Seorang pria muda yang sedang menunggu interview dan seraya menunggu panggilan, dia memilih meluangkan waktunya untuk menjadi driver ojek online, tapi pria yang bernama Junaidi ini cukup apes dan apesnya ini bukan hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali.
Singkatnya, pada malam itu pria muda tersebut tengah terburu-buru untuk mengantarkan pesanannya, tanpa sengaja, dia menyerempet nenek tua yang sedang menyebrang jalan.
Bukannya menolong, dia justru acuh tak acuh dengan alasan takut diberi bintang satu jika terlambat datang.
Namun, siapa sangka kalau nenek yang dia serempet bukanlah sembarang nenek dan setelah malam itu, mata batinnya terbuka. Inilah KUTUKAN SEMBILAN PULUH SEMBILAN HARI yang harus Junaidi terima.
Cerita ini merupakan karya fiksi murni. Nama tempat, kejadian dan karakter yang disebutkan tidak memiliki koneksi dengan kenyataan dan hanya untuk tujuan kreatif semata ditulis oleh Tsaniova.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsaniova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertarung
Junaidi melepaskan skopnya, mereka saling menatap satu sama lain. "Kita hubungi polisi!" kata Junaidi seraya mengambil ponselnya dari saku celananya.
Namun, siapa sangka kalau ternyata Sri sedang memperhatikan mereka dari atas. "Kurang ajar, siapa mereka berani sekali mengganggu!" Sri menggerutu, dia segera keluar dari kamar, berjalan cepat seraya menghubungi orang-orangnya.
Sementara itu, Widya sedang berusaha melepaskan ikatan para lansia yang ada di kamar bawah tanah. Mereka yang sudah lepas justru menyerang Widya.
Ya, tanpa Widya tau kalau mereka sudah sangat stress, trauma dan berpikir kalau Widya adalah orang yanga sama yang akan menyiksanya juga.
Mereka mencakar dan juga menjambak rambut lebat Widya membuat wanita itu menggeram dan berusaha melepaskan diri dari cengkraman mereka. Lalu, satu kamar khusus paling ujung belum dia buka, melihat orang-orang kurus yang kehilangan akal itu membuat Widya takut, dia pun memilih berlari keluar dan saat dia mencoba menutup pintu itu, dia saling mendorong dengan para tahanan yang ingin keluar dari sana.
Lalu, seseorang memanggilnya dari belakang. "Widya," panggilnya dan Widya yang belum menoleh itu sudah tau betul siapa pemilik suara itu.
Kemudian, Widya berbalik badan, dia masih mencoba menahan pintu itu dengan punggungnya. "Bu Sri!" sergah Widya, dia semakin ketakutan apalagi di belakang wanita kurus itu ada beberapa suster yang sudah memegang perlengkapannya masing-masing.
Sadar kalau tak mungkin melawan mereka seorang diri membuat wanita yang sebenarnya sangat ketakutan itu membuka pintunya membuat para tahanan itu keluar dan langsung menyerang Sri juga suster-suster yang patuh padanya.
Sementara mereka disibukkan oleh para lansia yang mengamuk, bahkan penampilan mereka (lansia) begitu mirip dengan zombie.
Melihat itu, Widya ingin melarikan diri. Tapi, wanita berpakaian kasual tersebut teringat dengan ibunya, dia pun segera berlari, gegas mencari ibunya ke kamarnya dan saat dia berlari di lorong tak sengaja bertabrakan dengan Moza yang juga sedang gegas mencari ibunya.
Bruk! Keduanya bertabrakan dan sama-sama berteriak. "Aaaaaa!"
Lalu, Junaidi mengingatkan mereka untuk tidak berisik. "Bagaimana? Kamu lihat ibuku?" tanya Moza dan Widya menjawab dengan menggeleng.
"Kita harus cepat keluar dari sini," kata Widya yang kemudian pergi, dia meninggalkan teman-temannya yang sekarang memperhatikan suster-suster itu memukuli para lansia tanpa ampun. Mereka juga menyeret lansia yang sudah terkapar itu ke ruangan bawah tanah lagi.
"Astaga, dimana ibuku?" Moza menangis saat melihat kejadian itu, dia takut kalau ibunya menjadi bagian dari mereka yang disiksa di rumah tua ini.
Lalu, Junaidi menatap Melati, dia meminta bantuannya untuk mencari Dina, setelah itu mereka harus pergi dari rumah tua tersebut.
Sementara polisi yang ditunggunya itu tak segera datang, bagaimana datang kalau ternyata Sri sudah membayar mereka demi keamanannya dalam beroperasi.
Sekarang, beberapa preman yang Sri hubungi sudah datang, mereka membantu para suster itu lepas dari lansia yang masih menyerangnya.
"Gila, ini kasus paling besar. Aku nggak nyangka bakal kaya gini," gumam Junaidi dan sekarang mereka berlari bersembunyi seraya mencari Dina.
Lalu, Melati yang memeriksa satu ruangan yang berjejer dengan ruangan tuyul itu melihat suster Dina yang terikat tak berdaya dengan mulut yang dilakban.
Wanita itu tengah menangis dan sekarang, Melati tersadar kalau lawannya bukanlah para hantu yang gentayangan di rumah tua itu melainkan manusia-manusia berhati iblis yang sekarang sedang mengejar Junaidi juga Moza.
Para arwah gentayangan itu mencoba menghalangi tiga preman yang sedang mencari Junaidi dan Moza. Sementara itu, Junaidi sudah menemukan senjatanya yang tak lain adalah tongkat baseball dan Moza dengan pisaunya.
Sementara itu, Widya sedang membangunkan Hanum, ingin mengajaknya pergi dari rumah tua tersebut yang menyimpan berjuta misteri.
Namun, tiba-tiba saja pintu kamar itu terkunci dari luar membuat Moza tekerjut dan khawatir.
Lalu, Moza yang belum berhasil membangunkan Hanum dari tidurnya itu mengintip dari celah pintu yang berkaca di bagian atasnya. Dia tidak menemukan siapapun yang mengunci pintunya, tapi dia melihat seorang wanita berkebaya, dia berjalan dengan hilang timbul di lorong yang dipenuhi kamar-kamar di lantai atas itu.
"Mana ada manusia hilang timbul kaya gitu, fix, dia bukan manusia, bisa jadi salah satu korban Bu Sri yang gentayangan. Tapi, apa maksudnya mengunci kami di sini?" Widya bertanya-tanya dalam hati.
Sementara itu, di luar sana sangat tidak aman bahkan sekarang, Junaidi sedang bertarung melawan preman yang memiliki sajam, preman itu dimintai Sri untuk menyingkirkan siapapun yang menyusup dan berusaha membongkar rahasia besarnya.
Sementara suami Sri yang ternyata sudah bisa berdiri itu merasa tidak tahan lagi, dia melemparkan guci ke punggung pria yang sedang mencoba menikam Moza.
Crah! Suara guci pecah itu terdengar sampai ke telinga Sri yang sedang menyeret para lansia yang baru saja meninggal ke tanah lapang.
"Kalian urus mereka. Aku urus yang lain dulu," kata Sri yang kemudian pergi meninggalkan suster-suster yang juga menyeret lansia yang meninggal.
****
Junaidi melawan dua preman membuatnya kuwalahan dan dia cukup sudah babak belur.
"Melati!" teriaknya, dia tersungkur dan hampir saja salah satu preman itu memukul punggung Junaidi dengan keras! Lalu, Melati yang tadinya sedang melepaskan ikatan Suster Dina itu segera mencari sang kekasih, melihat dia dalam bahaya, Melati pun segera berlari yang kemudian menendang tubuh preman tersebut.
Lalu, terdengar suara tusukan dari arah Moza yang sedang tertindih oleh preman yang melawannya. "Moza!" teriak Junaidi, dia takut gadis itu terluka dan tidak seharusnya mereka pergi ke rumah tua ini tanpa rencana yang matang.
Moza yang membulatkan matanya itu menyingkirkan preman yang terjatuh di atasnya, ya, Moza baru saja menusuk preman itu.
Tersadar kalau dirinya sudah menjadi pembunuh membuatnya ketakutan, dia pun melepaskan pisau yang berlumuran darah itu dari tangannya.
Melihat satu temannya tumbang membuat dua preman itu menatap Moza. Namun, tidak ada waktu untuk meratapi ketakutan Moza membuat Melati masuk ke tubuh gadis itu tanpa izin.
Grep! Moza yang sekarang segera bangun dari rasa ketakutannya, dia kembali mengambil pisaunya, melihat sang kekasih sudah mulai beraksi membuat Junaidi kembali memiliki semangat.
Moza memegang dua pisau di tangannya, menantang dua preman yang sedang berjalan ke arahnya. Sementara itu, Junaidi mencoba bangkit dan saat itu juga dia berteriak kesakitan karena Sri yang tiba-tiba saja menusuk betis Junaidi menggunakan belatinya.
Melihat sang kekasih dalam bahaya, Melati pun melempar satu pisaunya ke arah Sri berdiri dan wanita berhati iblis itu berhasil menghindar. Melihat Pimpinan sedang menatap tajam Moza, Junaidi pun menendang perutnya sampai wanita itu terjengkang.
Dan saat Sri mencoba bangun saat itu juga suaminya datang, pria itu berjalan dengan tertatih, menahan kaki istrinya. "Lelaki nggak berguna! Lepaskan aku, bodoh!" teriak Sri seraya mencoba melepaskan tangan suaminya dan saat itu juga, Junaidi memukul punggung wanita itu menggunakan tongkatnya sampai dia memuntahkan darah.
"Kalian, kurang ajar!" desis Sri seraya menunjuk Junaidi juga Moza, kemudian wanita tua itu jatuh dalam pelukan sang suami yang menangisinya. Dan satu persatu preman itu berlumuran darah karena Melati tak mengampuni mereka. Lengan, kaki dan wajah mereka tersayat pisau Melati dan sekarang, hantu cantik tersebut menusukkan pisaunya di kaki para preman membuat mereka menjerit kesakitan.
Deg! Widya yang tak mengetahui apa yang terjadi di luar sana pun ketakutan. Dia membulatkan matanya dan berusaha membangunkan ibunya yang tak mau membuka mata.
biasa ngk tuhh si aki.. tutup mata batinnyaa