21++
sebagian cerita ada adegan panasnya ya.
harap bijak dalam membaca.
bocil skip aja. jangan maksa 😂😂
caera Anaya. rumah tangganya yang berakhir dengan perceraian karna penghiatan suami dan sahabatnya.
rasa sakit yang membuat hatinya membatu akan rasa cinta. tetapi ia bertemu dengan seorang lelaki dan selalu masuk dalam kehidupannya. membuat ia berfikir untuk memanfaatkan lelaki itu untuk membalas sakit hati pada mantan suaminya.
akankah caera dapat membalas sakit hatinya?
yuk ikuti karya pertama ku ya 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bennuarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 23
Jacko melajukan mobil secara ugal-ugalan. tapi itu atas perintah Deva. untungnya jalanan sudah mulai agak sedikit sepi. karena sudah jam sebelas malam.
"bisakah kau percepat lagi Jack?"
Deva menendang kursi depan mobil tempat Jacko menyetir. terlihat ia sangat gusar.
Jacko diam saja. hanya melirik Deva dari kaca spion depan. tetap focus pada jalan di depan. menyalip beberapa kendaraan yang melintas di depannya.
mau mati kau rupanya. begitu kata hati Jacko. sudah sekencang ini masih di bilang lebih cepat lagi? sudah seratus kilo meter perjam, itu sudah batas maksimal. ini di jalan kota bung!!!
Jacko menggerutu dalam hati. kalau tidak ingat Deva adalah bos dan penyelamat hidupnya, rasanya dia ingin turun saja dan menyerahkan kemudi di tangan Deva.
huuuhh
Deva mendesah kesal berkali-kali. ingin secepatnya sampai di tujuan sesegera mungkin. berkali-kali mengecek Layar ponselnya.
begitu sampai di taman pinggiran kota, Deva segera turun dari mobil dan tergesa menuju kedalam taman. tidak menunggu Jacko yang masih di mobil.
seseorang melambaikan ponsel padanya yang layarnya menyala di keremangan lampu taman.
"bagaimana?"
tanyanya pada Ari begitu mereka bertatapan. Ari anak buahnya yang selalu mengawasi caera dari jauh selama ini.
"masih di sana tuan" tunjuknya ke arah bangku taman, jaraknya sepuluh meter dari tempat mereka berdiri. di bawah pohon pisang hias di dekat kolam.
terlihat seorang wanita duduk disana membelakangi mereka. pundaknya berguncang halus menandakan dia menangis.
"baiklah. kau tunggu di sini"
ujar Deva dan pergi meninggalkan anak buahnya.
mendekati ke arah wanita itu. terdengar lirih Isak tangisnya yang begitu pilu. tersengguk hingga mengguncang pundaknya. Deva berdiri di sampingnya. masih memperhatikan dengan seksama.
"nona caera"
caera menoleh. terlihat mata basah yang begitu menyedihkan. hati Deva berdenyut sakit melihat itu. ingin rasanya ia merengkuh pundak yang rapuh itu kedalam peluknya, dan menenangkan hati yang sedang gundah.
"hiks.. hikss.. hiks"
hanya itu yang keluar dari mulut caera. isakan menyedihkan. dia tak mampu berkata-kata lagi. pikirannya kacau. otaknya tidak berfungsi sekarang. ia mengenal itu Deva. merasa tidak ada yang perlu di takutkan.
Deva duduk di sampingnya. berdekatan dengan caera. melepas jasnya dan memakaikan di pundak caera.
"di sini dingin. kenapa tidak pulang saja?"
caera masih menatapnya. tak ada niat untuk menjawab. air mata itu terus berderai di pipinya.
rasanya ia ingin berteriak melepaskan rasa sesak di dada. tapi ia tak sanggup. merasakan hidupnya sekarang tidak berarti lagi. rasa sakit itu berjejalan di dadanya.
Deva menatap mata caera yang menyatakan dia sedang terluka.
"ini" Deva mengulurkan sapu tangan "kau berhutang dua pada ku" lanjutnya seraya tersenyum.
bruukk
huuuu... huuuu ..
tiba-tiba caera menubruk dadanya. menangis di sana. menumpahkan air mata yang tak terbendung lagi.
Deva merengkuh tubuh lemah itu. mengusap punggung caera lembut. mencoba menyalurkan ketenangan. membiarkan kepala caera rebah di dada bidangnya.
membelai puncak kepala caera. sesekali mengecup disana.
"menangislah jika itu yang membuat mu lega"
huuuu... huuu...
caera menangis makin kencang. dia tidak tahu harus berkata apa. yang bisa ia lakukan kini hanya menangis. melampiaskan rasa sakit hatinya. caera tidak perduli Deva terima atau tidak dadanya sebagai tempat pelampiasan air matanya.
sambil memeluk caera, Deva memejamkan matanya. ikut merasakan rasa perih itu. rasa sakit yang tak bisa di lukiskan dengan kata. dulu Deva di posisi ini. tidak ada yang bisa menyembuhkan sakit hatinya selama bertahun-tahun. membanting dirinya dalam kegelapan. berteman dengan alkohol dan rokok.
tidak ada bahu tempatnya menumpahkan air mata. dia sendiri. sampai-sampai Jacko yang setegar karang menitikkan air mata melihatnya hidup dalam kehampaan. Jacko memohon padanya untuk kembali berjuang bersama.
dulu Deva melayang tak tentu arah. dia tidak mau wanita dalam pelukannya ini merasakan hal yang sama sepertinya. berjanji dalam hati untuk selalu menjaganya.
"aku sangat membencinya sekarang. huuu... huuu.... benciiii.."
caera berkata dalam tangisnya. kemeja Deva sudah basah oleh air mata caera.
"haruskah aku membunuhnya?"
caera tersentak. menghentikan tangisnya dan mendongak menatap Deva. pria itu masih memejamkan matanya. rahangnya mengetat.
pelan-pelan ia buka matanya. menatap wajah caera yang ada di dadanya.
"kau sangat jelek jika menangis. aku akan membunuhnya supaya kau tidak menangis lagi"
di usapnya pipi basah caera. menghapus air mata itu perlahan. caera masih diam menatap mata coklat Deva. tangisnya berhenti. hanya menyisakan isakan lirih.
Deva tahu caera tidak akan pernah menjawab 'iya'. tidak akan menyetujui apa yang di tanyakan Deva tadi.
Deva mengendurkan pelukannya. memisahkan caera dari tubuhnya.
"ayo, aku antar pulang"
caera menggeleng pelan. menolak di antar pulang.
"aku tidak mau ibu melihat ku seperti ini"
ujar caera lirih. air matanya kembali menetes. kali ini tanpa raungan seperti tadi.
"memangnya kau kenapa? masih cantik seperti biasa"
caera tersenyum samar. senyum yang di paksakan. senyum yang masih tidak dapat menutupi rasa sedihnya.
Deva menatapnya sedih. di saat terluka seperti ini, caera masih memikirkan orang-orang yang menyayanginya akan ikut terluka melihatnya begini.
"baiklah, di sini dingin. nanti kau sakit. ayo ikut aku"
Deva menarik tangan caera berdiri. mengajaknya berjalan keluar taman menuju mobil.
"kemana?"
"kau butuh istirahat. jangan membantah"
jawab Deva tegas. "mana kunci mobil mu?"
menadahkan tangan meminta kunci mobil caera.
mendengar suara tegas Deva, caera seperti terhipnotis. menurut saja dan menyerahkan kunci mobilnya ke tangan Deva.
mereka tetap berjalan berpegangan tangan. ketika melewati Jacko dan Ari, Deva melemparkan kunci mobil caera pada Ari.
"jaga dan uruslah"
ujarnya memerintah.
Ari mengangguk dan membungkuk hormat. dan pergi memisahkan diri untuk mengurus mobil caera.
Jacko mengikuti di belakang. diam dan waspada melihat sekeliling. bosnya ini sungguh gila. terang-terangan membawa caera yang masih berstatus istri orang.
mereka masuk ke mobil dengan diam. caera dan Deva duduk di bangku belakang. Jacko menjalankan mobil dengan pelan.
"rumah bukit Jack"
Deva memerintah. Jacko hanya menganggukkan kepalanya. dan mengerti kemana Deva mau membawa caera.
****
mereka sampai di rumah bergaya modern yang terletak di pinggiran kota. caera tidak terlalu memperhatikan jalanan karena keadaan gelap.dan pikirannya yang berkecamuk tidak karuan. tapi mereka melewati area jalur jalan pribadi, yang hanya di lewati si empunya lahan luas ini.
Deva membawanya masuk ke dalam rumah. sungguh rumah berselara tinggi. semua serba mewah. tapi warnanya di dominasi warna krem dan abu-abu.
caera tidak berselera memperhatikan detail keadaan rumah itu. tubuhnya di sini, tapi hati dan otaknya berkelana entah kemana.
"ayo"
Deva menarik tangan caera tagi. menggenggamnya dan mengajak caera menaiki lantai atas.
caera menurut saja. dia memang butuh istirahat. tubuhnya lelah. mengikuti langkah Deva. di anak tangga, sebentar dia melirik ke arah bawah. Jacko hanya diam berdiri memandangi mereka.
eh.. robot itu
Deva dan caera memasuki sebuah kamar tidur. sepertinya ini kamar tidur Deva. caera melihat foto Deva terpajang di atas nakas sebelah kiri. kamar mewah dengan ranjang king size. kamar yang didominasi warna krem lembut. dengan jendela kaca besar yang langsung menuju balkon.
"istirahatlah dulu. aku akan menyiapkan makanan"
ujar deva beranjak ke pintu ingin keluar kamar.
"tidak usah. aku ingin tidur saja"
Deva berhenti. menatap caera yang sudah duduk di tepi ranjang. Deva mendekat lagi.
"baiklah. kemari"
Deva menarik tubuh caera untuk rebahan di ranjang. caera agak menolak. tubuhnya menegang. ia takut.
Deva tersenyum geli. ia tahu caera takut Deva akan berbuat macam-macam padanya.
"aku tidak akan memperkosa mu. tenang saja"
caera meliriknya kesal. membenarkan letak tubuhnya di kasur. merebahkan diri memunggungi Deva.
Deva hanya tersenyum. dia dapat merasakan kegelisahan caera. di tempat asing, dengan pria asing, satu ranjang lagi. dan dia masih berstatus istri Arya.
"kemari lah"
Deva menarik lengan caera pelan. caera telentang dan menatap Deva.
"eh.. apa yang.. "
"sudah jangan membantah terus. aku sudah bilang bukan, aku tidak akan memperkosa mu dan berbuat yang macam-macam"
Deva tersenyum. itu menenangkan hati caera. Deva mendekap tubuh caera. meletakkan kepala caera di lengan kekarnya. membuat caera makin merasa nyaman dan menempelkan wajahnya di dada bidang Deva.
menghirup aroma tubuh Deva. otaknya berpikir dia pernah mencium aroma itu. tapi kapan?
sudah dua kali dia memikirkan tentang ini. sewaktu di pantai dan sekarang di sini. aroma tubuh Deva serasa tidak asing di indera penciumannya.
"tidur Lah. semua akan baik-baik saja"
Deva mengusap-usap rambut caera lembut. otak yang tadinya sudah akan menemukan kapan mencium aroma tubuh dan parfum Deva, kini sirna sudah. rasa nyaman itu hadir.
tubuh dan pikiran yang sudah begitu lelah, kini mendapat angin lembut yang melenakan caera. ia memejamkan mata dan membuang semua masalah yang seperti benang kusut di otaknya.
tidak peduli lagi tentang status dirinya. tentang siapa yang memeluknya di ranjang hangat.
persetan dengan semua itu. setia? haruskah kata setia itu bertengger di hatinya sekarang? cih... terlalu malang jika memikirkan kesetiaan pada orang yang terhianati.
Daan sayang bngt aku ga punya Deva hhhh