Elise, Luca dan Rein. Mereka tumbuh besar disebuah panti asuhan. Kehidupan serba terbatas dan tidak dapat melakukan apa-apa selain hanya bertahan hidup. Tapi mereka memiliki cita-cita dan juga mimpi yang besar tidak mau hanya pasrah dan hidup saja. Apalah arti hidup tanpa sebuah kebebasan dan kenyamanan? Dengan segala keterbatasannya apakah mereka mampu mewujudkannya? Masa depan yang mereka impikan? Bagaimana mereka bisa melepaskan belenggu itu? Uang adalah jawabannya.
Inilah kisah mereka. Semoga kalian mau mendengarkannya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeffa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Slime Part 2
Mata ungu Elise terlihat menyala terang. Dirinya marah sekali menatap Rein yang menyerangnya membabi buta hanya karena Slime yang dipegangnya. Lagipula slime ini bahkan sangatlah lucu dan menggemaskan. Lihat bagaimana slime itu bergoyang-goyang seperti agar-agar.
"Buang slime itu. Dia berbahaya." teriak Luca khawatir sekali. Wajahnya bahkan terlihat pucat terlihat jelas dari jarak lima meter.
"Cepat Elise." Bentak Rein menahan amarah dengan tangan teracung mengeluarkan panah esnya.
"Tidak. Lihat dia jinak." Ucap Elise keras kepala memperlihatkan slime lucu itu. Lihat bagaimana matanya berbinar menatap Elise.
"Dia akan memakanmu. Lihat tanganmu." Luca melihat tangan Elise yang masih ada slime didalamnya.
"Lembut. Dia tidak jahat. Sini mendekat." Elise dengan bangganya mengelus slime itu dan slime itu menggoyangkan tubuhnya seperti senang.
"Dia senang. Lihat tidak berbahaya." Luca menghela nafas.
"Mungkin tidak berbahaya sekarang tapi jika dia lapar dia akan memakanmu. Slime pemakan segalanya." Jelas Luca.
...****...
Matahari semakin terik diatas awan, mereka terlihat duduk bersandar dibawah pohon rindang setelah lelah berdebat. Memakan sebuah apel yang dibawanya sebagai bekal makan siang. Terdengar beberapa anak berlarian didekat kedai yang tidak jauh dari tempat pembuangan. Untung saja, baik pembicaraan mereka ataupun bunyi keributan lain yang Rein buat tidak terdengar karena memang Rein tidak menggunakan seluruh mana yang dimilikinya. Hanya 0.1% dari mana yang ada tapi tetap saja berakibat fatal jika mengenai Elise ataupun slime yang dipegangnya.
"Ada belapa jenis slime didunia ini ya? Apakah ada slime yang bisa menggantikan ku mencuci pakaian ataupun mengangkut air?" Tanya Elise polos. Mulutnya sudah selesai mengunyah apel merah sementara slime itu tampak senang mencerna kumpulan potion. Tubuhnya bergoyang riang seperti agar-agar kata Elise.
"Aku tidak tahu. Aku hanya tahu slime pemakan segalanya." Luca tampak membuka sebuah buku yang sejak tadi digenggamnya. Kemudian berkata, "Dibuku ini banyak membahas tentang slime tapi Untuk jenis-jenisnya tidak ada yang tahu. Karena slime itu termasuk monster tingkat rendah. Jadi walaupun kamu jadikan dia peliharaan dengan melakukan perjanjian ikatan rasanya tidak terlalu berguna." Luca memberikan penjelasan tentang slime yang dibacanya dari buku panduan monster membuatnya melupakan masalah awal pembicaraan ini.
"Tapi jika ada yang seperti itu aku juga mau. Aku lelah mengangkut air saat ingin mandi." sahut Rein ikut berbicara.
Baik dipanti ataupun di desa, tidak ada yang memiliki saluran air. Jika butuh air maka harus kesungai ataupun danau. Atau mata air terdekat didesa yang artinya air sangat terbatas. Jika dipanti terdapat sumur timba yang harus ditimba setiap kali mereka membutuhkan. Disini tidak ada metode mandi hanya mencuci muka ataupun membasuh bagian yang kotor. Ini yang mereka sebut dengan mandi yang selama ini mereka lakukan. Awalnya Elise merasa jijik melihat cara mereka mandi tapi apa mau dikata tidak ada sabun atau shampo disini. Ini termasuk penderitaan Elise sebagai manusia modern. Tapi entah kenapa tidak ada yang bau badan. Mungkin mana didalam tubuh menghilangkan bakteri atau entahlah. Ini masih menjadi misteri.
"Aku akan membuat pemandian jika bisa. Aku tidak tahan jika hanya mencuci muka." Keluh Rein yang akhirnya mengikuti obrolan. Memang hanya mereka bertiga yang benar-benar mandi dengan bertelanjang dan mengguyurkan air keseluruhan tubuh. Sisanya mandi hanya dengan mencuci muka dan membersihkan yang kotor saja. Lupakan sabun dan shampo.
"Aku rindu shampo dan sabun." rengek Luca pelan. Tidak terdengar oleh Elise tetapi terdengar oleh Rein. Rein menepuk pundaknya menguatkan membuat Luca tersadar.
"Kita pasti bisa. Banyak lahan tersisa di panti." Hibur Elise tulus. Inilah salah satu dari sekian banyak hal yang Elise suka dari mereka. Memiliki tujuan yang sama. Dimana mereka menyukai hal-hal yang sering dianggap tidak wajar dimasa ini. Tapi Elise kembali mengabaikan signal aneh dari mereka. Masih menganggap mungkin saja mereka termasuk orang yang akan memberikan revolusi terhadap dunia ini bersamanya.
"Jadi aku bolehkan membawa slime ini?" Tanya Elise memutuskan lamunan.
"Hah!! Tidak. Harus dibuang." Tegas Rein.
"Tolonglah. Lihat dia sangat lucu." Ucap Elise seraya memeluknya. Slime itupun bergelanyut manja di pipi tembamnya. Terlihat senang.
"Jauhkan Elise!! Sebelum aku membunuhnya dengan sihir esku." teriak Rein kembali marah.
"Sudahlah Rein. Jika Elise sudah bersikeras seperti itu dia tidak akan melepaskannya. Kamu tahukan sikap keras kepalanya tidak ada tandingannya." Luca terlihat mengalah seraya mengaduk-aduk sesuatu.
"Tapi slime walaupun lemah tetap berbahaya. Apalagi bagi Elise yang tidak punya pertahanan diri apapun." Elise melotot demi mendengar hal yang diucapkan Rein. Yah walaupun ada benarnya juga. Elise menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan kembali merenung. Menatap Luca dengan tatapan memohon. Dia menemukan sesuatu yang dicarinya sejak tadi.
"Baiklah. Maka dari itu. Mari buat perjanjian ikatan dengan slime itu. Agar slime itu tidak mencelakai Elise." Ucapnya seraya menggambar sesuatu ditanah dan menyuruh Elise meletakan slime itu diatasnya. Awalnya Elise enggan melakukannya. Dirinya takut ditipu oleh Luca yang berniat membuang slime lucu miliknya. Eh apakah memang sudah pantas disebut miliknya padahal mereka belum terikat kontrak.
"Bukankah lebih mudah jika dibunuh saja. Itu akan jauh lebih merepotkan. Memang kamu bisa mengurusnya. Itu tidak mudah. Sekali dirawat tidak bisa ditelantarkan. Jangan karena hanya kasian atau menggemaskan kamu menyukainya dan setelah bosan kamu membuangnya." Tersirat kesedihan yang mendalam diujung kalimat Rein dan Luca pun menepuk bahunya menenangkan.
"Aku yakin Elise lebih bertanggung jawab dari pada yang kita kira. Benar begitu kan, Elise." Ucap Luca meminta pembenaran dari Elise.
"Iya aku janji lein. Aku akan menjaganya setulus hatiku." Elise jujur dirinya tidak akan berbohong apalagi meninggalkannya karena bosan. Luca berhasil merebut slime ditangan Elise dan menaruhnya di lingkaran sihir yang dibuatnya.
"Hei!! Apa yang kamu lakukan Luca!" Elise berteriak mengkhawatirkan slime itu.
"Sudah diam dan ikuti saja. Baiklah persiapan sudah selesai. Mari kita mulai." Ucap Luca seraya menunjukkan Elise agar merapalkan sesuatu. Elise hanya membacanya dengan terbata. Apakah ini yang namanya sihir? pikirnya dalam hati.
"Konsentrasi Elise." tegur Luca. Elise menatap Luca curiga jangan-jangan dirinya memiliki skill yang mampu membaca fikiran. Tapi Elise kembali fokus dengan hal yang ada didepannya. Elise menyalurkan mana yang sedikit itu kedalam tubuh Slime. Seperti ada air dingin yang menyelimuti didalam dirinya. Ah ternyata ini rasanya mana.
'plup'
Suara letupan kecil terdengar pelan. Angin semilir berhembus ke arah Elise. Slime itu bergoyang sedikit. Di fikirannya seperti ada layar hologram yang bercahaya.
'Berikanlah aku nama' tulisnya.
"Tama." jawab Elise tanpa fikir panjang.
Bagaikan ada sengatan listrik statis menyambar Elise membuatnya lemas dan jatuh ketanah. Semuanya menjadi gelap dan hening total. Seperti semua indra miliknya tertutup. Elise berteriak kencang dalam kebisuan.