Reyn Salqa Ranendra sudah mengagumi Regara Bumintara sedari duduk di bangku SMA. Lelah menyimpan perasaannya sendiri, dia mulai memberanikan diri untuk mendekati Regara. Bahkan sampai mengejar Regara dengan begitu ugal-ugalan. Namun, Regara tetap bersikap datar dan dingin kepada Reyn.
Sudah berada di fase lelah, akhirnya Reyn menyerah dan pergi tanpa meninggalkan jejak. Pada saat itulah Regara mulai merindukan kehadiran perempuan ceria yang tak bosan mengatakan cinta kepadanya.
Apakah Regara mulai jatuh cinta kepada Reyn? Dan akankah dia yang akan berbalik mengejar cinta Reyn?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Terluka Membawa Bahagia
Rega menjadi pusat perhatian ketika masuk ke kantor Wiguna Grup yang besar. Dia sudah menunduk, tapi para karyawan yang bekerja di sana sangatlah jeli.
"Kenapa dengan wajah Pak Rega?"
Berbarengan dengan suara pintu terbuka, Reyn menegakkan kepala. Dahinya mengkerut ketika melihat wajah Rega yang terluka.
"Habis berantemkah?"
"Dengan siapa?"
Reyn tak mau ikut campur. Dia kembali fokus pada tumpukan laporan di meja. Baru saja memeriksa laporan pertama, suara ringisan kecil terdengar dari arah meja Rega. Segera diputar tubuhnya. Ternyata Rega sedang membersihkan lukanya dengan tisu. Reyn pun berdecak pelan dan langsung berdiri. Awalnya dia ingin acuh, tapi hatinya tak bisa melakukan itu.
Rega terkejut ketika tisu yang sedang dia gunakan dirampas seseorang. Kepalanya menegak dan Reyn sudah berdiri dengan membawa kotak obat. Tanpa banyak bicara Reyn membantu Rega membersihkan luka di tulang pipi juga bibir. Rega tak meringis sama sekali karena mata dan pikirannya sedang tertuju pada sosok cantik yang tengah mengobatinya. Juga mengobati rasa rindunya.
"Berantem sama siapa?"
Reyn sudah menatap Rega dengan penuh keingintahuan. Rega hanya menyunggingkan senyum. Tidak mungkin dia menceritakan yang sebenarnya. Toh, dia juga menerima dengan ikhlas Bogeman dari ayahnya Reyn.
"Jawab!"
Terlihat wajah Reyn kesal karena Rega sama sekali tak menjawab pertanyaannya. Reyn terus mendesak, tapi Rega tetap menutup mulutnya dengan rapat.
Setelah kalimat spontan yang Rega katakan, kepada ayah Reyn, kerah kemejanya langsung ditarik dan tanpa aba-aba tangan berurat itu menghajar wajah Rega dengan sangat keras. Sakit sudah pasti, tapi Rega tak membalasnya sama sekali. Dia meyakini jikalau Restu Ranendra tengah meluapkan marahnya, emosinya juga kemurkaannya terhadap sikapnya empat tahun yang lalu kepada sang putri. Rega menerima itu dengan hati yang lapang. Sama sekali tak ada dendam. Meskipun wajahnya sudah dipenuhi luka lebam.
"Pak Rega--"
"Aku rela dipukuli seperti ini setiap hari supaya diperhatiin terus sama kamu."
Reyn menekan pipi Rega mendengar kalimat tersebut. . Mata Rega berkedip sedikit cepat karena rasa sakit juga perih yang ditimbulkan oleh kekuatan tangan Reyn.
"Jangan asal ngomong!"
Sambil menahan kesal, Reyn terus memikirkan siapa yang sudah melukai Rega sampai dia tak mau memberitahu. Reyn mulai menemukan sebuah titik terang. Dia meninggalkan Rega. Padahal, belum selesai diobati. Sebelum pintu ruangan Reyn buka, dia sudah menghubungi seseorang.
"Pangpang, Ryen pengen ketemu sekarang juga."
Dahi Rega mengkerut mendengar nama yang begitu asing yang Reyn sebut.
"Siapa Pangpang?"
.
"Mau apa sih lu?"
Apang sudah bersungut karena tiba-tiba Reyn meminta rekaman cctv di depan lobi. Apang pun menurutinya saja karena jika tidak dia yang akan berurusan dengan Abang Er dan Ahjussi.
Rekaman cctv yang diminta Reyn sudah dikirim. Mereka berdua tercengang ketika melihat seorang pria berbadan kekar menghajar seseorang dengan penuh amarah di depan mobil.
"Bokap lu, Reyn!"
Dugaan Reyn benar. Dia pun menghela napas kasar. Apang menatap Reyn dengan serius.
"Bawa ke rumah sakit, Reyn. Takutnya ada yang serius. Soalnya itu pake tenaga banget."
Rega sangat tahu bagaimana kekuatan papi Restu ketika marah. Reyn segera menghubungi seseorang. Cukup lama panggilan darinya dijawab.
"Uncle Khai, tolong kirimin salep buat luka lebam."
Bibir Apang terangkat sedikit ketika mendengar Reyn menghubungi pamannya yang tak lain adalah dokter. Tanpa Reyn mengatakan apapun, mimik wajah Reyn sudah menjelaskan semuanya.
Reyn pun kembali ke ruangannya. Ketika dia masuk, Rega tengah berbicara serius via sambungan telepon. Reyn mendekat dan kembali mengobati luka pada wajah Rega meskipun Rega tengah sibuk mengobrol serius.
Mata Reyn melebar ketika bokongnya sudah mendarat di pangkuan Rega akibat tangannya ditarik lembut oleh Rha. Tangannya mengunci pinggang Reyn hingga membuat Reyn membeku.
"Biar lebih mudah," ucapannya tanpa mengeluarkan suara.
Jika, bukan karena ulah papinya, Reyn tidak akan mau seperti ini. Meskipun, dia tidak tahu apa permasalahannya, Reyn harus bertanggung jawab untuk mengobati Rega.
Pembicaraan Rega selesai bertepatan dengan selesainya pengobatan di wajah Rega. Kuncian tangan Rega pun dilepaskan. Reyn bangkit dari pangkuan atasannya itu.
Begitulah cara Reyn meminta maaf atas perbuatan ayahnya. Dia memang tak mengungkapkan, tapi dia melakukannya dengan tindakan.
Sesuai dengan yang Reyn katakan. Dia kembali mengobati luka Rega ketika salep yang dia minta sudah tiba.
"Aku obatin lagi."
Rega pun mengangguk. Ada kebahagiaan di hatinya. Benar kata sang mama, tidak semua yang ada di dalam diri Reyn hilang. Masih ada yang tersisa, yakni perhatiannya yang masih sangat sama.
Setiap dua jam sekali, Reyn akan me-reapply salep dengan hati-hati di wajah Rega. Dia benar-benar merawat Rega dengan begitu telaten. Padahal, lelaki itu hanya terluka ringan.
Setengah jam sebelum jam pulang kerja, Reyn kembali memberikan salep pada luka yang ada di wajah Rega.
"Udah gak separah tadi," ucap Rega.
"Masih sakit?" tanya Reyn sambil menatap Rega.
"Semua sakitku akan sembuh karena ada kamu di sampingku."
Reyn berdecak kesal. Tangan Rega sudah melingkar di pinggang Reyn.
"Aku mencintai kamu, Reyn. Jadilah istriku."
Bukan lagi pacar, Rega langsung meminta Reyn menjadi istrinya. Namun, Reyn segera mengalihkan pembicaraan.
"Sudah waktunya pulang."
Reyn segera menjauhi Rega dan membereskan semuanya. Pulang lebih dulu meninggalkan managernya itu. Sedangkan Rega sudah tertawa. Rasa rindunya pada sosok Reyn yang sesungguhnya terobati.
Dia seperti mengulang kenangan bersama Reyn. Di mana Reyn begitu cemas karena melihat dirinya jatuh dari motor dan dipenuhi luka. Reyn merawatnya dengan sangat baik juga telaten sampai dia sembuh. Sungguh hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan setelah empat tahun perpisahan dirinya dengan Reyn.
"Bagaimana aku tak mencintai kamu, Reyn? Andai aku tak terlambat menyadari, kita pasti sudah bahagia."
.
Tak ada yang menghubungi Reyn untuk menjemput. Itu tandanya Reyn harus pulang sendiri. Padahal, di rumah ada sopir, tapi Reyn berniat untuk naik ojek online. Baru juga sampai lobi, Reyn dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang sudah tersenyum manis kepadanya. Dia adalah Langit.
Langkah Reyn seketika terhenti, tapi Langit mulai menghampiri. Rasa tak nyaman mulai menghinggapi. Ingin rasanya dia lari. Tangan Langit tiba-tiba terulur ke arahnya. Sorot matanya meminta Reyn untuk menyambut uluran tangan itu.
"Reyn ay--"
Ada uluran tangan lain dari arah samping. Reyn pun menoleh dan senyum yang begitu teduh membuatnya terpana. Anggukan kecilnya seperti menghipnotis. Seketika tangan Reyn menyambut uluran tangan tersebut. Tak menunggu lama, Rega segera membawa Reyn keluar dari sana.
Langit membeku, dan kalimat dari Erzan mulai terngiang.
"Ulurkan tangan lu. Apakah adik gua akan menyambutnya? Atau malah datang uluran tangan lain yang akan langsung dia sambut."
...**** BERSAMBUNG ****...
Hampir tiap hari double up, komen atuh dong.