Seseorang itu akan terasa berhaga, manakala dia sudah tak lagi ada.
Jika itu terjadi, hanya sesal yang kau punya.
Karena roda kehidupan akan terus berputar kedepan.
Masa lalu bagai mimpi yang tak bisa terulang.
Menggilas seluruh kenangan, menjadi rindu yang tak berkesudahan.
Jika ketulusan dan keluasan perasaanku tak cukup untuk mengubah perasaanmu, maka biarlah ku mengalah demi mewujudkan kebahagiaanmu bersamanya, kebahagiaan yang telah lama kau impikan. -Stella Marisa William-
Sungguh terlambat bagiku, menyadari betapa berharganya kehadiran mu, mengisi setiap kekosongan perasaanku, mengubah setiap sedihku menjadi tawa bahagia, maaf kan aku yang bodoh, maafkan aku yang telah menyia nyiakan perasaan tulusmu -Alexander Geraldy-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
Alex diam membeku, menatap benda pipih di meja kerjanya, benda itu kini menyala menampakkan sederet nama, yang sekian lama tak nampak di layar ponsel nya, kali ini dia benar benar tak mempercayai penglihatan nya, untuk sesaat dia membiarkan benda pipih itu menyala, alunan nada nya membangkitkan sekat sekat rindu yang mendiami lubuk hatinya.
Dulu ketika awal awal menikah Stella sering menanyakan padanya, jam berapa ia akan pulang, karena Stella masih di kampus menyelesaikan tugas praktikum kuliah nya, atau sedang belajar kelompok bersama teman temannya.
Dan ketika si kembar lahir, Stella lebih sering menghubunginya, karena kedua nanny si kembar, sama sama tak berhasil membantunya menenangkan mereka, ketika mereka rewel dan sedang mencari perhatian, tentu dengan senang hati Alex segera pulang, agar bisa membantu istrinya menimang kedua putranya.
Ternyata panggilan itu pun ia rindukan.
Tiba tiba panggilan berhenti, 'ayo panggil aku lagi, please panggil lagi' bisik Alex pada ponselnya, tak lupa ia menyatukan kedua telapak tangannya penuh harap.
Sedetik kemudian ponselnya kembali berbunyi, namun bukan nama Stella yang ada di sana, melainkan nama pengacara nya, Alex mendengus kesal.
"Aku harap ini panggilan penting," ujar Alex.
"Jadwal sidang di majukan tuan,"
"Iya baiklah, atur saja,"
"Baik tuan," pengacara pun mengakhiri panggilannya.
'Apa Stella akan datang ke persidangan?' Alex bermonolog, 'Aku harap ini bisa menjadi salah satu jalanku untuk bisa kembali bersamanya, jika ia tak ingin si kembar ada dibawah perwalian ku, oh ya Tuhan, aku merindukannya'.
Ponselnya kembali berbunyi, kali ini kembali Stella meneleponnya.
Tak ingin panggilan itu berakhir, Alex pun buru buru mengangkat nya.
"..."
Ternyata Alex bahkan tak mampu berucap, dia hanya menekan tombol hijau, kemudian terdiam menunggu Stella berbicara, begitu pula Stella yang juga terdiam menunggu Alex berucap.
Keduanya saling menarik nafas dan ...
"Halo"
"Halo"
Ucap kedua nya bersamaan, kemudian sama sama terdiam lagi.
"Kak ... " akhirnya Stella kembali berucap.
"hmmm," Alex menanggapi dengan dingin, bahkan Alex mengutuk dirinya sendiri, kenapa jawaban yang keluar dari mulutnya hanya itu.
"Bisakah kakak membatalkan persidangan itu?" tanya Stella ragu ragu.
"Maaf, tidak bisa, karena kamu dan kakak mu mempersulit ku untuk bertemu anak anakku," jawab Alex tegas.
Stella menghembuskan nafas berat, "aku tidak ingin ada keributan, kasihan anak anak, mereka akan terjebak diantara kita."
"Apa boleh buat, tak ada lagi yang bisa ku lakukan."
"Aku rasa aku punya solusi."
"Katakan."
"Akan ku katakan saat kita bertemu,"
"Baik, ayo kita bertemu sekarang," mendengar kalimat bertemu, Alex segera bereaksi.
"Tidak sekarang, beri aku waktu tiga hari, ada yang harus ku selesaikan."
"Baik, tiga hari dari sekarang."
Panggilan pun berakhir.
Keduanya berpura pura dingin seperti tak menyimpan perasaan sama sekali.
...✨✨✨...
Sementara itu, di sebuah bangunan bertingkat, tepatnya ada restoran private mewah, dua orang pria berbeda generasi kini sedang berhadapan, kedua nya hanya memesan late, dan tak menginginkan yang lainnya.
Tak lain mereka adalah Richard William dan Sony Geraldy.
"Apa yang ingin paman bicarakan?" tanya Richard dengan nada dingin, namun tetap berusaha menjaga kesopanannya, karena pria dihadapannya adalah kawan baik mendiang papanya Kenzo William.
Sony tersenyum samar, dia meneguk lattenya sebelum mulai berbicara.
"Paman tahu, ini semua sudah sangat terlambat, tapi dari lubuk hati yang terdalam, paman minta maaf, karena belum bisa menjadi orang tua yang baik untuk mu dan adik adikmu, terutama untuk putra paman sendiri, Alex."
"Paman," Richard kembali berucap, "apa paman tahu, kenapa saya tidak menghajar Alex, padahal nyata nyata dia bersalah pada adik saya?"
Sony terdiam sesaat, dibeberapa bagian diri Richard, sangat mirip dengan mendiang Kenzo sahabatnya, namun di bagian keras kepala nya sepertinya itu menurun dari Marisa mamanya.
"Karena saya menghormati paman, sebagai kawan baik papa, jika saya menghajar Alex paman pasti sedih, dan saya tahu papa pasti juga sedih jika paman bersedih,"
"Terimakasih nak, kamu masih mempertimbangkan keberadaan paman, papa mu pasti bangga memiliki putra seperti mu."
Sony memuji Richard, sekeras apapun Richard pada Alex dan adiknya Stella, Richard tetap menunjukkan besarnya rasa hormat untuk kawan baik mendiang Kenzo papa nya.
"Namun, bisakah kamu mengizinkan Alex bertemu anak anak nya, hanya itu yang paman inginkan, karena paman tahu, jika paman meminta Stella untuk menerima Alex kembali, itu sungguh tidak tahu diri."
Sony menundukkan wajahnya, ia sangat malu dengan kelakuan putra nya.
"Apa Alex mengadu pada paman?" Selidik Richard.
"Tidak, Alex tidak seperti itu, dia sangat tertutup, apapun yang terjadi dengannya, ia akan menyimpannya rapat rapat," Sony menyandarkan punggungnya di kursi, "Tapi hari itu, paman melihat Alex pulang membawa banyak mainan, tapi wajah nya lesu, siapapun pasti tahu apa yang terjadi pada Alex."
"Paman benar sekali, saya memang melarang Alex menemui Stella dan si kembar,"
"Tapi kenapa? Alex ada lah papi mereka, dan si kembar juga berhak mendapatkan kasih sayang dari papi nya,"
"Ada saya paman, saya yang akan menjadi papi mereka bila perlu, bahkan paman sekalipun, tidak akan mengubah keputusan saya," ujar Richard dingin.
Dan Sony hanya bisa menghela nafas, terus terang Sony juga sangat merindukan tawa riang kedua cucunya.
...✨✨✨...
"Haruskah seperti itu?" Desah Stella, sementara ia pun memikirkan waktu kepergiannya ke London yang semakin dekat, sejujurnya ia sangat berat berpisah dengan putranya, apalagi jika hanya salah satu yang ia tinggalkan, itu akan terkesan bahwa Stella seorang Mommy yang tak berperasaan.
Stella merenungkan kembali apa yang di katakan Ima kemarin.
"Alangkah baiknya jika ibu dan pak Alex berbagi hak pengasuhan si kembar."
"Maksudnya apa Ima?" tanya Stell bingung.
"Maksud Ima begini bu, bu Stella dan pak Alex memiliki dua orang putra, jika ibu dan bapak memang tak memungkinkan untuk kembali bersama, dan tidak ingin berebut hak asuh, bukankah akan lebih baik jika salah satu dari si kembar ikut bersama pak Alex," Ima mengusulkan ragu.
Terus terang saja itu semua juga karena Ima merasa takut, ketika Richard mengatakan bahwa dirinya akan dibawa serta ke London bersama Stella dan si kembar, Ima hanya gadis biasa dari kampung, yang pemikiran nya sangat sederhana, membayangkan akan tinggal di negara asing, sungguh membuatnya merinding.
Alasan lainnya adalah, karena kedua orang tuanya hanya memiliki dirinya seorang, jika ia pergi terlalu jauh, ia takut jika terjadi apa apa dengan kedua orang tuanya, ia tidak bisa pulang cepat, untuk menemui mereka.
"Usulmu boleh juga," Ujar Nisya saat itu.
"Iya kak, aku juga memikirkan hal itu, tapi jika kita mengusulkan itu apa kak Richard akan setuju?"
"Kita belum tahu, jika belum mencobanya,"
Stella mengangguk anggukkan kepalanya, ia mulai berpikir bahwa usulan Ima layak untuk di coba.