Di sebuah desa di daerah Jawa Barat di era tahun 70 an ketika tarian ronggeng masih mengalami masa jaya,.
Berdiri sebuah paguyuban tari besar yang dipimpin kang jejen.
sanggar tari kang Jejen sangat terkenal bahkan sampai keluar daerah karena penari-penari yang cantik dan ada primadona juga, namanya Dewi berumur 22 tahun, selain cantik ia juga paling pintar menari.
Disitu juga ada penari muda yang baru bergabung bernama sari, ia tidak terlalu cantik tapi ia sombong dan tariannya juga tidak sebagus Dewi jadi ia kurang terkenal.
Sari begitu ambisius, ia akan melakukan apapun untuk memuluskan jalan nya.
Karena ia iri dengan kepopuleran Dewi , sari mencari jalan pintas, ia melakukan pemasangan susuk bahkan susuk yang ia pakai bukan susuk sembarangan.
Susuk itu di dapat nya dari seorang dukun setelah bertapa di sebuah gua yang terdapat makan seorang penari ronggeng.
sari setiap tahun harus menyediakan tumbal seorang lelaki perjaka untuk sosok yang dia sembah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JK Amelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Malam perjanjian
Malam itu Sari seperti biasa manggung dengan kang Jejen, tapi ia terlihat tidak seperti biasanya,ia sering menatap kearah langit,malam ini malam purnama dan bertepatan dengan Jumat Kliwon,ia berjanji akan ketempat Mbah Jarwo.
Sebelum acara selesai Sari cepat-cepat turun dari panggung,ia mendekati Kang Jejen yang berada dipinggir panggung.
"Kang aku mau pulang dulu, perut ku sakit sekali,"Sari berpura-pura memegang perut nya.
"Kamu kenapa?"Kang Jejen menatap wajah Sari heran, padahal tadi ia tidak apa-apa.
"Aduh Kang sakit banget nih," Sari berpura-pura mengeluh sambil memegangi perutnya.
kang Jejen jadi tidak tega melihat Sari kesakitan,ia menyuruh salah seorang penabuh gamelan mengantarkannya pulang.
"Ya udah sana,"Kang Jejen memanggil sanif salah satu penabuh gending,"Sanif sini kamu!"
Sanif turun dari panggung,ia menghampiri Kang Jejen,"iya Kang ada apa?"
"Antar tuh si Sari pulang! aya-aya wae(ada-ada saja)."
Sari pulang diantar sama Sanif,tapi ia minta diturunkan dijalan menuju hutan.
"Kang Sanif,aku turun disini saja."
Kang Sanif berhenti,ia berbalik dan menatap Sari heran, "emang Neng Sari mau kemana ini kan masih jauh."
"Aku mau ke tempat nya Nek Ipah dulu,Akang sebaiknya pulang saja,bantuin Kang Jejen."
"Ya udah,tapi Akang anterin Neng Sari sampai rumah Nek Ipah ya?"
"Enggak usah Kang,kan udah dekat,Sari jalan saja."
Walaupun dengan perasaan heran,Kang Sanif pun menurunkan Sari ditengah jalan,ia kemudian pamit.
"Neng akang balik dulu,Neng Sari berani,enggak takut jurig apa?"
"Berani kang,sudah Sari enggak apa-apa,udah sana."Sari mengusir Kang Sanif.
Setelah kang Sanif pergi Sari bergegas menuju jalan kehutan, ia keluarkan senter dari tas nya, di susurinya jalan ke hutan,suasana hutan yang gelap dan pekat membuat Sari kesulitan berjalan hanya sedikit cahaya rembulan yang bisa masuk menembus pekatnya malam, untung ia membawa senter dan hapal jalan ketempat Mbah jarwo.
Setelah menempuh perjalanan lumayan jauh Sari sampai di rumah Mbah jarwo.
" Tok tok tok tok
"Mbah ini aku,"Sari membuka pintu rumah terlihat Mbah Jarwo sedang bersemedi memejamkan matanya.
Ketika Sari sudah dihadapan Mbah Jarwo,Mbah Jarwo membuka matanya,ia melihat kearah Sari sambil tersenyum.
"Akhirnya kamu datang juga,ayo pergi ikuti aku,"Mbah Jarwo bangun dari duduknya ia mengajak Sari pergi.
Sari hanya mengekor pada Mbah Jarwo,setelah sampai disebuah sendang mereka berhenti,Mbah Jarwo berbalik menatap kearah sari.
Ganti bajumu dengan kain yang sudah aku sediakan disana!Aku juga mau ganti baju,"setelah itu Mbah Jarwo meninggal kan Sari sendiri.
Sari mendekati sendang,ia melihat ada kain teronggok disitu,Sari melihat kesekeliling, setelah dirasa aman ia mencopot baju nya dan menggantinya dengan secarik kain.
Setelah berganti kain Sari duduk disebuah batu ditepi Sendang, ia mencari sosok Mbah Jarwo yang tidak terlihat,Sari mengedarkan pandangannya, hanya kegelapan malam dan sinar bulan purnama yang menyinari sendang yang ia lihat, Sari bergidik melihat dari balik pepohonan banyak pasang mata seperti melihat kearah nya,tidak terlihat sosok nya hanya matanya saja.
terdengar bisikan di telinganya, jangan takut, Jarwo tidak akan membiarkan mu celaka dan usahakan tutup pikiranmu, jangan banyak berfikir biar dia tidak curiga."
"Baik Nyai."
Mbah Jarwo datang,ia menatap Sari curiga.
"Kenapa Mbah?"
" Enggak apa-apa,aku mencium kehadiran nyi ronggeng disini, tapi bau itu samar dan hilang, apa kamu merencanakan sesuatu?"Mbah Jarwo menatap Sari curiga.
"Enggak mbah,kan rencana saya pengen sakti,"dengan tenang Sari menjawab ucapan Mbah Jarwo.
"Kamu sudah siap."Kata Mbah Jarwo kemudian sambil menatap mata Sari.
"Udah Mbah."Sahut Sari, walaupun ada was-was dihatinya.
"Ayo turun,Mbah Jarwo mengulurkan tangannya mengajak Sari turun ke Sendang.
Mereka turun kedalam sendang. Mbah Jarwo berjalan agak ketengah,ia mencari tempat sedalam leher,setelah mencapai tempat yang diinginkan Mbah Jarwo menyuruh Sari berhenti.
"Tangkup kan tanganmu seperti aku,dan ikuti ucapan ku dan gerakan ku,"Mbah Jarwo mengucapkan mantra diikuti Sari,setelah mereka membaca mantra kemudian mereka akan mencelupkan diri ke air sampai tubuh mereka masuk semua kedalam air,dan itu mereka lakukan berulang ulang sampai 7 kali.
Setelah selesai Mbah Jarwo mengajak Sari naik ke darat,ia menyuruh Sari masuk kedalam gua yang dipakai sari untuk ritual kemarin.
Diatas batu ada kebaya lengkap dengan kain jarik nya,Sari menatap Mbah jarwo.
"Pakai saja baju itu cepat,waktu kita sebentar lagi dan kamu bisa mendapatkan ilmuku," Mbah Jarwo membuka baju didepan Sari,ia berganti tanpa merasa malu sedikit pun,Sari berusaha memalingkan wajahnya walaupun ia akui dengan umur yang segitu tubuh nya masih terlihat kekar.
Mbah Jarwo menatap Sari yang hanya diam tertegun,"apa yang kamu lakukan cepat ganti baju mu atau kamu harus menunggu setahun lagi untuk bisa mendapatkan ilmuku."
"Iiiya Mbah!,"Sari dengan canggung berganti pakaian didepan Mbah Jarwo,setelah selesai,Sari melihat kearah Mbah Jarwo.
Mbah Jarwo tertegun, "benar-benar mirip,"Batin Mbah Jarwo.
"Udah Mbah."
"Ayo sini,kamu benar-benar mirip dengan Ipah sewaktu muda,"Mbah Jarwo mengulurkan tangannya pada Sari ia menuntun Sari kedepan sesaji dan disana sudah ada air kembang dalam baskom dan pisau kecil dan cangkir.
Mereka duduk didepan sesaji itu,kemudian mulut mbah Jarwo komat kamit membaca mantra, entah apa yang di baca nya,Sari tidak mengerti,setelah itu Mba Jarwo mengambil tangan Sari, dan tiba-tiba tanpa ia bicara dulu telapak tangan Sari di sayat dengan pisau,darah pun mulai keluar.
"Akhhhh..." Sari menjerit kesakitan.
"Sudah tahan,"setelah itu Mbah Jarwo mengusap tangan Sari seketika luka itu menutup kembali.
Kemudian Mbah Jarwo menyayat tangan nya sendiri, dan dia meneteskannya pada air kembang,darah Sari dan darah Mbah Jarwo bercampur dengan air kembang,kemudian setelah itu Mbah Jarwo menutup luka tangannya lagi.
Mbah Jarwo mengaduk air kembang tersebut,ia kemudian mengambil gelas dan mengambil air kembang itu dan memberikannya pada Sari.
Sari terkejut,ia menatap wajah Mbah Jarwo,"apaan ini Mbah."
"Sudahlah minum saja!"Mbah Jarwo memaksa Sari meminumnya.
Dengan perasaan jijik dan mau muntah Sari meminum air kembang bercampur darah tersebut,Sari ingin memuntahkan air tersebut,tapi punggungnya ditepuk dengan keras oleh Mbah jarwo.
"Ukhuu ....." Sari terbatuk dan sebagian air itu masuk kedalam perut nya,seketika seperti ada jarum yang berjalan merambat di sekujur tubuhnya,kemudian ada hawa hangat agak panas ikut menjalari tubuhnya.
Setelah beberapa saat tubuh nya bereaksi seperti itu, pelan-pelan ia merasakan tubuhnya dingin seperti ada es batu yang datang menyelimuti badan nya.
Sari menggigil kedinginan,tapi itu hanya berlangsung beberapa saat,setelah itu ia merasakan tubuh nya seperti punya energi yang banyak.
Setelah beberapa saat,Sari yang sedang terheran-heran dengan perubahan energi didalam tubuh nya,datang angin kencang yang berhembus masuk kedalam Gua,tapi anehnya seluruh sesaji masih tetap ditempatnya.
Setelah angin itu berhenti Sari terkejut melihat kesekeliling,di sekeliling mereka terdapat banyak sekali makhluk,ruangan itu terasa sesak,Sari seperti tidak bisa bernafas,antara ketakutan dan menahan sesak didada Sari menatap wajah Mbah Jarwo yang terlihat tenang.
"Kalian sudah datang?"Mbah Jarwo berbicara pada salah satu mahluk yang memakai tongkat dan berkepala kerbau, Mata nya merah menyala dan badan nya berbulu.
"Iya tuan,kenapa tuan memangil kami?"Mahluk tersebut adalah siluman pemimpin dari semua mahluk penunggu hutan.
"Ini adalah tuanmu juga,turuti semua perintahnya dan ia juga akan memberikanmu makan." Mbah Jarwo menunjuk pada Sari.
Semua mahluk tunduk dan memberi hormat pada Sari,Sari yang tadi nya sempat ketakutan,akhirnya ia tersenyum.
Setelah semua makhluk itu pergi Mbah jarwo menatap Sari, "Sekarang penuhi janji mu layani aku?"
Sari terkejut ada rasa penyesalan di hati nya kenapa ia harus menyetujui perjanjian itu.
Melihat gelagat Sari,Mbah Jarwo kesal ia mengangkat tubuh Sari dengan tangan nya tanpa menyentuhnya,Darah kita sudah bercampur,ilmuku memang sebagian sudah menjadi milik mu,tapi kamu juga sudah ada ikatan dengan ku jadi kamu tidak akan bisa lepas,aku bisa melakukan apapun padamu."
Cekikan tangan Mbah jarwo terlepas,tapi Sari merasakan ada sesuatu yang menarik semua pakaiannya hingga semua pakaiannya tersentak terlepas,kini tubuhnya polos tanpa sehelai benangpun,terlihat didepannya tangan mbah jarwo sedang membuat gerakan seperti menarik sesuatu.
Begitu melihat tubuh Sari tanpa sehelai benangpun,Mbah Jarwo menarik tubuh Sari mendekatinya,walaupun Sari berusaha menahan tapi ia seperti tidak berdaya.
Dan tubuh Sari sudah berada dalam dekapan tubuh Mbah Jarwo,yang Sari dengar hanya nafas yang memburu dari Mbah Jarwo.
Sari merasakan tubuhnya diangkat dan dibaringkan. Kemudian ia merasakan ada tangan yang menggerayangi bagian bawah tubuhnya,Mbah Jarwo mulai menciumi dan mencumbu Sari.
Diluar terdengar suara anjing melolong bersahutan,ketika didalam Gua terdengar suara erangan.Suasana hutan yang biasanya sepi kini seperti riuh oleh lolongan anjing dan suara-suara lain yang saling bersahutan.