Aluna, seorang penulis sukses, baru saja merampungkan novel historis berjudul "Rahasia Sang Selir", kisah penuh cinta dan intrik di istana kerajaan Korea. Namun, di tengah perjalanannya ke acara temu penggemar, ia mengalami kecelakaan misterius dan mendapati dirinya terbangun di dalam tubuh salah satu karakter yang ia tulis sendiri: Seo-Rin, seorang wanita antagonis yang ditakdirkan membawa konflik.
Dalam kebingungannya, Aluna harus menjalani hidup sebagai Seo-Rin, mengikuti alur cerita yang ia ciptakan. Hari pertama sebagai Seo-Rin dimulai dengan undangan ke istana untuk mengikuti pemilihan permaisuri. Meski ia berusaha menghindari pangeran dan bertindak sesuai perannya, takdir seolah bermain dengan cara tak terduga. Pangeran Ji-Woon, yang terkenal dingin dan penuh ambisi, justru tertarik pada sikap "antagonis" Seo-Rin dan mengangkatnya sebagai selirnya—suatu kejadian yang tidak pernah ada dalam cerita yang ia tulis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4: Ambisi dan Cinta yang Tak Direstui
Di balik tirai tebal yang menutup ruangan pribadi Ratu, keheningan menggantung berat. Ratu Kim duduk di kursi berhias ukiran naga, wajahnya tampak tegang dan penuh kekhawatiran. Selama ini, ia membayangkan bahwa putranya, Pangeran Ji-Woon, akan menjadi pewaris yang setia pada tradisi kerajaan, mengikuti jalur yang sudah ia susun dengan teliti. Namun, kenyataan kini terasa seolah berbalik melawannya. Pangeran Ji-Woon, pewaris takhta yang seharusnya tunduk pada kehendak istana, justru menginginkan seorang wanita yang tidak pernah ia restui.
Ratu Kim mengingat percakapannya dengan putranya beberapa hari yang lalu, yang penuh ketegangan dan kata-kata yang terasa bagai ancaman.
“Jika Ibu tidak mengizinkan Seo-Rin sebagai selirku,” ucap Ji-Woon dengan nada yang tak pernah Ratu Kim dengar sebelumnya, “maka pernikahanku dengan Kang-Ji juga tidak akan pernah terjadi.”
Kata-kata itu masih terngiang di telinga Ratu Kim, membuat dadanya sesak. Betapa Pangeran Ji-Woon, yang selama ini begitu patuh, kini berani menentangnya secara terbuka demi seorang wanita yang menurutnya hanya akan menimbulkan masalah di istana. Seo-Rin memang cantik dan memiliki pesona yang tak diragukan, tetapi ambisinya dan ketidaksukaannya pada aturan istana sangat tidak cocok untuk posisi seorang selir pangeran—apalagi calon permaisuri.
Namun, Pangeran Ji-Woon bersikeras, bahkan seolah mengancam bahwa tanpa Seo-Rin, ia tak akan bersedia menikahi Putri Kang-Ji, pilihan istana yang paling sesuai. Ratu Kim hanya bisa menghela napas panjang, menahan emosinya agar tetap terlihat tegar di hadapan pelayan-pelayan setianya yang menunggu perintah.
“Yang Mulia, apakah saya perlu memanggil Pangeran Ji-Woon kembali untuk membahas ini?” tanya seorang dayang istana dengan hati-hati, melihat Ratu Kim yang terdiam dalam lamunan.
Ratu Kim menggeleng pelan. “Tidak perlu. Pangeran Ji-Woon sudah membuat keputusannya, dan aku tidak ingin memperpanjang pertikaian ini.”
Dayang itu hanya menunduk hormat, tidak berani menatap wajah Ratu yang penuh dengan kesedihan dan kekecewaan. Ratu Kim merasakan bahwa dirinya telah kalah dalam perang batin ini. Ji-Woon terlalu keras kepala, terlalu dalam keputusannya hingga Ratu Kim tak punya pilihan lain selain tunduk pada kehendak putranya—sesuatu yang belum pernah terjadi selama masa pemerintahannya sebagai Ratu.
Di ruangan lain di istana, Raja memperhatikan perkembangan ini dengan sikap yang jauh lebih tenang. Berbeda dengan istrinya, Raja mengerti betul karakter putra mahkotanya. Ji-Woon adalah pangeran yang bijaksana dan memiliki visi yang kuat. Meski keputusan putranya tidak selaras dengan tradisi, Raja lebih menghargai keteguhan hati Ji-Woon dalam menentukan pilihan hidupnya.
“Yang Mulia,” seorang menteri kerajaan memulai dengan hati-hati, “Pangeran Ji-Woon tampaknya bersikeras dengan keputusannya. Apakah tidak ada cara untuk mengubah pikirannya?”
Raja tersenyum tipis, menatap menteri tersebut dengan pandangan yang penuh wibawa. “Pangeran Ji-Woon telah menunjukkan bahwa ia memiliki keteguhan hati yang kuat dalam setiap keputusannya. Aku percaya bahwa seorang pemimpin harus memiliki keberanian untuk mempertahankan pilihannya, walaupun sulit. Selama ia siap mengemban semua tanggung jawabnya sebagai pewaris, maka siapa kita untuk memaksanya?”
Para menteri mengangguk, meski ada kecemasan di mata mereka. Keputusan Ji-Woon untuk memilih Seo-Rin sebagai selir akan membawa dampak besar pada keseimbangan politik istana, terutama dengan Kang-Ji yang telah lama didukung oleh banyak bangsawan.
Raja melanjutkan, suaranya penuh ketegasan. “Biarkan Pangeran Ji-Woon belajar dan mengambil keputusan berdasarkan apa yang ia yakini. Seorang pemimpin yang kuat tidak hanya dipilih berdasarkan darah, tetapi juga karena keberanian dan kebijaksanaan dalam memilih jalan hidupnya.”
Dengan restu dari Raja, posisi Seo-Rin di istana semakin jelas, meskipun tidak mudah bagi semua orang untuk menerima kehadirannya. Pangeran Ji-Woon berhasil memperjuangkan keinginannya, meskipun kini harus menghadapi berbagai tantangan dari pihak istana yang belum sepenuhnya menerima pilihannya.
Ratu Kim, meski dengan berat hati, akhirnya harus mengakui bahwa putranya tak lagi bisa ia kendalikan sepenuhnya. Hubungan mereka yang semula erat kini terasa ada jarak yang tak terucapkan. Sambil menatap keluar jendela, ia hanya bisa berharap, dalam diam, bahwa keputusan ini tidak akan membawa malapetaka bagi kerajaan.
*
Istana dipenuhi suasana selebrasi, namun aura ketegangan terasa kental, terutama di antara para selir dan dayang yang mengamati dari kejauhan. Putri Kang-Ji telah terpilih secara resmi sebagai permaisuri, keputusan yang diambil Ratu dan penasihat istana dengan pertimbangan panjang. Kang-Ji, dengan penuh percaya diri, mengenakan gaun megah yang melambangkan status barunya. Senyumnya mengembang ketika melihat pandangan kagum dan hormat dari para bangsawan dan dayang. Ia telah berhasil meraih posisi yang ia impikan.
Di sisi lain, Aluna—yang masih terperangkap dalam tubuh Seo-Rin—merasakan perasaan campur aduk. Di dalam hatinya, ia lega karena posisi permaisuri jatuh pada Kang-Ji, sesuai dengan yang ia tulis di dalam novel. Namun, perasaan lega itu hanya sesaat, karena ia diundang kembali ke istana atas keputusan yang tak kalah mengejutkan. Pangeran Ji-Woon ternyata masih menginginkan Seo-Rin sebagai selirnya.
Ketika pertemuan diadakan, Ratu Kim dan penasihat istana duduk bersama untuk membahas posisi Aluna yang kini menjadi sorotan. Ratu Kim menatap Seo-Rin dengan sorot mata tajam dan penuh pengawasan. Sementara itu, Pangeran Ji-Woon duduk tak jauh dari ibunya, tetap mempertahankan ekspresi tenang meski sorot matanya menunjukkan tekad yang tak tergoyahkan.
“Seo-Rin,” suara Ratu Kim terdengar dingin namun berwibawa, “keputusan istana telah menetapkan Putri Kang-Ji sebagai permaisuri, tetapi Pangeran Ji-Woon telah mengutarakan keinginannya agar kau mendampinginya sebagai selir.”
Aluna menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri dari ketegangan yang perlahan melilitnya. “Yang Mulia, saya sangat menghargai kehormatan ini,” ucapnya hati-hati, “namun saya merasa posisi tersebut lebih pantas untuk wanita lain yang memiliki dedikasi besar pada istana.”
Sejenak keheningan menyelimuti ruangan. Tatapan semua orang tertuju padanya, dan Aluna dapat merasakan rasa terkejut di antara para penasihat. Tak seorang pun menyangka bahwa Seo-Rin yang selama ini dikenal ambisius dan penuh perhitungan justru menolak kesempatan yang ia peroleh.
Kang-Ji yang berdiri tak jauh darinya, menyeringai sinis sambil menyembunyikan kemarahannya di balik senyum anggun. Namun Pangeran Ji-Woon tetap tenang, menatap Seo-Rin dengan pandangan dalam yang penuh teka-teki.
“Kau meremehkan dirimu sendiri, Seo-Rin,” kata Pangeran Ji-Woon, suaranya lembut namun tegas. “Aku telah memutuskan bahwa kau adalah seseorang yang dapat menjadi selir terbaik ku. Posisi ini bukan semata untuk wanita lain, tetapi untuk seseorang yang mampu berpikir bijak dan berdedikasi tinggi.”
Aluna terdiam, merasa hatinya berdebar. Ucapan Pangeran Ji-Woon mengingatkannya pada sosoknya sendiri, seorang penulis yang selalu memikirkan alur dan nasib para karakter yang ia tulis. Namun kini, ia menjadi bagian dari cerita ini, dan tak ada pilihan lain selain menerima takdir yang menghadapinya.
Dengan tenang, Pangeran Ji-Woon melanjutkan, “Kang-Ji akan menjadi permaisuriku, tetapi sebagai selir, kau akan menjadi sekutuku dalam banyak hal. Jadi, aku meminta kau menerima ini sebagai tanggung jawab baru.”
Dengan berat hati, Aluna akhirnya menunduk. “Jika itu kehendak Yang Mulia Pangeran, saya akan menghormatinya dan menjalankan tugas saya sebaik mungkin.”
Ratu Kim memandang putranya dengan perasaan campur aduk, antara kecewa dan pasrah. Meskipun tidak sepenuhnya setuju, ia tahu bahwa tekad Ji-Woon sangat sulit untuk diubah. Sementara itu, Kang-Ji menyimpan kemarahan yang nyaris tak terbendung. Ia tahu bahwa meskipun dirinya adalah permaisuri, perhatian Pangeran Ji-Woon tampak terpusat pada Seo-Rin.
Ketika pertemuan itu berakhir, Aluna melangkah keluar dari ruangan dengan hati yang masih diliputi keraguan. Dalam pikirannya, ia terus bertanya-tanya, mengapa takdir Seo-Rin kini berjalan begitu berbeda dari apa yang ia tulis? Dan bagaimana semua ini akan berakhir, jika ia tidak lagi memiliki kendali atas alur cerita ini?
Kini, Seo-Rin akan berada di dalam istana, bukan lagi sebagai penonton, melainkan sebagai pemain utama dalam permainan intrik dan cinta yang tak terduga.
Bersambung >>>
𝐤𝐚𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐥𝐮𝐧𝐚 𝐤𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐨 𝐫𝐢𝐧, 𝐣𝐝𝐢 𝐤𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐞𝐧𝐚𝐤 𝐝𝐢 𝐛𝐚𝐜𝐚
𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐛𝐚𝐠𝐮𝐬 , 𝐭𝐭𝐞𝐩 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭