Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
"Aku kecewa karena suamiku sendiri berniat menjandakan aku demi membahagiakan wanita lain."
Pelangi Faranisa, seorang gadis taat agama yang dijodohkan dengan pria brutal. Di malam resepsi pernikahan, ia dipermalukan oleh suaminya sendiri yang pergi tanpa permisi dan lebih memilih mabuk-mabukan.
Pemberontak, pembangkang, pembuat onar dan pemabuk berat. Itulah gambaran sosok Awan Wisnu Dewanto.
"Kamu tidak usah terlalu percaya diri! Aku tidak akan pernah tertarik denganmu, meskipun kamu tidak memakai apa-apa di hadapanku!" ~ Awan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melamar Pelangi?
Zidan berdiri menghadap kiblat dan membaca niat wudhu dengan suara pelan tetapi cukup terjangkau oleh pendengaran Awan. Ia ulangi membacanya sebanyak tiga kali sebelum memulai wudhu. Gerakannya sangat pelan dan tidak terburu-buru.
Pemuda berusia 19 tahun itu lalu membaca doa setelah wudhu dengan suara pelan dan ia ulangi juga sebanyak tiga kali seperti niat wudhu tadi. Setelah selesai, ia pun melangkah pergi meninggalkan Awan.
Sementara Awan langsung memutar kran air. Zidan yang membaca niat wudhu sebanyak tiga kali tadi sudah cukup bagi Awan untuk merekam dalam ingatannya. Begitu juga dengan urutan dan gerakan, serta doa setelah wudhu.
Awan pun bergegas menuju mushola setelahnya. Tampak semua sudah bersiap.
“Mari Nak Awan. Kali ini biar Nak Awan yang jadi imam,” ucap Ayah Ahmad.
Awan tersentak. Mendadak tubuhnya terasa meremang. Pandangannya langsung tertuju kepada Pelangi seolah meminta pertolongan. Mau ditaruh di mana mukanya di hadapan sang mertua?
“Biar aku saja, Ayah.” Zidan langsung mengambil posisi shaf terdepan. Membuat Awan bernapas lega. Setidaknya, Zidan telah menyelamatkan harga dirinya di hadapan sang mertua.
Baik juga ini bocah!
Suara merdu Zidan melafalkan ayat demi ayat menciptakan rasa yang tak dapat dimengerti oleh Awan. Betapa malam ini Zidan yang sepuluh tahun lebih muda darinya memberi banyak hal berharga bahkan tanpa mengguruinya.
Selepas shalat, Pelangi mencium punggung tangannya, dan untuk ke sekian kali, Awan merasakan getaran di hatinya.
...........
Beberapa jam dilewati Awan di rumah sang mertua. Setiap menit yang berlalu terasa bermakna. Kebersamaan yang hampir tak pernah ia temukan di rumah kedua orangtuanya sendiri. Bahkan makan malam berlalu dengan begitu nikmat.
Kini, mereka sedang duduk bersama di ruang keluarga. Beberapa makanan ringan terhidang di meja.
“Nak Awan malam ini nginap. Ini kan pertama kali Nak Awan ke rumah ini,” ucap Ayah Ahmad.
Awan mengangguk diiringi senyuman. “Baik, Ayah.”
Zidan melirik Pelangi dan Awan. Kemudian terbesit sebuah ide di benaknya. “Ayah, boleh tanya sesuatu?”
“Ada apa, Dan?”
“Apa makna ijab kabul itu, Ayah?” Pertanyaan itu lolos begitu saja, membuat Pelangi menatap adiknya. Ia sudah dapat menebak maksud adiknya mengajukan pertanyaan itu.
“Makna ijab kabul itu tidak hanya sebatas lelaki menghalalkan perempuan sebagai istri. Setelah proses ijab kabul terlaksana, maka ada tanggung jawab besar di bahu seorang suami. Yaitu segala dosa si perempuan yang seharusnya menjadi tanggungjawab ayahnya berpindah bahu kepada suaminya. Termasuk memberi nafkah, membimbing agama, memanjakan, menjaga dan menjadi pelindung bagi si perempuan.”
“Tapi bagaimana kalau seorang suami tidak menjalankan tanggung jawab dan kewajibannya?” Sebuah pertanyaan menohok yang membuat Awan tertunduk.
“Maka dia termasuk ke dalam golongan suami zalim.”
“Apa hukumnya suami zalim?”
“Haram hukumnya seorang suami membuat istrinya menangis tanpa hak. Ketika suami berbuat zalim terhadap istri, maka dia telah berdosa besar dan tubuhnya tidak lagi diharamkan dari neraka.”
Awan melirik Pelangi yang duduk di sisinya. Jawaban Ayah Ahmad begitu menghujam jantung. Pelangi memang tak pernah menangis di hadapan Awan, tetapi kala ia mengadu kepada Tuhannya akibat rasa sakit yang diberikan suaminya.
“Satu pertanyaan lagi, Ayah. Kenapa perempuan disebut tercipta dari tulang rusuk laki-laki?”
“Jika Allah menginginkan wanita berkuasa di atas laki-laki, maka Dia akan menciptakannya dari kepala Adam. Jika Dia menciptakan wanita sebagai budak pria, Dia akan menciptakan dari kakinya. Tapi Allah menciptakannya dari rusuk pria. Supaya setara dengannya. Jadi seperti halnya tulang rusuk, maka marwah istri adalah melindungi hati suaminya.”
"Memang kenapa kamu tumben tanya tentang perkara suami dan istri?" tanya Ibu Humairah diiringi tawa kecil.
“Tambah pengetahuan, Bu. Biar nanti nikah tidak jadi suami zalim.”
Baik ayah maupun ibu tertawa mendengar ucapan Zidan. Tanpa mereka sadari tujuan sebenarnya dari setiap pertanyaan itu.
Tak berselang lama, terdengar suara pintu diketuk. Zidan pun segera keluar untuk melihat siapa yang bertamu ke rumah mereka.
..........
Awan menatap seorang pria kira-kira hampir seusia dirinya, yang baru saja tiba. Pria tampan berwajah blasteran Indonesia - Timur Tengah itu merupakan tetangga lama mertuanya yang kini menetap di luar negeri.
Hampir lima tahun lamanya tak bertemu membuat Ayah Ahmad begitu bahagia. Dan Awan dapat melihat, baik Ayah Ahmad, Zidan maupun Ibu Humairah terlihat sangat dekat dengannya. Berbeda dengan Pelangi yang sangat menjaga jarak bahkan enggan menatap pria itu.
"Nak Guntur, bagaimana kabar ayah ibumu? Sangat lama tidak mendengar kabar mereka."
"Alhamdulillah, baik. Kalau tidak berhalangan, Insyaa Allah bulan depan ayah dan ibu akan berkunjung ke mari untuk menyambung silaturahim," sahut pria itu dengan ramah.
"Alhamdulillah."
Satu hal yang benar-benar membuat Awan tak nyaman. Sesekali pria bermata zamrud itu mencuri pandang kepada Pelangi, dan Awan pun dapat melihat betapa tidak nyamannya Pelangi dengan tatapan itu. Jika saja tidak sedang berada di rumah mertua, ia pasti sudah melayangkan bogem mentah ke wajah mulus pria itu.
"Maaf, saya duluan ke dalam." Pelangi meninggalkan tempat duduknya dan memilih kembali ke kamar.
Awan pun bernapas lega. Setidaknya pria yang baginya aneh itu tidak perlu lagi menatap istrinya.
"Ayah, sebenarnya kedatangan saya ke Indonesia adalah untuk sesuatu yang penting," sambung Guntur.
"Ada hal penting apa, Nak Guntur?" tanya Ayah Ahmad.
"Kalau Ayah, Ibu dan Zidan setuju, bulan depan orang tua saya akan datang dari Malaysia dengan maksud melamar Pelangi untuk saya."
Punggung Awan yang bersandar langsung tegap. Matanya melotot tajam.
...........