Dilarang Boom Like!!!
Tolong baca bab nya satu-persatu tanpa dilompat ya, mohon kerja sama nya 🙏
Cerita ini berkisah tentang kehidupan sebuah keluarga yang terlihat sempurna ternyata menyimpan rahasia yang memilukan, merasa beruntung memiliki suami seperti Rafael seorang pengusaha sukses dan seorang anak perempuan, kini Stella harus menelan pil pahit atas perselingkuhan Rafael dengan sahabatnya.
Tapi bagaimanapun juga sepintar apapun kau menyimpan bangkai pasti akan tercium juga kebusukannya 'kan?
Akankah cinta segitiga itu berjalan dengan baik ataukah akan ada cinta lain setelahnya?
Temukan jawaban nya hanya di Noveltoon.
(Please yang gak suka cerita ini langsung Skipp aja! Jangan ninggalin komen yang menyakitkan. Jangan buka bab kalau nggak mau baca Krn itu bisa merusak retensi penulis. Terima kasih atas pengertian nya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bilqies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENDUA 30
🍁Mansion Rafael🍁
Rafael berdiri di depan cermin di kamar tidurnya, matanya kosong menatap refleksi dirinya. Pikirannya dipenuhi kegelisahan yang sulit dijelaskan setelah dia menyetujui keinginan Angel untuk menikahinya. Tetapi, ada satu hal yang membuat Rafael bisa menerima keputusan itu yakni izin dari Stella, istrinya. Namun, itu bukan keputusan yang mudah bagi Rafael. Rasa bersalah bercampur aduk dalam dadanya menyeruak kembali ke permukaan.
Rafael yang notabene-nya suami dari Stella, dia tahu bahwa ada satu tempat yang akan membawanya untuk bertemu dengan Stella dan putrinya karena dia sudah hafal dengan perilaku Stella, bahwa saat Stella sedang merajuk atau pun ada masalah dengannya Stella selalu pulang ke rumah Mama nya untuk menenangkan pikiran nya.
Maka dari itu kemarin pada saat Rafael pulang tidak mendapati anak dan istrinya di dalam mansion. Rafael sudah menebak kalau Stella sedang berada di kediaman rumah Mama Elena. Dan Rafael sengaja tidak menjemput istrinya karena dia pikir harus memberikan ruang untuk Stella berharap sang istri pulang setelah merasa tenang, tapi tetap tak mengurangi rasa terkejutnya pertama melihat sang istri tidak ada di mansion nya sebelum Rafael mengingat kebiasaan Stella.
Rafael tahu meski hatinya berat, dia harus segera menemui Stella. Keberadaannya yang dia ketahui sekarang ada di mansion Mama Elena, dan Rafael merasa sebuah dorongan kuat untuk segera menemuinya. Rasa rindu, tanggung jawab, dan kebingungan membuat langkahnya semakin cepat.
Namun, sebelum keluar, sesuatu menarik
Perhatian Rafael. Laci meja rias istrinya, yang tertutup rapat, tiba-tiba mengundang rasa penasarannya. Entah kenapa, perasaan aneh itu mendorongnya untuk membukanya. Dengan hati-hati, Rafael menarik laci itu, dan di dalamnya sebuah benda pipih panjang yang bergaris dua merah tergeletak di atas selembar surat.
Sekilas, Rafael tahu benda itu. Sebuah test pack, yang digunakan untuk menguji kehamilan. Di satu sisi, ada rasa bahagia yang mengalir begitu saja. Tidak bisa dipungkiri, dia merasa bahagia setelah melihat garis dua merah itu. Tiba-tiba pikirannya melayang, teringat kembali pada momen indah dirinya bersama Angel yang kini menuntut tanggung jawab. Namun, matanya beralih ke surat yang tergeletak di dalam laci itu. Dengan rasa penasaran, Rafael membuka perlahan, membaca setiap kata yang tertulis di atas kertas itu.
Mas Rafael ....
Terima kasih atas segala cinta dan kasih sayang yang telah kau curahkan padaku selama ini, juga segala kebahagiaan dan kenangan yang telah kita lewati bersama.
Maaf aku belum bisa dan tidak akan pernah bisa membalaskan kasih sayang yang begitu besar itu, juga semua yang telah kau berikan untukku.
Mas Rafael, aku terima penghianatanmu padaku, walaupun itu sangat melukai hatiku tetapi aku ikhlas.
Aku tahu, segala yang terjadi termasuk pengkhianatanmu dengan Angel adalah bagian dari ketidakmampuanku. Tapi aku juga harus jujur pada diriku sendiri bahwa aku tidak bisa lagi tinggal bersamamu di sini.
Mas Rafael, apa kamu ingat? Janji suci pernikahan yang kamu ucapkan di hari pernikahan kita, ternyata kini hanya tinggal janji yang tidak akan pernah bisa jadi kenyataan karena kamu sendiri yang telah melanggar janji itu.
Aku pergi, Mas. Jaga diri kamu baik-baik. Maaf jika selama ini aku belum cukup menjadi istri yang kamu harapkan. Maafkan kekuranganku dalam melayanimu karena justru kamulah yang melayani dan memanjakanku, sehingga kamu merasa jenuh dan melampiaskan nya pada Angel, sahabatku.
Aku harap kamu bisa menjadi pria yang dulu kuat, tegar, dan penuh harapan. Jangan biarkan kesedihanmu menghancurkanmu. Hidup ini terus berjalan, dan aku percaya kamu akan menemukan kebahagianmu sendiri, meski bukan bersamaku.
Selamat tinggal, Mas Rafael. Semoga kamu menemukan kedamaian yang kamu cari.
Stella.
*
Setelah membaca surat itu, Rafael duduk tertegun, surat itu seperti pisau yang menusuk langsung ke dalam hatinya. Setiap kata yang tertulis seperti cermin yang memantulkan kesalahan dan kekhilafan yang telah dia perbuat.
Hatinya hancur, dan air mata mengalir begitu saja tanpa bisa dia cegah. Rasa penyesalan yang begitu dalam menyesaki dadanya. Dia tahu, semua yang terjadi adalah akibat dari pilihannya sendiri. Semua yang telah dia lakukan di belakang punggung Stella, semua kesalahannya terasa begitu jelas sekarang.
Setelah beberapa saat, Rafael menutup surat itu dengan tangan gemetar. Air mata terus bercucuran membasahi pipinya, Rafael menyimpan kembali surat itu kedalam laci dengan benda pipih panjang yang di ketahui fungsinya adalah sebuah alat untuk mengecek kehamilan.
Saat ini dia sudah terlalu jauh untuk melangkah. Dan sekarang, mungkin sudah terlambat untuk memperbaikinya. Akan tetapi, Rafael yang tekadnya sangat tinggi ingin keluarga kecilnya kembali utuh seperti dulu, tak membuat keinginannya surut begitu saja. Rafael tetap coba untuk memohon pada Stella bahkan dia rela sekalipun jika harus sujud di hadapan Stella, untuk mendapat maaf dari sang istri.
Tanpa berpikir panjang, Rafael segera beranjak dari tempatnya sembari menyambar kunci mobil di atas nakas dan berlari keluar meninggalkan kamar, menuruni setiap anak tangga berukir dengan tergesa-gesa menuju pintu utama.
Di depan mansion sudah ada mobil sport miliknya yang baru saja di bersihkan oleh Pak Edi selaku sopir pribadinya. Rafael pun bergegas masuk ke dalam mobil, kemudian melaju meninggalkan mansion.
🍁Mansion Mama Elena🍁
Setibanya di mansion, Rafael masuk dengan langkah tegas. Dia langsung menghampiri Mama Elena yang sedang duduk di ruang tamu. Rafael membuka mulutnya, bertanya dengan penuh tekad. "Di mana Stella, istriku Ma? Di mana anak ku, Rafella?"
Mama Elena dengan wajah yang datar, hanya menggelengkan kepala. "Mama tidak tahu, Rafael."
Rafael yang masih belum percaya akan apa yang di katakan Mama Elena. Dia kembali berjalan mendekat, menuntut dengan suara yang mulai terdengar tegang. "Jangan berbohong padaku, Ma. Aku tahu Mama tahu di mana mereka!"
Panik mulai merambat dalam diri Rafael, sementara Mama Elena tetap diam. Namun, entah kenapa, sebuah suara tak terduga membuat Rafael terhenyak. Bunyi dering teleponnya memecah keheningan. Rafael memandang layar telepon, tiba-tiba terbitlah seulas senyum dari bibir tipisnya setelah melihat nama yang tertera di layar pintarnya. Tanpa berpikir panjang, Rafael mengangkatnya.
"Stella, kamu dimana? Kenapa menangis?" Tanya Rafael dengan suara yang penuh kekhawatiran. Suara isak tangis Stella terdengar begitu jelas di telinga Rafael, membuatnya semakin cemas.
"Aku di villa, Mas Rafael ... Rafella ... dia diculik ... tolong ... datang ke villa sekarang ... mereka ... mereka menculik anak kita!" Suara Stella terputus-putus karena tangisan yang tak bisa ia tahan.
Jantung Rafael serasa berhenti sejenak. Rafella, anaknya, diculik? Dia bisa merasakan dadanya bergetar hebat. "Stella, tenanglah. Aku akan segera ke sana. Jangan khawatir."
Begitu menutup telepon, Rafael bergegas keluar dari mansion Mama Elena, wajahnya tampak tegang dan penuh kekhawatiran. Mama Elena yang melihat perubahan ekspresi pada menantunya segera bertanya, "Ada apa, Rafael?"
Rafael menatap Mama Elena dengan mata penuh ketegasan. "Rafella diculik, Ma. Aku harus segera ke villa."
Mama Elena terkejut, tetapi tak tinggal diam. Dia segera memutuskan untuk ikut bersamanya, mendampingi Rafael dalam pencarian anaknya.
Rafael segera meninggalkan rumah Mama Elena, langkah kakinya penuh tekad. Setiap detik terasa sangat berharga, dan di kepalanya hanya ada satu hal yang harus dia lakukan menemukan istrinya, dan menyelamatkan anak mereka.
🍁 Villa Keluarga Stella🍁
Di luar villa, dua kelompok pria tengah bertarung habis-habisan.
BUGH!
BUGH!
BUGH!
Seorang bodyguard Mama Elena berhasil mendaratkan bogeman mentah ke wajah salah satu pria itu, tetapi tubuh pria itu dengan cepat bangkit dan membalas dengan pukulan keras ke arah tubuh sang bodyguard.
Sementara itu, Stella berdiri di dekat jendela villa, melihat kekacauan itu dengan mata yang penuh ketakutan. Tangannya gemetar, dia terisak, berusaha menahan tangis. Di dalam hatinya, hanya ada satu pikiran Anaknya, Rafella, sedang dalam bahaya.
'Rafella ... maafkan Mommy nak tidak bisa melindungi mu.'
Perkelahian sengit di luar villa berakhir beberapa saat kemudian. Tubuh-tubuh yang terluka berguguran di tanah, dan anak buah pria misterius itu, yang terlihat lelah namun masih siap melarikan diri, bergegas pergi meninggalkan villa dengan mobil yang membawa Rafella. Mereka pergi dalam kecepatan tinggi meninggalkan villa.
Sementara itu, para bodyguard Mama Elena tetap berada di villa, mereka ingin segera melaporkan insiden ini kepada Mama Elena.
Sekitar 10 menit kemudian, sebuah mobil sport tiba dengan suara mesin yang menggema di area villa. Rafael dan Mama Elena keluar dari mobil, berjalan cepat menuju villa.
Mereka segera masuk ke dalam villa dan bertemu dengan Stella yang masih terisak. Wajah Stella yang penuh kecemasan dan ketakutan langsung terlihat jelas saat Rafael mendekatinya.
"Mas Rafael ... Rafella ... dia dibawa pergi oleh orang-orang itu ...." Ucap Stella dengan suara terbata.
Rafael yang mendengar itu langsung merangkul Stella, berusaha memberikan ketenangan pada istrinya, meskipun di dalam dirinya juga ada perasaan yang tidak kalah cemas.
"Ssst ... tenanglah, Sayang. Aku akan mencari Rafella. Aku pastikan Rafella kembali ke pelukan kita, percayalah padaku."
"Mas Rafael ... bagaimana bisa ini terjadi?" Suaranya kembali terisak, hampir hilang dalam tangisnya.
Tiba-tiba, suara ponsel Rafael berdering. Kemudian dia mengangkatnya, dan saat melihat nomor yang muncul di layar, dia terdiam sejenak.
"Angel ...." Kata Rafael, terkejut. Dia segera menekan tombol hijau untuk menjawab.
Rafael mendengarkan suara Angel yang penuh keyakinan di seberang sana. "Rafael ... Rafella ada bersamaku. Jika kamu ingin dia selamat, kamu harus cepat menikahiku."
Rafael terdiam, seolah tidak percaya dengan kata-kata itu. Namun, suara di ujung sana terus mendesaknya. "Kamu sudah tahu aku akan melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang aku inginkan. Jadi ... menikahlah denganku. Atau kalau tidak, aku akan berbuat lebih dan tidak segan-segan menyakiti putrimu ini!" Ucap Angel tegas terdengar penuh penekanan di akhir kalimat.
Sebelum Rafael bisa menjawab, sambungan telepon tiba-tiba terputus. Dia memandang ponselnya dengan ekspresi marah dan bingung.
Dengan ekspresi yang berubah menjadi lebih serius, Rafael menghadap Stella. "Stella, ada hal yang harus aku katakan. Angel ... dia yang menculik Rafella. Aku ... aku terpaksa harus memberikan apa yang dia inginkan."
Stella mendengarnya dengan mata penuh kebingungan. "Apa maksudmu?" Tanyanya, suaranya bergetar.
"Aku ... aku diminta menikahi Angel, Stella. Itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan Rafella." Jawab Rafael, suaranya penuh keputusasaan.
Tapi, Stella yang baru saja merasa sedikit tenang, kini amarahnya meledak. "Apa? Jadi semua ini ulah Angel. Aku tidak mau tahu apapun tentangmu, yang terpenting saat ini Rafella harus selamat. Kamu harus bertanggung jawab, Mas! Atau kalau tidak, aku akan membencimu seumur hidup bila terjadi sesuatu pada putriku." Stella menatap tajam pada Rafael.
Rafael tampak tertekan. "Stella, ini bukan yang aku inginkan. Tapi aku harus melakukannya, untuk menyelamatkan Rafella."
Stella memandangnya dengan mata penuh kebencian. "Terserah kamu, Mas! Aku tidak peduli apa yang Angel inginkan. Saat ini yang penting adalah Rafella!"
Rafael mencoba menenangkan, namun Stella sudah terlalu marah. "Tega kamu, Mas. Aku tidak habis pikir kamu bicara seperti itu, minta izin untuk menikahi wanita lain, saat putri kita dalam bahaya!"
Pertengkaran mereka semakin memanas. Setiap kata yang keluar dari mulut mereka seolah-olah semakin menjauhkan mereka dari kenyataan yang ada. Dalam hati, keduanya tahu mereka harus segera mencari Rafella, sebelum terlambat. Namun, hati masing-masing sedang hancur, terpecah antara cinta, pengkhianatan, dan keputusan sulit yang harus diambil.
Mendengar itu Mama Elena coba mengalihkan mereka dari perdebatan itu.
"Rafael, ini bukan waktu untuk berdebat. Kita tidak punya waktu. Kamu harus mencari Rafella sekarang juga!"
Dengan satu kalimat itu, Mama Elena memaksa Rafael untuk menghentikan perdebatan yang tak ada habisnya, dan mengingatkan mereka pada prioritas yang jauh lebih besar menyelamatkan Rafella.
Namun, dalam hati Stella, luka lama tentang perselingkuhan Rafael dan hubungannya dengan Angel semakin terasa menyakitkan. Dan keputusannya yang dia ingin memberikan kesempatan pada Rafael sontak berubah, tekadnya sudah bulat untuk bercerai dengan Rafael. Dia tidak akan memperdulikan perasan putrinya lagi, dia hanya ingin hidup nyaman bersama putrinya Rafella.
*
"Hiks ... hiks ... hiks ... ampun Tante ...."
.
.
.
🍁Bersambung🍁