Kisah cinta Halalillah dan Hilal dimulai dari sebuah rumah tahfidz, mereka memilih menjadi Volunteer, dan itu bukanlah keputusan yang mudah, berani menggadaikan masa muda dan mimpinya pilihan yang amat berat.
Menjaga dan mendidik para penghafal qur'an menjadi sebuah amanah yang berat, begitu juga ujian cinta yang dialami Halal dan Hilal, bukan sampai disitu, kehadiran Mahab dan Isfanah menjadi sebuah pilihan yang berat bagi Hilal dan Halal, siapa yang akhirnya saling memiliki, dan bagaimana perjuangan mereka mempertahankan cinta dan persahabatan serta ujian dan cobaan mengabdikan diri di sebuah rumah tahfidz?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emha albana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Demi Waktu Duha
Demi waktu Duha, yang Allah berikan segala kebaikan di dunia, dan demi kata 'Kun" Maka 'Fayakun' bagi Allah, tidak ada yang mustahil bagi seorang anak manusia yang menyerahkan takdir hidup hanya pada Allah, yang menitipkan semua harapan hanya pada Allah.
Dua rakaat Sholat Duha sama-sama mereka kerjakan di ruang yang berbeda.Dua manusia bercadar keluar dari rumah, Halal menjemput Rizka untuk berangkat ke Rumah Tahfidz bareng.
"Lal, kelak apa kita bisa kuliah di Madina Islamic University nggak yah!"
"Kita banyak-banyakin sholawat aja, minimal sholawat kita dulu sampai di Jazirah Nabi."
"Allahumma sholi Al Muhammad Waa Ala Alihi Syaidina Muhammad." Ucap Halal.
"Amalan yang ringan dikerjakan, dan langsung Allah terima, sekali pun kita pendosa, jarang ibadah dan banyak maksiat, pasti Allah terima." Ucap Rizka
Mereka membelah jalan yang asri di sebuah kota, menujuh rumah Tahfidz. Keduanya tersenyum bunga di sisi jalan berguguran mengiringi perjalanan mereka.
"Alhamdulillah sampai juga kita, saat yang laen pake sejadah Jepang, kita pake buroq," Canda Halal.
"Ada-ada aja kamu Lal."
Megahnya Rumah Yatim dan Tahfidz terlihat dari pelataran parkir yang luas, Plank bertuliskan Rumah Yatim dan Tahzif 'Hasan Albana' terbentang di depan plataran.
"Assalamualaikum Kak Mila." Ucap mereka kompak.
"Duh kompak banget, wa'alikum salam duo cantik. Nah, kebetulan kalian sudah dateng, silahkan sebelum masuk ke kelas, temui dulu Pak Hilal."
"Ada apa yah Kak?!" Rizka penasaran.
"Iya ada apa yah Kak? Tanya Halal.
"I don't know, you know?!"
Mereka dengan rasa was-was masuk ke ruangan Pak Hilal.
"Riz, kamu dulu yah yang masuk."
"Karena selisih usia kita hanya berapa bulan, dan kamu yang paling tua, alangkah baiknya yang lebih tua dulu, silahkan Tuan Putri." Rizka mempersilahkan Halal untuk mengetuk pintu ruang Pak Hilal.
"Assalamualaikum..." Dengan rasa khawatir Halal mengetuk pintu ruangan yang di atas pintu tertulis Ruang Ketua Yayasan.
"Walaikum salam, masuk." Suara dari dalam mempersilahkan mereka masuk.
Halal dan Rizka berdiri di hadapan Pak Hilal, mereka saling beradu pandang untuk memulai pembicaraan.
"Oh, sorry..sorry, silahkan duduk, Lal, Riz."
Halal dan Rizka duduk di hadapannya, penuh tanda tanya.
"Pasti kalian kaget yah?!"
"Nggak Pak." Jawab Halal bercanda, Hilal hanya tersenyum.
"Eh kaget lah Pak." Tepis Halal.
"Ii..iya sama pak,.kaget sih."
"Jadi begini, maaf sebelumnya kemarin saya datang ke rumah kalian."
"Hah?!" Halal dan Rizka saling beradu muka, dan kompak.
"Ngapain pak?" Tanya mereka bersamaan.
"Haha...Iseng aja sih."
"Iseng apa gabut pak?!" Celetuk Halal.
"Dua..duanya. Kami rencananya mau kasih kalian rumah, anggaplah mess dari yayasan, biar kalian bisa ibadah dengan tenang.
"Pak, kalo urusan tenang nggak perlu pindah rumah, bagaimana isi rekening, ups!" Lagi-lagi Halal berkelakar.
"Yang pasti untuk urusan tenang bagaimana suasana hati, plus belanja bulanan aman, skincare nggak perlu nunggu abis sudah ada stok." Celetuk Rizka.
"Saya serius loh,"
"Kami belum siap untuk serius pak, masih muda untuk mengenal kata serius."Ucap Halal.
"Tapi serius untuk apa dulu nih Pak?!" Tanya Rizka.
"Serius mau kasih kalian mess,"
"Maaf pak, bukannya kita menolak niat baik bapak, tapi rumah itu bagi kami menyimpan banyak kenangan, yang tidak bisa dibeli dengan apa pun pak."
"Kecuali uang satu Miliar kali ya Lal?!" Hahaha mereka bercanda lagi.
"Rupanya kalian suka bercanda yah?!"
"Iya Pak, bukan kita aja sih, kadang jalan dan cobaan hidup sering bercanda sama kita."
"Dan memang seperti itu kita hadapi hidup, susah letih untuk menangis." Ucap Halal.
"Jadi kalian nggak mau?"
Keduanya kompak menggelengkan kepala tanda tidak mau dipisahkan dengan rumah mereka.
"Pak, sekali lagi bukan kita nolak, rasanya banyak orang yang tinggal di rumah mewah, megah, belum pasti mereka hidup bahagia bukan?"
Mendengar ucapan Halal membuat Hilal merasa tersentil, seakan Halal tahu apa yang dia rasakan dan sedang dia alami saat ini.
"Bukan besar-kecilnya, bukan juga mewah dan tidaknya, rumah bukan hanya tempat berteduh kita, tetapi warisan sejuta kenangan, Kalo Allah izinkan kami lebih baik renovasi Pak."
"Pasti Allah izinkan." Celetuk Rizka.
Hilal kembali termenung dengan kesederhanaan mereka, tentang konsep bahagia yang mereka jelaskan, sedikitnya Hilal merindukan kebahagiaan yang sederhana seperti mereka.
Selagi Halal, Rizka dan Hilal di dalam ruangan, tanpa aba-aba, Mamah Firda dan Vika masuk ke dalam ruangan, tanpa salam.
"Oooh jadi ini, perempuan-perempuan pemulung yang mengambil kebahagiaan ibu dan anak-nya?!"
Halal dan Rizka bingung, siapa perempuan ini? Apa maksudnya? Kok seenak-enaknya masuk ruangan tanpa mengucapkan salam.
"Mah, apa-apa sih?!" Hilal beranjak dari kursi dan menghentikan sikap Mamah-nya.
"Mamah?" Ucap Halal dan Rizka.
Akhirnya mereka tahu kalau perempuan yang masuk tanpa sopan santun itu orang tua dari Pak Hilal.
"Pak, maaf kami keluar?" Pinta Rizka.
"Rasanya pemulung seperti kita nggak pantas masuk ke ruangan dan berbicara dengan kita." Tegas Halal.
"Mulai hari ini, maaf kami mengundurkan diri dari Rumah Tahfidz ini!"
"Assalamualaikum." Ucap Halal.
Mereka keluar dari ruangan, Hilal begitu panik dengan kehadiran Mamah dan Vika yang merusak suasana.
"Begini cara orang kaya memperlakukan orang miskin?! Begini cara orang yang selalu mau didengar pendapatnya tetapi seenaknya sakitin perasaan orang lain?!" Ucap Hilal di depan Vika dan Mamah Fida, ia memilih pergi dari ruangan, Hilal mengejar Rizka dan Halal.
Mila melihat kejadian tersebut merasa bersalah, ia pun tidak bisa melarang Mamah Fida untuk masuk ke ruangan Pak Hilal.
"Mampus dah gw, perang dunia lagi aja!"
Tak lama disusul Mamah Fida dan Vika, Hilal berusaha mengejar Halal dan Rizka, sekuat tenang ia lari dan ingin bermaksud menjelaskan permasalahannya.
"Lal, Riz tunggu! Biar saya jelaskan!"
Halal dan Rizka lari sekuat tenaga, karena sudah bersinggungan dengan kehormatan mereka.
Begitu juga Hilal sekali pun ia seorang pimpinan, jika dua orang itu sakit hati dan berdoa, maka tamatlah riwayat Hilal, hingga Hilal tak perdulikan statusnya rela meminta maaf dan mengejar mereka.
Dari kejauhan, Vika dan Mamah Fida hanya memperhatikan.
"Segitunya demi pemulung sampe rela jatuhkan wibawanya." Gerutu Mamah Fida.
"Nggak tau deh Tante seberapa hebatnya mereka sampe-sampe Mas Hilal rela ngejar."
Merasa tidak akan mampu mengejar Rizka dan Halal, Hilal memutuskan untuk membawa kendaraan dan meminta maaf ke rumah mereka.
"Mulai detik ini, Hilal nggak akan balik ke rumah Mah!" Begitu keras Hilal bicara.
"Mamah nggak nyangka, anak Mamah sudah bisa marah, cuma karena dua pemulung."
"Mereka bukan pemulung, mereka penjaga Al-Qur'an, mereka yang Allah dan Rasulnya sayang dan cintai."
"Inget Hilal, dari rahim Mamah kamu lahir!" Mamah pun pergi meninggalkan Hilal.
Keadaan yang tidak diinginkannya, di lain sisi ada Mamah yang harus dia junjung tinggi, di sisi lain, Mamah telah melukai perasaan orang yang pikiran dan lidahnya selalu terucap lafadz Al-Qur'an.
"Allahuakbar! Ada apa sih dengan hidup saya Ya Allah!" Ucap Hilal sambil bersimpuh.
kalo kita pandai bersyukur,apapun yg Alloh kasih,akan terasa nikmat
kefakiran tidak menjadikan kalian kufur nikmat
Rizk & iskandar🥰🥰