Ayu menggugat cerai suaminya karena tak ingin dimadu. Memiliki tiga orang anak membuat hidupnya kacau, apalagi mereka masih sangat kecil dan butuh kasih sayang yang lengkap, namun keadaan membuatnya harus tetap kuat.
Sampai pada suatu hari ia membanting setir menjadi penulis novel online, berawal dari hobi dan akhirnya menjadi miliarder berkat keterampilan yang dimiliki. Sebab, hanya itu yang Ayu bisa, selain bisa mengawasi anak-anaknya secara langsung, ia juga mencari wawasan.
Meskipun penuh rintangan tak membuat Ayu patah semangat. Demi anak-anaknya ia rela menghadapi kejam ya dunia sebagai single Mom
Bergulirnya waktu, nama Ayu dikenal di berbagai kalangan, disaat itu pula Ikram menyadari bahwa istrinya adalah wanita yang tangguh. Berbagai konflik pun kembali terjadi di antara mereka hingga masa lalu yang kelam kembali mencuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Julid
Harini memuntahkan makanan yang baru masuk ke dalam mulutnya. Mengambil segelas air putih lalu meneguknya.
"Kamu mau meracuniku, dasar gak pecus?" pekik Harini sambil menyemburkan sisa makanan yang masih terasa.
Seumur hidupnya ini pertama kali merasakan menu makanan yang amburadul layaknya makanan sisa yang sudah dicampur aduk.
Rani menundukkan kepala. Kedua tangannya terpaut. Raut wajahnya pucat melihat wajah kakak iparnya.
Andai saja Harini adalah orang lain, ia sudah menampar pipi wanita itu karena berani mengejeknya. Sayangnya, orang yang kali ini berbuat semena-mena adalah kakak dari suaminya.
"Tidak, Mbak. Aku masak sesuai takaran," jawab Rani lugas. Seolah, menantang Harini yang saat ini berada di puncak kemarahan.
Harini menyunggingkan bibir. Mengambil piring kosong lalu mengambil nasi dengan lauk. Meletakkan di depan Rani yang masih berdiri.
"Sekarang kamu makan! Bagaimana rasa makanan yang menurutmu sudah sesuai takaran."
Harini melirik ke arah Ikram yang berdiri tak jauh dari ruang makan. Pria itu tak bisa membela Rani, takut Harini berbuat semakin parah lagi.
Rani duduk. Mengambil sendok dan garpu. Sesekali melirik Harini yang juga menatapnya.
"Ayo! Kenapa hanya diliatin aja?" titah Harini ketus.
Rani segera menyendok makanan dan memasukkannya ke mulut. Belum juga mengunyah, ia sudah hampir muntah saat rasa asin itu menyeruak memenuhi lidahnya.
Rani mengeluarkan makanannya kembali. Berkumur-kumur untuk menghilangkan rasa asin yang masih terasa di ujung lidah.
Ini salah, bahkan Rani sudah mencicipinya berulang kali memastikan rasa makanannya itu enak, namun tiba-tiba berubah. Bukankah itu aneh?
"Apa itu yang dinamakan sesuai takaran?" cetus Harini tanpa basa-basi.
Rani menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tak lupa dengan tulisan yang ada di ponselnya lalu menatap Harini dengan tatapan curiga.
Apa jangan-jangan ini ulah mbak Harini untuk menjatuhkanku? terka Rani dalam hati.
Ini baru permulaan, Ran. Karena masih banyak yang akan kamu terima karena sudah merusak rumah tangga Ayu dan Ikram.
Harini beranjak dari duduknya. Malas bertatapan dengan Rani yang menurutnya sangat menyebalkan. Melintasi tubuh tegap Ikram.
"Lain kali istri jangan dimanja. Dia juga harus bisa menjalankan tugasnya di rumah," teriak Harini menuju kamarnya.
Rani menggebrak meja dengan keras. Dadanya terasa ingin meledak mengingat penghinaan dari Rani.
Ikram mendekat, menenangkan sang istri yang tampak kacau.
"Mbak Harini memang seperti itu, tapi aku yakin lama-lama dia pasti akan menerimamu." Berusaha menenangkan Rani dengan lembut.
"Tapi sampai kapan, Mas? Kalau seperti ini aku gak bisa," protes Rani serius. Mencengkal tangan Ikram yang hampir menyentuhnya.
Ikram membisu, ia pun belum tahu sampai kapan Harini luluh dan bisa menerima Rani. Namun, sebagai kepala keluarga ia akan menegur sang kakak jika kelewatan.
Baru juga di ghibah, Harini keluar membawa beberapa baju di tangannya.
"Kamu cuciin baju ku. Ingat! Jangan minta bantuan orang lain," titah Harini menjelaskan.
"Mbak __"
"Jangan bela dia," sergah Harini memotong ucapan sang adik.
Awas saja, aku akan membalas perbuatanmu ini.
Rani semakin murka dengan Harini yang tak terkendali. Tidak akan tinggal diam. Ia mencari cara supaya Harini bertekuk lutut di depannya. Meskipun kali ini kalah, berharap esok hari akan menang dan bisa menjadi ratu satu-satunya di keluarga Ikram.
Rani menjewer satu persatu baju milik Harini. Memasukkan di mesin cuci. Enggan jika harus mengucek baju orang lain. Terlebih, ia sudah pasang kuku palsu yang indah. Pasti akan rusak jika harus mencuci baju
''Eh eh eh...''
Hampir saja memutar tombol, Harini datang menggagalkan rencana Rani.
"Aku kan menyuruh mu mencuci pakai tangan? Kenapa pakai mesin? Bajuku bisa rusak." Harini berkacak pinggang seolah memasang bendera perang. ''Kamu pasti tahu harga baju ini."
Kali ini Ikram mendekat. Berdiri di tengah Rani dan Harini.
"Maafkan Rani. Mbak. Tadi dia cuma salah paham," bela Ikram pada sang istri.
Harini menggeser tubuh Ikram hingga kembali bertatapan dengan Rani. Tak terima melihat wanita itu lepas begitu saja tanpa menerima pembalasan yang keji darinya.
"Aku gak mau tahu, pokoknya kamu cuci pakai tangan atau aku akan menyuruhmu membersihkan gudang," ancam Harini sekali lagi.
Rani mengambil baju kotor yang sudah berada di dalam mesin. Meletakkannya di ember yang sudah disiapkan. Satu-persatu mulai mencuci dengan tangan layaknya ibu rumah tangga yang sesungguhnya.
Harga dirinya jatuh seolah dunia menjungkir balik keadaan. Ia yang seharusnya memerintah malah diperintah dengan tidak sopan.
Harini dan Ikram menjadi penonton. Berulang kali Ikram menawarkan diri untuk membantu. Namun, Rani menolaknya dan segera menyelesaikan pekerjaan yang seharusnya dilakukan asisten rumah tangga.
Masih banyak lagi yang kamu lewati, Ran. Jika kamu benar-benar mencintai Ikram dengan tulus. Maka, kamu akan menerima dia apa adanya.
Di sisi lain
Ayu berkali-kali mengucap syukur atas nikmat yang diberikan Allah. Tanpa sadar ia sampai menitihkan air mata saat membaca beberapa orderan yang terus membanjiri ponselnya. Itu artinya hari ini adalah hari sibuk. Selain menyiapkan semua pesanan dia juga akan mengantar ke lokasi yang berbeda.
"Kenapa, Bu?" Indah menghampiri Ayu yang masih menatap layar ponselnya.
Ayu menggeleng, mengusap air mata yang membasahi pipi. Kembali bersemangat demi anak-anaknya.
"Bu Ayu jalan ke mana saja?" tanya Alya yang baru keluar dari lantai atas.
Ayu memeriksa alamat yang akan ia kunjungi kemudian membaca satu-persatu.
"Nanti malam ada acara makan-makan. Bu Ayu harus usahakan sudah ada di sini," pesan Alya selanjutnya.
Ayu mengernyitkan dahi. Dari relung hati ia ingin memenuhi acara itu, namun semua kembali pada kebutuhan yang harus ditanggung.
"Insya Allah aku usahakan." Ayu tidak berani berjanji tapi ia akan tetap berusaha memenuhi undangan itu.
Ponsel Ayu berdering. Ia segera meraihnya dan menggeser lencana hijau tanda menerima.
"Assalamualaikum, Mbak. Ada apa?" sapa Ayu menghentikan aktivitasnya.
Harini menjawab dengan suara lembut lalau tertawa keras. Ayu mengerutkan alis.
"Ada apa, Mbak. Sepertinya bahagia banget?" Ayu mengalihkan ke video call. Meletakkan di depannya hingga tangan Ayu bisa bekerja sambil bercakap.
Beberapa karyawan toko ikut nimbrung dan berkenalan dengan Harini. Wanita cantik yang sangat lucu, namun juga bisa garang saat di depan musuh atau orang yang dibenci.
Harini menceritakan apa yang baru saja dilakukan terhadap Rani. Tanpa rasa bersalah sedikitpun ia terus bercerita tentang Rani yang saat ini menderita karena ulahnya.
Ayu tersenyum kecil. Meskipun maksud Harini baik, tetap saja itu perbuatan yang tidak terpuji.
"Jangan terlalu kasar, Mbak. Kasihan Rani. Alam tidak akan membiarkan orang jahat menang. Dan aku menantikan mereka merasakan apa yang pernah diperbuat pada ku."
kueh buat orang susah ga harus yg 500rb
servis sepedah 500rb
di luar nalar terlalu di buat2