Di tengah hujan deras yang mengguyur jalanan kota, Kinanti menemukan seorang anak kecil yang tersesat. Dengan tubuhnya yang menggigil kedinginan, anak itu tampak sangat membutuhkan bantuan. Tak lama kemudian, ayah dari anak itu muncul dan berterima kasih atas pertolongan yang ia berikan.
Meskipun pertemuan itu sederhana, tidak ada yang tahu bahwa itu adalah awal dari sebuah kisah yang akan mengubah hidup mereka berdua. Sebuah pertemuan yang membawa cinta dan harapan baru, yang muncul di tengah kesulitan yang mereka hadapi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rhtlun_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19
Setelah menikmati kue buatan ibu Kinanti, Julian berdiri dari kursinya. “Aku pamit ke kamar dulu, ingin membersihkan diri.” Katanya sambil tersenyum kepada Kinanti dan Kenzo.
Kinanti mengangguk sopan, sementara Kenzo tetap asyik dengan kuenya. “Baik, Tuan Julian.” Jawab Kinanti, kemudian mengajak Kenzo ke kamarnya. “Ayo, kita ke kamar. Kakak bacakan cerita seru buat kamu.” Ujarnya lembut.
Kenzo dengan antusias menggandeng tangan Kinanti. “Cerita tentang apa, Kak?”
“Cerita tentang petualangan seorang pangeran kecil.” Jawab Kinanti, sambil membimbing Kenzo ke kamarnya.
Setibanya di kamar, Kinanti duduk di tepi tempat tidur sambil membuka buku cerita favorit Kenzo. Ia mulai membaca dengan suara lembut, menceritakan kisah yang penuh petualangan dan keajaiban. Kenzo mendengarkan dengan mata berbinar-binar, terpaku pada cerita yang dibacakan oleh Kinanti.
Namun, di tengah cerita, pintu kamar terbuka perlahan. Julian muncul di ambang pintu, membuat Kinanti tertegun. Julian hanya mengenakan celana panjang, tanpa mengenakan pakaian atas. Kulitnya yang bersih terlihat berkilau di bawah cahaya lampu kamar, dan Kinanti merasakan wajahnya memerah.
“Maaf, aku mencari kemejaku.” Kata Julian sambil menggaruk-garuk kepala, tampak sedikit bingung.
“Aku tidak menemukannya di kamarku.”
Kinanti merasa jantungnya berdebar lebih cepat. Ia berusaha menjaga pandangannya tetap pada buku cerita, tapi matanya sesekali melirik ke arah Julian. Ia tak bisa menahan rasa kagumnya, melihat Julian yang tampak lebih tampan dari biasanya.
“Kemejanya mungkin tertinggal di sini.” Ucapnya pelan, masih dengan wajah yang memerah.
Julian melangkah masuk, memeriksa sekeliling kamar. Akhirnya, ia menemukan kemejanya tergantung di sandaran kursi. “Ah, ini dia.” Katanya lega, lalu meraih kemeja itu.
Kenzo, yang sejak tadi memperhatikan, menyeletuk dengan polos, “Daddy, kenapa Daddy tidak pakai baju?”
Julian tertawa kecil sambil mengenakan kemejanya. “Maaf, Kenzo. Daddy hanya lupa di mana meletakkan kemejanya.”
Kinanti menunduk, masih merasa malu. “Tidak apa-apa, Tuan Julian.” Ujarnya pelan. Ia berharap bisa segera melanjutkan cerita untuk mengalihkan perhatian dari rasa malunya.
Julian memandang Kinanti dengan senyum di wajahnya. “Maaf telah mengganggu. Silakan lanjutkan ceritanya.” Katanya lembut, sebelum melangkah keluar dari kamar.
Kinanti menghela napas lega setelah Julian pergi. Ia kembali fokus pada buku cerita di tangannya, melanjutkan membaca untuk Kenzo. Meski masih merasa canggung, ia berusaha untuk tetap tenang dan menikmati momen bersama Kenzo.
Kenzo yang ceria kembali terfokus pada cerita, sementara Kinanti terus membacakan dengan penuh kasih sayang. Momen itu terasa hangat, meski di balik senyuman lembut Kinanti, hatinya masih berdebar-debar karena pertemuan singkat dengan Julian tadi.
Kenzo tiba-tiba menyeletuk dengan suara polos, “Kak Kinanti, apakah Daddy tampan?”
Kinanti, yang masih merasakan sisa-sisa kehangatan di pipinya, terdiam sejenak. Pertanyaan Kenzo membuatnya semakin merasa canggung. Ia berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang, meski hatinya berdebar lebih kencang. Dengan suara pelan, ia menjawab,
“Semua laki-laki itu tampan, Kenzo.”
Kenzo menggelengkan kepalanya dengan penuh keyakinan. “Tapi Daddy lebih tampan, kan, Kak?” Ucapnya dengan senyum lebar, matanya berbinar penuh harap.
Kinanti merasakan pipinya kembali memanas. Ia berusaha menahan senyum malu-malu yang mulai terukir di wajahnya. “Daddy Kenzo memang tampan.” Ujarnya sambil tersenyum lembut, berusaha menjawab dengan bijaksana.
Kenzo tersenyum puas mendengar jawaban Kinanti. “Aku tahu! Daddy paling tampan.” Katanya penuh kebanggaan, lalu kembali berbaring di tempat tidurnya, merasa senang dengan penegasan tersebut.
Kinanti hanya bisa mengangguk kecil, kembali menunduk pada buku cerita yang ada di tangannya. Ia berusaha untuk tetap fokus membaca, namun pertanyaan Kenzo terus terngiang di pikirannya.
Kenzo yang begitu polos telah berhasil membuatnya merasa salah tingkah. Ia menyadari bahwa pujian sederhana tentang Julian dari mulut Kenzo telah menyentuh hatinya.
Meskipun mencoba mengalihkan perhatiannya, Kinanti tidak bisa menepis kenyataan bahwa Julian memang memiliki pesona tersendiri. Namun, ia berusaha untuk menjaga sikapnya tetap profesional dan tidak membiarkan perasaan itu menguasai dirinya.
Sambil melanjutkan membaca cerita untuk Kenzo, Kinanti berharap bahwa momen canggung tadi bisa segera berlalu. Ia ingin tetap fokus pada tugasnya sebagai pengasuh Kenzo, memastikan bahwa anak itu merasa bahagia dan nyaman. Meski begitu, ada perasaan hangat yang mulai tumbuh dalam dirinya, perasaan yang belum sepenuhnya ia pahami, namun perlahan mulai menyelimuti hatinya.