Sakit hati sang kekasih terlibat Cinlok (Cinta Lokasi) hingga berakhir di atas ranjang bersama lawan mainnya, Ameera bertekad menuntut balas dengan cara yang tak biasa.
Tidak mau kalah saing lantaran selingkuhan kekasihnya masih muda, Ameera mencari pria yang jauh lebih muda dan bersedia dibayar untuk menjadi kekasihnya, Cakra Darmawangsa.
Cakra yang memang sedang butuh uang dan terjebak dalam kerasnya kehidupan ibu kota tanpa pikir panjang menerima tawaran Ameera. Sama sekali dia tidak menduga jika kontrak yang dia tanda tangani adalah awal dari segala masalah dalam hidup yang sesungguhnya.
*****
"Satu juta seminggu, layanan sleep call plus panggilan sayang tambah 500 ribu ... gimana?" Cakra Darmawangsa
"Satu Milyar, jadilah kekasihku dalam waktu tiga bulan." - Ameera Hatma
(Follow ig : desh_puspita)
------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara dll)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14 - Semua Akan Baik-Baik Saja
Pagi hari Cakra diringkus, siang hari namanya sudah menjadi topik pembahasan beberapa stasiun televisi. Bukan hanya karena kasusnya, melainkan status Cakra sebagai kekasih Ameera.
Siapa yang tidak mengenal Ameera, siapapun yang berhubungan dengannya jelas diburu media, begitu juga dengan Cakra. Tampangnya yang memang masuk kategori sangat tampan juga turut menarik perhatian.
Namun, hal tersebut sangat disayangkan beberapa pihak. Termasuk orang-orang yang mengenal Ameera, baik dekat maupun hanya sekadar dekat saja. Rencana Ameera untuk bangun siang nyatanya kacau akibat Jihan, manager pribadi wanita itu tiba-tiba mendatangi kediamannya.
"Masa iya?" Ameera mengerutkan dahi, mata wanita itu membulat sempurna lantaran tak percaya dengan kabar yang beredar.
"Benar, Kak, polisi sudah menemukan alat bukti di bawah tempat tidur Cakra," jelas Jihan sekali lagi, dapat dia saksikan sebesar apa keraguan Ameera kala mengetahui berita tentang Cakra.
Sekali lagi Ameera pahami, dia dengar dan baca begitu hati-hati. Setelah kemarin menghabiskan waktu cukup lama, jelas saja dia terkejut bukan main dengan kejadian yang menimpa Cakra.
"Tidak, Cakra tidak mungkin bertindak sejauh ini, Jihan. Aku sangat mengenalnya," tutur Ameera seyakin itu, di matanya tidak ada celah yang memungkinkan Cakra melakukan perbuatan semacam itu.
Semetara Jihan yang mengenal Cakra sebagai kekasih bayaran Ameera jelas saja percaya dengan isu yang menimpa Cakra, sama seperti Ricko yang sempat dia hubungi beberapa saat lalu. "Tapi, Kak, kita sama-sama ketahui bahwa Cak_"
"Diam, Jihan, kamu tidak mengenal Cakra bagaimana, bahkan bicara padanya saja tidak pernah ... jadi jangan membuat semua menjadi semakin rumit."
Tidak peduli sudah serumit apa yang terjadi, simpang siur pemberitaan tentang Cakra yang juga menyeret dirinya semakin tersebar. Dapat Ameera lihat bagaimana reaksi penggemarnya, sudah jelas yang kemarin memuji kini menghakimi Cakra dan justru membenarkan tuduhan yang sempat Julio layangkan beberapa waktu lalu.
Dia yang sudah mati-matian membangun citra baik seorang Cakra sebagai kekasihnya gagal begitu saja. Hujatan dan cacian pedas yang tertuju pada Cakra membanjiri laman sosial media Ameera.
Satu hal yang saat ini Ameera pahami, dia tidak akan mampu menahan ribuan orang untuk menghakimi. Namun, yang bisa dia lakukan sekarang adalah menutup mata Cakra untuk tidak membaca komentar buruk dari penggemarnya.
Ya, hanya itu dan begitu sudah tertanam dalam benak Ameera tentang kesehatan mental Cakra. Jika dia mungkin sudah terbiasa menghadapi situasi semacam itu, tapi dia? Bagaimana bisa Cakra yang sejak dahulu tenang dengan dunianya mendadak menjadi sasaran penggemarnya.
Atas pertimbangan itulah, Ameera tanpa pikir panjang segera bersiap hingga membuat Jihan bingung harus bagaimana. Sedikit saja Ameera tidak meminta bantuan, dia melakukan segala sesuatu sendiri dan Jihan hanya menjadi saksi bagaimana Ameera bersiap untuk pergi.
"Kak, Kak Meera tunggu!! Kakak mau kemana?"
Setelah menyaksikan kesibukan Ameera, wanita itu baru berani mendekat dengan tujuan ingin menghalangi perjalanannya. Namun, lagi dan lagi Ameera memang tidak pernah bisa dihalangi.
Bukan hanya Jihan, tapi ketika melewati beberapa orang di ruang keluarga dia juga tutup telinga. Tidak peduli dengan teriakan Zean, sang kakak yang baru datang kala usai mendengar kabar terkait Cakra.
"Ra, tunggu!! Mau kemana?!"
"Ada urusan!!"
Jawabannya masih sama, sebuah jawaban yang menegaskan seolah dia bisa menyelesaikan semuanya sendiri. Papa Mikhail hanya menghela napas kasar usai mendengar jawaban Ameera, familiar dan sama seperti kemarin.
"Pa? Kenapa bisa diizinkan Ameera menjalin hubungan dengan seorang pemakai ... apa papa tidak selidiki lebih dulu?"
"Siapa?"
Zean berdecak kesal seraya menatap malas sang papa yang tidak henti menikmati jagung rebus sejak tadi. Ditanya balik nanya, padahal sudah jelas yang dimaksud Zean itu siapa. "Si tepung itu, siapa lagi memangnya?"
"Namanya Cakra, Cakra Darmawangsa."
"Iya itu maksudnya!!" Niat hati datang karena khawatir dengan keadaan adiknya, ketika tiba di kediaman utama sang papa juga tampak biasa saja.
"Ameera berhak memilih dengan siapa dia menjalani hidupnya. Kau lupa siapa Ameera? Salah-satu alasan dia hingga hari ini belum menikah juga karena terlalu selektif dan sukar membuka hati. Jika dia sudah memilih Cakra, artinya sudah melewati tahap seleksinya."
Panjang lebar Papa Mikhail bicara, sungguh sebuah fakta yang sangat sukar untuk dibantah. Memang benar apa yang dikatakan Papa Mikhail, Ameera memiliki selera tertinggi dan sangat sulit untuk Zean penuhi setiap kali mencoba mendekatkan teman atau rekan bisnisnya pada Ameera.
Sementara Cakra tiba-tiba diakui ke media sebagai kekasih, dan bahkan Papa Mikhail pernah bertemu dengannya. Zean sempat berpikir jika Cakra mungkin pria baik, tapi dengan adanya kabar ini sepercik keraguan itu muncul begitu saja.
"Dia yang ganti pasangan aku yang pusing!!"
.
.
Seperti keyakinan papanya, Ameera memang mampu melakukan segalanya tanpa bantuan. Keyakinan Ameera bahwa Cakra sama sekali tidak salah membawanya melangkah untuk menemui Cakra. Tidak sendiri, tapi Ameera juga didampingi Mahendra, kuasa hukum yang biasa membantunya sejak dahulu.
"Demi Tuhan aku tidak pernah mencobanya, Ra, aku juga tidak tahu kenapa benda itu ada di bawah tempat tidurku."
Cakra memberikan penjelasan panjang lebar, tubuhnya masih bergetar dan tangan pria itu terasa dingin karena memang belum pernah berada di posisi ini.
"Aku percaya, Cakra, jangan khawatirkan apapun ... semua akan baik-baik saja," tutur Ameera menggenggam erat jemarinya.
"Lalu kamu gimana? Fans-mu pasti ngamuk kan?"
"Tidak perlu pikirkan itu, terpenting sekarang kamu tenang ... kamu tidak akan ditindas lagi di sini." Ameera meyakinkan Cakra begitu lembut seraya mengusap pelan lebam di bagian pelipisnya, sudah jelas Cakra dipukuli.
"Sshh sakit."
Belum sembuh yang kemarin, tiba-tiba dia kembali menjadi sasaran bogem mentah dari oknum yang tidak punya hati. Sudah tentu Ameera tidak akan diam saja, belum apa-apa, wanita itu sudah memerintahkan Irzan untuk bertindak agar oknum tersebut tidak bisa hidup tenang.
"Kalau dipukul balas, kamu tidak salah, Cakra."
"Mana bisa, kalau sudah di sini artinya dianggap salah," jawab Cakra tertawa kecil. Setelah sejak tadi ketakutan, kini dia merasa lebih tenang.
"Jangan membenarkan anggapan mereka, Cakra ... jika melindungi diri sendiri saja tidak bisa, lalu bagaimana kamu mau melindungiku nanti? Hm?" tanya Ameera begitu lembut, sebuah pertanyaan dengan seribu makna yang membuat hati Cakra menghangat seketika.
Selesai bicara begitu lembut pada padanya, Ameera kini mengalihkan tatapan pada beberapa orang di ruangan tersebut. Dia melepaskan Cakra dan berdiri seraya melayangkan tatapan ke arah mereka.
"Dengarkan baik-baik!! Berani menyakitinya sedikit saja ... aku pastikan kalian akan kehilangan pekerjaan dan semua yang sudah kalian bangun sejak awal, camkan itu!!"
Bicara pada Cakra selembut itu, sementara kini dia tidak segan untuk meninggi hingga Cakra seolah melihat sisi lain dari Ameera. Situasi ini semakin menegaskan jika mereka terlampau berbeda, sebesar itu kekuasaan keluarga Ameera hingga membuat Cakra bergeming kala menatapnya.
Cukup lama Cakra bertahan dengan posisinya, bahkan kala Ameera pamit dia hanya mengangguk pelan dan mengulas senyum hangatnya "Seharusnya aku bangga, tapi apa yang terjadi hari ini membuatku semakin sadar jika perbedaan kita sejauh itu, Ameera."
.
.
- To Be Continued -