Namanya Kanaka Harvey, dia anak keduanya Letta dan Devano, sejak awal bermimpi jadi pembalap, tapi apa daya takdir menuntunnya untuk masuk ke perusahaan peninggalan kakeknya. Terkenal dingin dan tak tertarik dengan perempuan manapun, nyatanya Kanaka justru terperangkap pada pesona bawahannya di kantor yang bernama Rere (Renata Debora) , cewek itu terkenal jutek dan galak sama siapapun. Kanaka yang tak pernah berpacaran itu begitu posesif dan overprotective terhadap Rere.
IG : 16_rens
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 : Selalu direndahkan
Rere mengusap sisa air matanya dengan tisue yang tergantung di dinding toilet ini.
Lebih baik menyembunyikan semuanya dari pada hal memalukan ini diketahui oleh Kanaka dan akan jadi masalah besar.
Bukan maksud Rere untuk mengubur masa lalu yang menyakitkan seperti ini, tapi dia juga meragu jika Kanaka tahu apakah dia akan tetap bertahan dengannya.
Stigma buruk itu selalu ditudingkan ke wajah ibunya, meski sang ibu tak pernah melakukan sesuatu yang salah.
Bunyi ponsel di sakunya membuat Rere terperanjat, sudah lama ia menghilang di toilet ini, pasti Kanaka khawatir dan bingung.
Rere menatap wajahnya sekali lagi di cermin, lalu keluar dari sana sambil mengangkat telepon dari Kanaka.
"Lama banget Yang," protes Kanaka.
"Iya maaf, mules," sahut Rere.
"Oh.... udahan tapinya?" tanya Kanaka.
"Udah!" sahut Rere sambil duduk ke tempatnya semula.
Kanaka menoleh saat melihat Rere duduk di sampingnya, mata Rere sengaja tak membalas tatapan Kanaka, memilih menoleh ke Dewinta yang tampak kikuk di antara para lelaki tersebut.
"Udahan kan semua?" tanya Kanaka lalu berdiri untuk membayar makanan mereka.
"Semoga setelah nikah Kanaka masih royal ya," celetuk Arlan santai, seakan lupa disitu ada Rere calon istrinya Kanaka.
"Heh.... gue nggak sepelit itu ya!" sahut Rere sambil menatap galak.
"Bacot lo Lan, digeplak Kanaka baru tahu rasa!" ucap Sensen sambil terkekeh.
"Meski kita butiran debu, kita bukan cewek yang perhitungan kayak kalian!" ketus Dewinta ikutan sengit mendengar celotehan sahabat-sahabat nya Kanaka itu.
"Eh kok lo ngatain kita perhitungan?" tanya Aldi tak terima.
"Jelaslah, kalian kan bukan orang miskin, harusnya patungan bayar makannya, jangan suruh Kanaka bayarin mulu!" jawab Dewinta masih emosi.
"Kenapa sih kalian?" tegur Kanaka mendengar ribut-ribut dari meja mereka.
Ketiga sahabat Kanaka mengode Rere dan Dewinta untuk tak membocorkan perihal yang jadi alasan perdebatan mereka.
Tapi bukan Dewinta namanya kalau dia akan diam saja diperlakukan semena-mena.
"Noh temen lo pada ngatain Rere pelit!" jawab Dewinta ketus.
Rere mencubit Dewinta pelan. "Owh.... sakit Re!" Dewinta mengaduh sambil mengusap lengannya yang panas akibat cubitan Rere tersebut.
"Bukan apa-apa kok Yang, biasa becandanya kayak kagak ada filter aja." Rere menggenggam lembut tangan Kanaka.
Ketiga temannya menatap Rere dengan sorot berterima kasih, ternyata Rere bisalah meng-handle Kanaka yang suka anarkis kepada temen-temen nya meski itu hanya bercanda.
"Ya udah yuk cabut! Gue masih harus nyari buku buat bahan skripsi gue nih." Mereka berjalan beriringan.
"Nggak papa kan Dew pulang sendiri?" tanya Rere.
"Nggak papa kan gue bawa motor tadi," jawab Dewinta.
"Sen... kawal Dewinta sampai rumah!" perintah Kanaka yang diangguki oleh Sensen.
"Eh nggak usah gue pulang sendiri aja." Tolak Dewinta sambil menggoyangkan tangannya.
"Nggak papa Dew, gue kawal sampai rumah," ucap Sensen santai, sudah diperintah Kanaka dan Sensen tak akan menolaknya.
Akhirnya Dewinta mengalah, ia menghidupkan motornya lalu melaju meninggalkan temennya.
"Ya udah yuk." Kanaka menarik tangan Rere lembut lalu meneruskan perjalanan ke toko buku terdekat.
Butuh waktu beberapa jam untuk memilih buku yang mereka perlukan, setelah membayar di kasir mereka melanjutkan perjalanan pulang ke rumah Rere.
Sesampainya di rumah Rere, Kanaka turun untuk menyapa bu Laras yang sedang ada di warungnya, lalu mengikuti sang tunangan masuk ke dalam rumah.
"Re.... " panggil Kanaka saat Rere hendak ke dalam menaruh tasnya.
"Ya," sahut Rere pelan lalu kembali duduk di samping Kanaka.
"Nih simpen." Kanaka menyodorkan kartu debet berwarna hitam.
Rere menatap kartu tersebut dengan kening berkerut, untuk apa Kanaka menyerahkan kartu tersebut untuknya, padahal mereka belum resmi menikah.
"Buat apa?" tanya Rere ketus, sudah cukup kan dia dianggap matre oleh mereka, dan sekarang dia tak ingin semakin merendahkan diri dengan menerima semua yang Kanaka berikan.
"Ya buat pegangan kamu Yang, siapa tahu kamu butuh sesuatu dalam rangka mempersiapkan pernikahan kita," jawab Kanaka lembut.
"Nggak perlu deh, aku juga masih ada duit meski hanya seujung kuku bila dibandingin duit kamu, tapi aku rasa aku bisa handle keperluanku sendiri!" ucap Rere ketus.
Kanaka mengeryit, gagal paham dengan nada bicara Rere, bukankah mereka sebentar lagi menikah, uang Kanaka kan uang Rere juga, meski Kanaka tahu uang yang dia peroleh itu dari hasil deviden yang jadi haknya dari perusahaan kedua opanya.
Meski Kanaka memperolehnya tanpa bekerja keras tetapi uang itu bukan hasil mencuri apalagi merampok, terus apa susahnya Rere menerimanya.
"Kenapa? Karena uang ini bukan hasil kerjaku, makanya kamu menolaknya!" tuduh Kanaka tersinggung.
"Siapa yang bilang begitu sih! Aku hanya nggak mau menerima uang itu sebelum aku sah menjadi istri kamu!
Mereka jadi berantem karena kesalahpahaman ini, maksud Kanaka sebenarnya baik, tapi Rere yang sudah kenyang disalahpahami oleh orang dekatnya tak ingin mengambil kesempatan yang memang belum berhak ia terima.
Tak mengucapkan apapun, Kanaka memilih meninggalkan rumah Rere setelah berpamitan dengan bu Laras.
"Kalian kenapa sih Re? Berantem?" tanya bu Laras bingung melihat mereka pulang dalam keadaan adem tapi sampai rumah justru mereka berantem.
"Rere ketemu anak orang itu bu, dan dia mengatai Rere sebagai anak pelakor," jawab Rere sambil tertunduk dalam.
"Mau mereka apa sih? Padahal kita sudah menjauh dari mereka!" Bu Laras murka dengan intimidasi yang terus mereka dapatkan.
"Aku malu bu ama keluarga Kanaka yang baik banget itu, apa aku batalin aja pernikahanku ya bu, mumpung semua belum terlanjur."
Laras shock mendengar permintaan Rere tersebut, masak mereka melempar kotoran ke wajah keluarga Kanaka yang sudah sebaik itu kepada mereka, tapi kalau tetap diteruskan juga bukan keputusan yang baik.
______
Maaf ya guys, part ini pendek banget, lagi full banget hari ini.
Gimana nih tambah penisirin nggak? Sabar ya....
cerita nya bagus tapi jadi ngeh setiap bab gini mulu