Hasrat Seorang Gangster

"Thomas Vanessa, tega sekali kau menghina mamaku demi wanita lain," gumam Gracia sambil meremas laporan itu. Ia kemudian meninggalkan rumah sakit dengan langkah berat, kepalanya penuh dengan kemarahan dan kebingungan.

Setibanya di Mansion Vanessa, Gracia melihat dari kejauhan Thomas dan Aniza sedang bertengkar hebat. Ia mendekat dengan hati-hati, mendengarkan setiap kata yang terucap.

"Kenapa kau melarangku lapor polisi? Putriku sudah seperti ini, kau masih ingin menutupinya...," teriak Aniza dengan mata yang berkaca-kaca.

Gracia berdiri di depan pintu utama, hatinya berdebar kencang. Ia merasakan gelombang kemarahan yang memuncak dalam dirinya.

"Dia adalah bos gangster, Darson Rodriguez, Berani mengakui perbuatannya itu artinya dia tidak takut kita melaporkan dia ke polisi," jawab Thomas dengan nada datar, seakan tidak peduli.

"Kenapa kalau dia tidak takut? Apakah harus membiarkan dia pergi begitu saja? Dia menyuruh 16 anak buahnya melecehkan putriku. Apakah aku harus melupakan insiden ini? Beautiful dalam kondisi trauma dan sulit untuk melupakan mimpi buruk itu. Dia sudah hancur," teriak Aniza, suaranya pecah oleh emosi.

Gracia hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. "Beautiful dilecehkan anggota Darson," gumamnya dengan suara parau.

"Semua ini karena menantumu. Apakah karena dia adalah menantumu sehingga kau lebih memilih diam?" bentak Aniza dengan kemarahan yang meluap-luap.

"Jangan bicara seperti itu. Insiden itu sudah terjadi. Walaupun kita menuntut polisi, mereka juga tidak akan bisa menangkapnya. Dia memiliki kekuasaan dan menentangku untuk menuntutnya, dan akibatnya kita tidak akan mampu menanggungnya," ujar Thomas dengan nada suara yang terkontrol, tetapi dingin.

"Semua ini karena putrimu. Kalau bukan karena dia, mana mungkin putriku menjadi incarannya," ketus Aniza dengan penuh kebencian.

"Bukankah saat itu kau yang menyarankan menjual Gracia pada Darson agar dirinya tidak bebas atau pulang dengan bernyawa? Kenapa saat ini kau menyalahkan aku?" jawab Thomas dengan nada tajam.

"Kau juga setuju tentang hal itu. Kau juga tidak peduli walau dia adalah anak kandungmu," kata Aniza dengan mata yang berkilat-kilat marah.

Gracia mengepalkan tangannya, merasa hatinya hancur berkeping-keping. "Ternyata dia hanya berbohong padaku. Sejak awal dia tahu aku adalah anak kandungnya dan sengaja mengusirku serta menghina mama. Sungguh keterlaluan," batinnya, merasa kebencian yang mendalam menguasai dirinya.

"Kalau bukan karena keinginan putrimu, mana mungkin aku setuju. kau tidak bisa hanya menyalahkan aku saja. Uang itu kau yang menerimanya. Kau yang mendapatkan keuntungannya. Jangan lupa juga, gangster itu kau yang cari, bukan aku!" ketus Thomas dengan nada tinggi, matanya menyala-nyala marah.

"Salah! Bukan aku yang cari, tapi dia mendatangiku. Aku tidak tahu apa alasannya dia menginginkan Gracia. Dia yang menawarkan harga tinggi padaku. Agar dia bisa memiliki Gracia selama 3 hari 3 malam," jawab Aniza dengan penuh emosi, suaranya menggema di ruang besar mansion itu.

"Kenapa Darson menginginkan aku, padahal aku tidak mengenalnya?" batin Gracia penasaran, tangannya gemetar menahan marah.

"Tidak mungkin, Gracia tidak pernah bergaul dengan gangster. Mana mungkin dia mengenal Gracia," jawab Thomas dengan nada tak percaya, menatap Aniza dengan mata penuh kecurigaan.

"Siapa yang tahu! Mungkin saja mereka pernah bertemu. Darson menegaskan harus Gracia. Kalau bukan dia, maka dia menolak membayar sejumlah uang," ujar Aniza dengan nada penuh kepastian.

"Ini adalah balasan yang kalian terima," ucap Gracia tiba-tiba, suaranya tegas membuat Thomas dan Aniza terkejut. Mereka berdua menoleh dan melihat Gracia berdiri di ambang pintu dengan wajah yang penuh kemarahan.

"Kenapa kau ada di sini?" tanya Thomas dengan nada terkejut

"Tidak tahu malu, sungguh tidak malu. Menuduh mamaku demi berselingkuh dengan sekretarismu. Merekayasa cerita agar bisa bersama dia dan putrinya." kata Gracia sambil menunjuk ke arah Aniza." Di mana hatimu? Dan yang lebih tidak tahu malu adalah...kau juga meniduri anak tiri sendiri. Sangat luar biasa," ujar Gracia dengan suara gemetar, penuh kemarahan yang tertahan.

"Kau datang tanpa diundang, seharusnya kau salahkan suamimu itu. Kalau bukan karena dia, mana mungkin putriku menjadi korban pelecehan," ketus Aniza dengan mata penuh kebencian.

"Itu adalah balasan yang harus kalian terima. Sudah seharusnya putrimu mengalaminya. Demi uang kau menjualku. Kini, putrimu bahkan lebih parah dariku. Setidaknya aku dinikahi dan menjadi istri sah secara hukum. Sementara putrimu dibuang begitu saja," jawab Gracia dengan nada dingin, menatap Aniza tajam.

"Kurang ajar!" bentak Aniza yang ingin menampar Gracia, tetapi tangannya langsung ditahan oleh Gracia dengan kekuatan penuh.

"Tidak bisa menerima apa yang aku katakan? Lucu sekali. Kalian adalah pasangan yang tidak tahu diri," ketus Gracia dengan nada mengejek.

"Keluarga ini hancur karena aku memiliki orang tua seperti kalian," kata Gracia dengan suara tegas, melempar hasil laporan kepada Thomas. "Mamaku meninggal sia-sia. Aku sebagai anaknya tidak akan diam begitu saja."Gracia yang kesal kemudian beranjak dari sana, meninggalkan Thomas dan Aniza yang terdiam.

Thomas membaca hasil laporan DNA dirinya dan Gracia yang menyatakan bahwa Gracia memang adalah anak kandungnya. Ia meremas kertas itu, merasa beban berat di pundaknya semakin bertambah.

"Kebohonganmu sudah terungkap, apa lagi yang bisa kau lakukan? Apakah hanya diam dan tidak ingin menuntut Darson?" tanya Aniza, suaranya penuh ejekan dan kemarahan.

"Setelah menuntutnya, apakah kita masih bisa terlepas dari genggaman Darson? Dia adalah manusia yang tidak berperasaan. Dia bisa melakukan apa saja," kata Thomas dengan suara gemetar, menyadari betapa berbahayanya Darson sebenarnya.

Gracia yang berada di sepanjang jalan hanya menatap keluar jendela mobil dengan tatapan kosong. Hatinya penuh dengan rasa sakit dan kebingungan.

Kelvin yang sedang menyetir memperhatikan Gracia dari cermin yang di atas kepalanya "Apakah Nona baik-baik saja?" tanya Kelvin dengan suara lembut.

"Aku tidak apa-apa, Kelvin. Tapi aku ingin tahu, apakah Darson mengenalku sejak dulu?" tanya Gracia, suaranya penuh keingintahuan.

"Apakah Nona tidak mengenal bos?" tanya Kelvin dengan nada terkejut.

"Saat tinggal bersama mereka, aku tidak pernah bebas. Aku keluar hanya untuk membeli bahan kebutuhan dapur. Jadi mana mungkin aku bisa mengenal Darson," jawab Gracia, matanya masih menatap keluar jendela.

"Aneh sekali! Dia sangat mirip dengan kekasih bos dulu. Kenapa dia malah tidak ingat lagi," batin Kelvin, mencoba memahami situasi yang aneh ini.

"Apakah Darson pernah memiliki seorang kekasih?" tanya Gracia, penasaran dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Iya, bos sangat mencintainya," jawab Kelvin, mencoba menjaga suaranya tetap tenang.

"Sangat mencintai tapi menikahi wanita lain. Apakah ini namanya cinta?" tanya Gracia dengan nada sinis.

"Bos tidak menyukai nyonya, pernikahan hanya karena saling kenal dan mendukung. Sama-sama dari dunia bawah tanah," jawab Kelvin.

"Kalau begitu, kemana kekasihnya?" tanya Gracia, semakin penasaran.

"Suatu hari dia menghilang begitu saja. Setelah dia hilang, bos mencarinya tanpa henti," jawab Kelvin.

"Kekasih yang kamu katakan, apakah aku orangnya?" tanya Gracia dengan nada ragu.

"Iya," jawab Kelvin singkat, tetapi penuh kepastian.

Gracia terdiam dan merasa aneh serta penasaran. Ia menatap ke luar jendela, mencoba mengingat setiap detail masa lalunya, mencari jawaban di balik semua kebingungan ini.

"Siapa nama kekasihnya?" tanya Gracia, suaranya bergetar sedikit.

"Namanya adalah Gracia," jawab Kelvin yang penasaran dengan pertanyaan Gracia.

Gracia terdiam sejenak, Setelah beberapa saat, Gracia berkata, "Sebelum pulang, kita ke perusahaan media."

Malam hari.

Kelvin menemui Darson di ruang pribadinya.

"Bos, mereka mengatakan nona Gracia tidak pernah rawat di rumah sakit, Rumah sakit sama sekali tidak ada datanya," kata Kelvin.

"Tidak ada datanya berarti dia tidak pernah mengalami kecelakaan, Jadi mana mungkin hilang ingatan. Apakah dia sedang bermain denganku?" gumam Darson mengepal tangannya.