Ayundya Nadira adalah seorang istri dan ibu yang bahagia. Pernikahan yang sudah lebih dari 20 tahun mengikat dirinya dengan suami dengan erat.
Pada suatu sore yang biasa, dia menemukan fakta bahwa suaminya memiliki anak dengan wanita lain.
Ternyata banyak kebenaran dibalik perselingkuhan suaminya.
Dengan gelembung kebahagiaan yang pecah, kemana arah pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Andila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Hati Seorang Ayah yang Terluka.
Evan terkesiap saat mendengar ucapan sang mertua, begitu juga dengan Sherly yang sedang terisak pilu mendengar kemarahan papanya.
Wajah Abbas memerah penuh kecewa saat menatap sepasang suami istri yang saat ini ada di hadapannya. Suami istri yang selama ini sudah membohonginya, bahkan mereka sama sekali tidak menyesali apa yang telah terjadi.
Nindi yang melihat kemarahan sang papa ikut meneteskan air mata. Selama dia hidup, inilah pertama kalinya melihat kekecewaan yang sangat besar diwajah papanya.
"Kau, Evan." Abbas menatap laki-laki itu dengan tajam membuat Evan terpaksa menatapnya juga. "Apa kau benar-benar tidak punya pikiran, hah? Kenapa kau menikahi putriku sedangkan kau masih punya istri?" Suaranya menggema di tempat itu dengan penuh penekanan.
Evan memberanikan diri untuk menatap laki-laki itu. "Maaf, Papa. Aku, aku mencintai Sherly."
Mata Abbas menyala merah dengan urat-urat menonjol ke permukaan saat mendengar jawaban Evan. Dengan cepat dia menaikkan kakinya ke atas meja lalu mencengkram kerah kemeja laki-laki itu, membuat semua orang tersentak kaget.
"Papa!" teriak Nindi, Sella, dan juga Sherly secara bersamaan, sementara Keanu hanya diam sambil memperhatikan apa yang terjadi.
"Beraninya kau mengatakan cinta atas apa yang kau lakukan ini!" teriak Abbas sambil mengguncang tubuh Evan dengan kuat.
"Papa, aku mohon jangan seperti ini." Nindi menatap dengan sendu. Kesehatan sang papa tidak lebih baik darinya, jika papanya terus seperti ini, maka akan sangat membahayakan.
"Jangan mengatas namakan cinta dengan apa yang kau lakukan ini, karena ini bukan cinta. Tapi napsu bej*atmu yang tidak bisa kau kendalikan." Abbas menarik tubuh Evan untuk berdiri dari sofa lalu menghempaskannya dengan kasar.
Tentu saja semua orang terkesiap dengan apa yang Abbas lakukan. Walau umurnya sudah tua, tetapi tenaga dari mantan seorang jenderal tetaplah besar.
Sherly berlari ke arah Evan lalu memeluk lengan suaminya dengan erat, sementara Sella mencoba untuk menenangkan sang suami.
"Lepaskan tanganmu, Sherly. Hari ini juga, papa tidak mau melihatmu bersama dengannya!"
Deg.
Sherly menatap sang papa dengan deraian air mata sambil menggelengkan kepalanya, sementara yang lain hanya bisa menatap tanpa suara.
"Papa, aku mohon maafkan kami. Kami sadar telah melakukan kesalahan, dan kami janji tidak akan melakukannya lagi," ucap Sherly dengan lirih. Air matanya tumpah ruah karena untuk pertama kalinya setelah puluhan tahun hidup bersama, papa sambungnya itu meluapkan kemarahan.
"Kalian tidak pantas untuk meminta maaf padaku, karena bukan aku yang kalian sakiti. Melainkan wanita yang menjadi istri sah dari suamimu itu, Sherly!" ucap Abbas dengan penuh penekanan.
Suasana tampak sangat menegangkan saat ini, bahkan dua orang pembantu yang ada di rumah itu tidak berani keluar dari kamar mereka saat mendengar kemarahan sang tuan besar.
"Suamiku, aku mohon tenangkan dirimu." Sella memeluk lengan suaminya dengan erat, mencoba untuk menenangkan keadaan yang semakin memanas.
Nindi terpaku menatap mama tirinya, dia merasa ada yang aneh dengan reaksi wanita paruh baya itu saat mengetahui tentang semua kebenaran ini.
"Tunggu sebentar, Pa. Aku ingin bicara dengan mama."
Abbas yang ingin kembali bicara terpaksa mengurungkan niatnya saat mendengar suara Nindi, sementara Sella terdiam kaku sambil menatap putri sambungnya.
"Apa selama ini Mama sudah tahu kebenarannya?"
Deg.
Tubuh Sella menegang saat mendengar pertanyaan Nindi, sementara Abbas menatap tajam ke arahnya seakan ingin menelannya bulat-bulat.
"Mama, mama sebenarnya sudah mengetahuinya," jawab Sella dengan menundukkan kepala membuat api kemarahan Abbas semakin berkobar.
"Bagus, bagus sekali. Kalian mama dan anak sama-sama tidak waras!"
Deg.
Sella menatap suaminya dengan tidak percaya. Puluhan tahun menjalin bahtera rumah tangga, dia tidak pernah mendengar suaminya berkata kasar walau dalam keadaan marah sekali pun.
"Sekarang katakan padaku, Sella. Jika aku mencintai wanita lain dan menikahinya, bagaimana perasaanmu?" tanya Abbas dengan tajam, dan pertanyaannya itu terasa menusuk dada Sella.
Sella terdiam dengan kepala tertunduk. Dia merasa menyesal karena tidak memberitahukan tentang masalah ini pada suaminya hanya karena permohonan dari Sherly.
"Kenapa kau diam? Cepat jawab pertanyaanku!" paksa Abbas sambil mencengkram lengan Sella, dan jujur saja dia sudah merasa sangat geram dengan istrinya itu.
"Maaf, Mas. Maafkan aku." Sella hanya bisa menunduk dengan rasa penyesalan. Seandainya sejak dulu dia mengatakan semua ini pada Abbas, apakah keributan ini tidak akan terjadi?
"Apa karena dia bukan anak kandungku, lantas kau menyembunyikan semua ini dariku, hah?"
Sella langsung mengangkat kepalanya dan menggeleng dengan kuat. "Tidak, Mas. Bukan seperti itu." Dia menatap penuh rasa sesal, sungguh dia sama sekali tidak bermaksud seperti itu.
Abbas melepaskan cengkraman tangannya lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Tidak disangka ternyata istrinya sendiri mendukung perbuatan putri mereka yang tidak bermoral.
"Aku akan bicara padamu nanti, Sella. Sekarang biar aku membereskan putrimu dulu."
Glek.
Sella dan Sherly menelan salive mereka dengan kasar, sementara Abbas menatap Evan dan Sherly dengan tajam dan penuh kebencian.
"Selama ini aku menjaga dan menyayangimu layaknya putriku sendiri, tetapi aku tidak menyangka jika kau sanggup mempermalukanku dengan cara seperti ini," ucap Abbas dengan pelan namun penuh dengan penekanan.
"Kau juga seorang wanita, Sherly. Jika suamimu mencintai wanita lain dan menikahinya, apa kau akan menerima semua itu dengan penuh suka cita?" Pertanyaan yang Abbas lontarkan terasa menusuk dada Sherly.
"Di mana sebenarnya hati nuranimu? Dengan dalih cinta, kau tega menghancurkan hidup orang lain. Bukan hanya hati seorang istri yang kau hancurkan, tapi juga hati seorang anak yang sama sekali tidak berdosa juga terkena imbas dari perilakumu yang tidak bermoral."
Tubuh Sherly bergetar saat mendengar ucapan sang papa. Tidak, dia juga tidak menginginkan semua ini. Namun, jalan takdir lah yang mendorongnya melakukan hal seperti ini.
"Jangan merasa bangga karena kau dicintai oleh suami orang, karena itu bukan cinta. Jika dia memang mencintaimu, maka dia akan menghormati dan menghargaimu sebagai seorang wanita. Dia akan memutuskan hubungan dengan istrinya terlebih dahulu, lalu membuat hubungan baru denganmu. Bukan cinta namanya jika menjadikanmu sebagai wanita simpanan."
•
•
•
Tbc.