Menutupi jati dirinya sebagai pemimpin dari dunia bawah yang cukup ditakuti, membuat seorang Kenzo harus tampil dihadapan publik sebagai CEO dari perusahaan Win's Diamond yang sangat besar. Namun sikapnya yang dingin, tegas serta kejam kepada siapa saja. Membuatnya sangat dipuja oleh kaum wanita, yang sayangnya tidak pernah ia hiraukan. Dengan ditemani oleh orang-orang kepercayaannya, yang merupakan sahabatnya juga. Membuat perusahaan serta klan mereka selalu mencapai puncak, namun Kenzo juga hampir setiap hari menjadi sakit kepala oleh ulah mereka.
Hingga pada akhirnya, Kenzo bertemu dengan seorang wanita bernama Aira. Yang membuat hidupnya berubah begitu drastis, bahkan begitu memujanya sampai akhirnya Aira harus pergi dari kehidupan Kenzo dan membawa dua darah daging yang tidak ia ketahui.
Bagaimana kehidupan Kenzo saat kepergian Aira dari kehidupannya serta mengetahui darah dagingnya tumbuh dan hidup dan menjadi anak yang sangat berpengaruh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BMr.K 23.
"Perutku lapar sekali, sepertinya memang harus ke kantin. Tidak usah dibangunin, kasihan tuan Kenzo nampak lelah sekali." Aira yang perutnya keroncongan, berjalan menuju kantin di rumah sakit tersebut.
Aira berjalan menuju kantin, dimana saat berada disana. Dirinya menjadi bingung harus memesan makanan apa, lalu ketika sudah mendapatkan apa yang ia inginkan. Aira merogoh saku pada bajunya, ternyata dirinya tidak mempunyai uang untuk membeli makanan disana.
"Huh, ternyata aku tidak punya uang. Apa aku harus membangunkan tuan Kenzo saja ya." Gumam Aira dengan memutar tubuhnya hendak kembali ke kamar perawatannya.
"Mau kemana?" Suara itu membuat Aira kaget.
Seorang dokter pria berjalan mendekati Aira yang ingin menjauh dari sana, dia adalah Louis. Saat itu ia sedang menikmati makan siangnya, ketika selesai dan bermaksud untuk kembali ke ruangannya. Dengan tidak sengaja ia melihat keberadaan Aira, hingga ia menghampirinya.
"Dokter, rencana mau makan. Tapi lupa bawa uangnya, dokter mau kemana?" Aira kembali bertanya.
"Ini, pakai saja. Nanti biar Kenzo yang menggantinya, ambillah." Louis menyerahkan beberapa lembar uang berwarna merah kepada Aira.
"Hhmm tidak usah dok, nanti malah merepotkan." Padahal Aira benar-benar mau.
Senyum seringai kecil dan salah satu alis mata yang sudah naik, membuat Louis meninggalkan Aira begitu saja.
"Dokter, tunggu." Aira ingin menahan langkah Louis, namun pria itu melambaikan tangannya.
Menghela nafas yang cukup berat, namun Aira akhirnya menggunakan uang tersebut untuk membeli makanan serta mengisi perutnya yang lapar. Semangkok bakso lengkap, salad buah dan segelas air jeruk lemon. Ketika makanan itu tiba dihadapannya, Aira langsung menikmatinya.
Begitu nikmatnya makan tersebut saat Aira memakannya, lalu tiba-tiba ada seseorang yang duduk disampingnya dengan begitu kasar. Dan itu membuat Aira tersedak, ingin rasanya Aira mengumpatnya.
"Uhuukk uhuk!" Aira menepuk-nepuk dadanya.
"Makannya hati-hati sayang." Ternyata orang tersebut adalah Kenzo, ia memberikan segelas air kepada Aira yang masih tersedak.
"Tuan, tuan sudah bangun ya?" Masih menepuk-nepuk dadanya, Aira bertanya yang jawabannya sudah tidak perlu dijawab.
"Masih tidur, kenapa tidak membangunkan kalau mau makan? Aku hampir gila mencari kamu sayang, bahkan aku mengerahkan semua anggotaku untuk mencari kamu. Argh!"
Brakh!
Kenzo memukul meja tempat Aira yang sedang menikmati makanannya, meja itu pun menjadi hancur. Makanan yang telah Aira pesan juga ikut hancur, betapa kagetnya Aira mendapati Kenzo yang seperti itu.
Seperti orang yang benar-benar hancur, suasana kantin pun berubah menjadi senyap. Para pengunjungnya pun sudah tidak terlihat lagi, hanya ada Aira dan Kenzo disana. Semuanya itu atas sigapnya para orang-orang kepercayaan Kenzo.
"Tuan. Tuan stop!" Aira berteriak saat Kenzo sudah tidak bisa menahan amarahnya dan mengamuk.
"Apa?! Kamu senang kan melihat aku seperti ini, kamu senang membuatku seperti kehilangan kan?!" Kenzo terus menghancurkan properti disana dan memukul dinding dengan kepalan tangannya.
"Tuan, tuan berhenti. Tangan anda terluka, tuan berhentilah." Aira pun menjadi panik akan hal tersebut.
Tidak bisa memikirkan cara yang lebih lama, Aira pun memeluk tubuh Kenzo yang begitu keras dan kuat itu dengan kemampuannya. Tubuh Aira yang kecil, tidak akan bisa membuat Kenzo berhenti. Namun ia tetap berusaha dan yakin jika Kenzo bisa luluh, akan tetapi setiap peristiwa tidak akan ada yang tahu.
"Aaaaa!" Tubuh Aira terhuyung dan terhempas ke lantai karena Kenzo terus memberontak.
"Nona!" Ke empat (Ansel, Vero, Andre dan Ricky) pria kuat itu panik melihat Aira terjatuh.
"Sayang!" Kenzo pun sadar ketika mendapati Aira yang sudah berada di lantai.
"Maaf, maaf sayang. Kamu tidak apa-apakan? Apa yang sakit?" Kenzo begitu panik.
Ke empat pria itu mengurungkan niatnya untuk menghampiri Aira, karena mereka melihat Kenzo yang begitu posesifnya.
"Sudah tahu jatuh, ya pasti sakit." Jawab Aira yang masih meringis mengusap bokongnya yang terhempas ke lantai.
"Maaf, maaf maaf." Kenzo memeluk Aira, yang dimana kini kedua matanya mengeluarkan airmata.
"Kalau mau apa-apa, bahkan mau ke kamar mandi pun kamu harus bilang padaku. Jangan membuatku hampir gila seperti ini, kumohon."
Ucapan itu membuat Aira menjadi terdiam, ia merenungi setiap kalimat yang Kenzo ungkapkan. Pria dingin dan begitu kejam itu berubah seperti anak kecil yang kehilangan ibunya, lalu Aira merasa bersalah telah membuatnya seperti itu.
"Tuan, jangan meminta maaf lagi. Saya yang salah tidak bilang pada anda, maaf. Tapi, bisakah tangannya dilepas? Saya sulit bernafas dan tidak enak dilihat oleh banyak orang." Aira menahan jarak diantara mereka berdua dengan kedua tangannya yang ia letakkan dihadapan tubuhnya.
"Makanya jangan lakukan hal seperti ini lagi, pahamkan?! Ayo kembali ke kamar." Kenzo kembali ke sikap dinginnya.
Mendapati Kenzo yang mengendong Aira dengan tanpa berpikir panjang, karena Aira merasa malu dan menjadi perhatian banyak orang. Dan hampir terlupakan akan satu hal, suara perut yang merdu itu terdengar.
...Kenapa malah bunyi ya? Tidak bisa di ajak kerjasama ni perut, malunya sampai ke ubun-ubun ini....
"Masih lapar?" Tanya Kenzo yang masih mengendong Aira.
"Makanannya kan sudah tumpah dan hancur, mana belum dibayar. Itu makanannya marah, karena dibuang percuma tanpa dimakan." Aira memasang wajah cemberutnya.
Bukannya marah ataupun marah, Kenzo malah semakin gemas akan wajah Aira saat itu. Lalu pria dingin itu mendaratkan kecupan kilatnya pada bibir Aira, hingga terbitan senyuman kemenangan.
"Nanti biar yang lain memesannya, kita kembali ke kamar. Orang sakit satu ini harus diberi hukuman, karena sudah membuat Kenzo Brakher hampir gila." Aira pun masih terdiam atas kecupan mendadak dari pria dingin itu.
Menjadi saksi atas apa yang dilakukan oleh tuannya, membuat Vero langsung mengeluarkan kalimat-kalimat mutiara yang begitu indah.
"Hei tuan! Ganti rugi semuanya, enak saja sudah buat kegaduhan lalu main kabur saja." Seorang wanita paruh baya mendekati Ansel.
Ansel hanya menaikan alis mata kanannya, disaat wanita itu mengatakan untuk meminta ganti rugi atas apa yang terjadi.
"Berapa?" Dengan mudahnya Ansel menjawab.
"Keluarkan semua uangmu, itu akan menggantikan semuanya." Ketus wanita tersebut.
"Eh eh eh, mau peras kita ya. Enak saja, memangnya kamu tidak tahu kita ini siapa?" Vero ikut emosi kala itu.
"Memang siapa kalian? Saya tidak butuh mengenal kalian, cepat ganti rugi." Wanita itu tetap pada prinsipnya.
Vero semakin emosi menghadapinya, tiba-tiba saja manajer rumah sakit berlari dengan begitu cepat menghampiri mereka.
"Tuan, maafkan kami. Pegawai kami tidak mengetahui siapa anda tuan, maka itu saya mohon maaf." Dengan menundukkan kepalanya, sang manajer meminta pada Ansel agar tidak diberikan teguran.
"Pantas saja, huh. Ya sudah, urus dia." Vero pun berlalu.
Setelah yang lainnya pergi, maka wanita tersebut mendapatkan tatapan tajam dari sang manajer.
"Lain kali itu bertanya, hampir saja kita semuanya kehilangan pekerjaan. ingat baik-baik dan harapkan wajahnya. Mereka itu adalah pemilik dari rumah sakit ini." Atas ucapan tersebut, membuat wanita paruh baya itu terdiam dan menutup mulutnya.