengetuk pintu itu pelan.
"masuk saja, tidak di kunci." jawabnya.
"permisi pak," ujar Raina dengan sopan.
"siapa?"tanyanya dengan tidak mengalihkan pandanganya pada layar laptop miliknya.
"saya Raina pak, maaf saya tadi masuk ke aula lantai bawah." kata Raina dengan jujur.
"oh, kamu orangnya." ujarnya dengan memutar kursinya lalu menghadap Raina.
"duduk, ada beberapa yang ingin saya bicarakan dengan mu." ujarnya dengan datar.
"melihat dari data yang saya lihat di sini, kamu terbaik dari beberapa siswa lainnya. Jadi, saya memilih kamu untuk mewakili kampus ini lagi, dalam ajang fashion show di luar kota. Hadiahnya tidak menarik sih, tapi ini bisa membawa nama kampus ini jika kamu berhasil. Dan, ini juga salah satu acara cukup besar untuk bisnis saya sekaligus. Karena, kamu akan memperagakan busana dari perancang saya." Raina mendengarkan dengan seksama, dia tidak berani berkomentar apapun, sebelum di persilahkan. Padahal, dia merasa tidak yakin. Karena dia sama sekali tidak pernah ikut acara seperti ini. Dia hanya terbiasa memainkan otaknya saja. Tapi, dia tidak suka keramaian.
"bagaimana pendapat mu?" tanyanya dengan menyatukan kedua tangannya di dadanya.
"kalau boleh jujur, saya belum pernah mengikuti acara seperti ini pak. Lagi pula, saya biasanya berkompetisi dalam pelajaran, kalau untuk fashion saya tidak pernah." jawab Raina dengan jujur.
"itu mudah, kamu bisa berlatih. Lagi pula, kamu cocok kok." ujarnya dengan melihat lagi ke layar laptopnya
"saya tadi sudah bertemu, dengan beberapa teman mu. Dan, hanya kamu yang cocok untuk ini." ujarnya lagi, Raina hanya terdiam saja, bagaimana bisa dia menjelaskan. Dia bahkan hampir tidak memiliki waktu untuk bersama temannya. Bagaimana dia harus berlatih?bisa juga harus bekerja. Tiba-tiba saja, ada banyak begitu bongkahan hitam di kepalanya. Hingga beberapa saat Raina tidak mendengar saat namanya di sebut.
"halo Raina Alexandra!"
"Raina Alexandra!"
"Raina Alexandra!"
"iya pak, maaf." ujar Raina seketika.
"kalau kamu ragu, saya akan memastikan beasiswa mu baik-baik saja. Tapi, kalau kamu lolos dalam kompetisi nanti."
"aku dengar, nilai mu beberapa tahun terakhir ini terus menurun, dan semester depan bisa di pastikan kamu kehilangan beasiswa mu kan?"
'aku dalam masalah besar kali ini, pikiran ku benar-benar tidak bisa berpikir akhir-akhir ini. Astaga, aku sangat lelah!' batin Raina semakin terdiam.
"kamu terima tawaran saya atau tidak?"