Fanya dipertemukan oleh dua laki-laki yang lebih muda darinya,benar-benar membuat hidupnya begitu berliku.Perjalanan asmara yang rumit tak lepas dari ketiganya.Bagaimana kisah selanjutnya?
Meski Lo mutusin buat pisah,satu hal yang harus Lo tau,gue kan tetap nunggu Lo.Sama seperti dulu,gue gak akan dengan mudah melepas Lo gitu aja,Fanya.Sekalipun nanti Lo bersama orang lain,gue akan pastiin pada akhirnya Lo akan tetap kembali bersama gue.Ingat ini Fanya,takdir Lo cuma buat gue,bukan untuk orang lain - Baskara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaena19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh dua
Udara dingin kota London di bulan Januari membuatnya bergidik.Biasa dengan udara hangat di Indonesia membuat ia harus memakai pakaian yang berlapis-lapis untuk menahan udara dingin.Kakaknya ada pekerjaan siang itu dan baru selesai ketika ia sedang landing,jadi kakaknya tidak sempat untuk menjemputnya.Fanya sengaja tidak memberitahu siapapun jika dia pergi ke London.Bahkan dia tidak memberi tahu Sagita.Ia pun sengaja mematikan ponselnya agar tidak bisa dihubungi,ia juga berpesan pada orang tua dan semua orang yang ada di rumahnya tidak boleh ada yang memberitahu keberadaannya pad siapapun.
Fanya butuh waktu sendiri.
Fanya sudah berada di London selama 4 hari,tapi ia belum pernah sehari pun keluar dari apartemen Kakaknya.Rasanya ia begitu malas,apalagi cuaca di luar sangat dingin.Aktivitasnya selama di sana hanya makan,rebahan dan menangis.Fanya pikir jika jauh dari Baskara akan membuat hatinya baik-baik saja,nyatanya tidak.Yang ia rasakan justru semakin rindu,ia sering menolak ajakan Kak Rafka untuk berkeliling London ketika kakaknya itu sedang tidak bekerja.
"Gimana si,Nya? Katanya mau jalan-jalan,tapi kerjaan kamu beberapa hari ini cuma rebahan.Kalau cuma rebahan ngapain jauh-jauh ke sini,Nya.Di Indonesia juga bisa,"ujar Rafka sembari menarik selimut dari tubuh Fanya.
"Berisik,kak.Gak liat apa adiknya lagi galau,"ucap Fanya dengan mata yang sudah terlihat sembab.
Rafka menghela napasnya,lalu ia duduk di samping Fanya.
"Kamu galau kayak gini cuma gara-gara bocah? Hebat juga Baskara bisa bikin adik kesayangan kakak yang cuek ini patah hati,"ujar Rafka sambil mencolek-colek lengannya.
"Kalau cuma mau ledekin aku,mending kakak keluar deh," ucap Fanya sambil menatap kesal ke arah Kakaknya.
"Gak mau, jarang-jarang loh kakak bisa godain kamu sepuas ini."
"Ih,nyebelin banget si,"ucap Fanya sambil memukul lengan kakaknya.
"Aduh! Gila ya kamu,lagi galau aja tenaganya masih gede,"ujar Rafka sembari mengusap lengannya.
"Makanya jangan berisik."
Fanya membungkus seluruh tubuhnya dengan selimut. Namun, tak lama kemudian Rafka menarik kembali selimut yang digunakan Fanya, bahkan kakaknya itu juga menarik tangannya hingga Fanya terpaksa terduduk.
"Gak ada ya kamu rebahan sambil galau-galauan gak jelas gini.Mandi sekarang! Kalau sampai kakak masih liat kamu kayak gini.Kakak bakalan seret kamu keluar dari gedung ini,"ancam Rafka.
"Ya ampun,punya kakak kok masih amat si."
Rafka bangkit lalu berjalan menuju pintu,diambang pintu ia kembali membalikkan badannya.
"Ingat,waktu kamu setengah jam Fanya,"ujar Rafka sembari memicingkan matanya.
Fanya menendang selimut dengan kesal lalu dengan terpaksa mengambil baju dan handuk lalu pergi ke kamar mandi.
15 menit kemudian,Fanya sudah selesai membersihkan diri.Ternyata setelah mandi badannya terasa lebih segar.Rafka menatapnya puas ketika melihatnya keluar kamar dengan pakaian yang rapih.Rafka mengambil pakaian hangatnya lalu mengajaknya keluar untuk makan.
Rafka mengajaknya makan di salah satu restoran yang tak jauh dari tempat tinggal kakaknya.
"Mau bicara sesuatu?" tanya Rafka sembari melahap makanannya.
Fanya menggeleng."Engga."
"Come on.Kasih tau kakak apa yang terjadi,kemarin ibu gak cerita secara lengkap masalah kamu,"ujar Rafka.
Fanya menghela napasnya,ia lalu mulai menceritakan semua yang terjadi dengannya dari awal.Bererapa kali Rafka tercengang karena ceritanya.
"What? Baskara suka kamu dari jaman dia SD? Ya ampun anak jaman sekarang masih SD udah bisa suka sama orang ya,lebih tua pula,"ujar Rafka sembari menggelengkan kepalanya.
"Bukan SD tapi udah lulus,"ucap Fanya membenarkan.
"Sama aja, meskipun udah lulus tapi dia belum resmi jadi murid SMP."
"Iya juga."
Di restoran mereka makan sambil berbincang mengenai masalah Fanya.Setelah selesai,Rafka mengajaknya untuk duduk si samping sungai.Mereka duduk berdampingan di kursi sambil menatap beberapa perahu yang melintas.
"Kamu cinta sama Baskara?"tanya Rafka tiba-tiba.
Fanya menoleh ke arah kakaknya,ia lalu mengangguk singkat."Ya,aku cinta sama dia.Kalau gak,mana mungkin aku mau pacaran sama bocah,"jawab Fanya.
"Terus kenapa kamu gak berusaha buat pertahankan hubungan kalian?"
"Aku gak bisa,kak."
"Kenapa? Karena Sagita?"
Fanya mengangguk lagi.Rafka mengubah posisinya menjadi menghadap ke arah Fanya.
"Menurut kakak,sebaiknya kamu bicara sama Sagita.Kasih pengertian sama ke Sagita,kalau kamu dan Baskara itu saling mencintai."
"Gak bisa,kak.Sagita gak akan terima."
"Kakak tanya,memangnya kamu pernah jujur sama Sagita mengenai perasaan kamu yang sebenarnya? Kamu pernah cerita sama dia,gimana kamu pura-pura baik-baik saja setelah putus dari Baskara,gimana sakitnya kamu liat Baskara bersama perempuan lain,gimana kamu rela membohongi diri kamu sendiri demi menjaga persahabatan kalian.Pernah gak kamu bicara soal ini sama Sagita? Sagita itu sudah dewasa, Nya. Usianya tidak jauh berbeda dengan kakak, dan kakak yakin kalau kamu menceritakan semuanya, dia pasti akan mengerti."
Setetes air mata menetes ke pipi Fanya.Rafka menatap iba ke arah adiknya,ia pun mengulurkan tangannya untuk menghapus air mata itu dari pipi Fanya.
"Aku gak bisa,kak.Aku gak mau kehilangan sahabat hanya demi laki-laki.Sagita itu udah aku anggap seperti saudara aku sendiri,"lirih Fanya.
"Fanya,ingat Baskara itu laki-laki yang kamu cintai.Kamu gak mau berjuang untuk itu? Pernah gak kamu berpikir gimana perasaan Baskara selama ini seperti apa? Dari cerita yang kamu sampaikan ke kakak,Baskara justru yang lebih banyak berkorban di sini."
"Tapi dia udah move on kak."
"Kamu yakin?" tanya Rafka sembari mengangkat sebelah alisnya.
Fanya mengangkat kedua bahunya.
"Beberapa hari ini,Sagita hubungin kakak,"ujar Rafka sembari menatap ke arah sungai.
"Buat apa dia hubungi kakak? Kakak gak ngasih tau kalau aku di sini kan?" tanya Fanya panik.
"Kakak kasih tau dia,soalnya dia teror kakak terus."
"Kak,kok malah di kasih tau si?" dengus Fanya.
"Udah ya,Nya.Kakak gak mau kamu kabur terus Kayak gini.Lagipula kamu gak akan selamanya di sini,nanti juga kamu akan balik ke Indonesia."
Fanya menggelengkan kepalanya perlahan, lalu melipat tangannya di depan dada. Matanya kosong, bagai merenung jauh memikirkan apa yang baru saja diutarakan kakaknya tadi. Sebenarnya, ia tak bisa menyangkal kalau kata-kata Rafka mengenai jujur pada perasaannya terhadap Sagita memang ada benarnya. Dalam hati, Fanya tahu betul bahwa ia mencintai Baskara dan ingin merajut masa depan bersama dengan laki-laki itu.
Bayangan Baskara tergambar di benaknya, mengingatkannya pada betapa banyak pengorbanan dan pengertian yang telah diberikan laki-laki itu demi hubungan mereka berdua. Fanya menelan ludah, mencoba meredam gejolak perasaannya yang bergolak. Ia tahu betul bahwa sudah saatnya ia menghadap kenyataan dan menyampaikan perasaan yang sebenarnya pada Sagita, demi kebahagiaan bersama dengan Baskara. Apapun yang terjadi nantinya, ia harus berani mengambil keputusan yang terbaik bagi mereka semua.
"Kamu mau coba bicara sama Sagita mengenai perasaan kamu yang sebenarnya?" tanya Rafka.
"Tentu aja mau,tapi gak sekarang.Nanti setelah aku pulang,aku pasti akan bicara sama dia,"ujar Fanya pelan.
Tiba-tiba seseorang berbicara dari belakang mereka.
"Kenapa gak sekarang aja? mumpung gue ada di sini?"
Fanya seketika membalikkan tubuhnya, jantung berdebar kencang hingga nyaris terasa melompat dari dada saat menyadari Sagita berdiri tepat di belakangnya, dengan linangan air mata di kedua pelupuk matanya.
"Sagita?"