NovelToon NovelToon
Cahaya Terakhir Senja

Cahaya Terakhir Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Playboy / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: Allamanda Cathartica

Berawal dari hujan yang hadir membalut kisah cinta mereka. Tiga orang remaja yang mulai mencari apa arti cinta bagi mereka. Takdir terus mempertemukan mereka. Dari pertemuan tidak disengaja sampai menempati sekolah yang sama.

Aletta diam-diam menyimpan rasa cintanya untuk Alfariel. Namun, tanpa Aletta sadari Abyan telah mengutarakan perasaannya lewat hal-hal konyol yang tidak pernah Aletta pahami. Di sisi lain, Alfariel sama sekali tidak peduli dengan apa itu cinta. Alfariel dan Abyan selalu mengisi masa putih abu-abu Aletta dengan canda maupun tangis. Kebahagiaan Aletta terasa lengkap dengan kehadiran keduanya. Sayangnya, kisah mereka harus berakhir saat senja tiba.

#A Series

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Allamanda Cathartica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 35: Teguran dari Ruang BK

Keesokan harinya, suasana kelas XI MIPA B terasa serius. Pak Dastan dengan semangat seperti biasanya sedang menjelaskan materi fisika. Semua siswa tampak fokus, menyadari bahwa Sumatif Akhir Semester sudah semakin dekat.

"Jadi perlu kalian ingat baik-baik," ujar Pak Dastan sambil menulis di papan tulis. "Asas Black berlaku saat dua zat dengan suhu berbeda dicampur. Zat bersuhu tinggi akan melepaskan kalor ke zat bersuhu rendah hingga mencapai suhu seimbang. Contoh penerapannya bisa kalian lihat di soal nomor tiga."

Beberapa siswa sibuk mencatat, sementara yang lain mencoba memahami soal di buku latihan mereka. Suasana kelas yang tenang tiba-tiba terusik oleh ketukan di pintu. Seorang siswa masuk dengan wajah penuh kehati-hatian.

"Selamat pagi, Pak," sapanya sopan. "Mohon maaf mengganggu. Saya ingin menyampaikan bahwa Alfariel, Gibran, Fariz, Zidan, dan Abyan diminta segera ke ruang BK oleh Bu Wulan."

Pak Dastan menghentikan penjelasannya dan menatap kelima siswa tersebut. "Kalian dengar itu, Alfariel, Gibran, Fariz, Zidan, Abyan. Silakan ke ruang BK sekarang. Jangan lupa kembali ke kelas setelah urusannya selesai."

Kelima siswa itu saling bertukar pandang, bingung, dan sedikit cemas. "Izin, Pak," ujar Alfariel mewakili sebelum mereka semua berdiri dan berjalan keluar dari kelas.

Suasana kelas XI MIPA B kembali tenang, meskipun beberapa siswa masih berbisik pelan, penasaran dengan apa yang terjadi. Rasa ingin tahu tampak di wajah mereka, tetapi tidak ada yang berani bertanya langsung. Sementara itu, Alfariel dan teman-temannya berjalan menuju ruang BK dengan langkah yang terasa berat. Pikiran mereka dipenuhi berbagai spekulasi tentang alasan pemanggilan itu. Ada rasa gelisah yang tak bisa dihindari, seakan pertanda bahwa sesuatu yang serius akan segera dihadapi.

Ketika tiba di ruang BK, suasana jauh lebih tegang daripada yang mereka bayangkan. Revan dan anggota geng STMJ sudah berada di sana terlebih dahulu, duduk dengan wajah muram dan pandangan kosong, seperti menyadari kesalahan besar yang telah mereka buat. Alfariel dan teman-temannya bergabung, mengambil tempat duduk di samping mereka dengan ekspresi tidak kalah cemas.

Di hadapan mereka, Bu Wulan berdiri dengan postur tegas, kedua tangan bersilang di dada. Tatapan matanya tajam, penuh wibawa, membuat siapa pun yang berada di ruangan itu merasa kecil. Tidak ada yang berani berbicara, seolah keheningan adalah pilihan paling aman.

"Ada apa dengan kalian semua?" tanya Bu Wulan akhirnya, memecah keheningan dengan nada dingin. "Saya tidak pernah menyangka siswa-siswa saya bisa bertindak seperti ini."

Alfariel melirik Revan sekilas berharap ada yang menjawab lebih dulu, tetapi Revan hanya diam menunduk dalam. Rasa bersalah tampak jelas di wajahnya. Abyan menggenggam tangan Zidan yang tampak gelisah, mencoba memberinya keberanian untuk tetap tenang.

Bu Wulan menghela napas panjang, tatapannya beralih dari satu siswa ke siswa lainnya. "Kalian semua siswa yang pintar, tapi apa yang kalian lakukan kemarin sungguh tidak bisa diterima. Kalian memasuki sekolah lain tanpa izin dan bahkan menciptakan keributan. Apa kalian sadar betapa seriusnya hal ini?"

Semua hanya bisa terdiam. Di dalam hati, mereka tahu Bu Wulan benar. Namun, mereka juga merasa bahwa tindakan mereka kemarin bukan tanpa alasan.

"Jika ada yang ingin bicara, sekarang saatnya," lanjut Bu Wulan, nada suaranya memberi sedikit celah bagi mereka untuk menjelaskan.

Alfariel mengambil napas dalam-dalam sebelum akhirnya angkat bicara. "Bu, kami hanya mencoba mencari bukti atas kecurangan yang mereka lakukan saat pertandingan basket melawan tim sekolah kita. Kami tidak menyangka situasinya akan menjadi seperti ini."

Namun, Bu Wulan memotongnya tanpa ragu. "Tidak ada alasan yang bisa membenarkan tindakan kalian! Masuk ke sekolah lain tanpa izin bukan hanya melanggar aturan, tapi juga berbahaya. Apalagi kalian memicu konflik di sana."

Tatapan tajamnya kini tertuju pada Revan dan anggota geng STMJ lainnya. "Kalian kelas XII, kan? Apa kalian benar-benar ingin masa depan kalian hancur hanya karena tindakan ceroboh seperti ini? Jika kejadian ini terulang lagi, saya tidak akan ragu melaporkan kalian langsung ke kepala sekolah. Jangan lupa, ijazah kalian bisa saja ditahan."

Ruangan kembali sunyi. Suasana tegang yang mencekam membuat kata-kata Bu Wulan terasa seperti palu yang menghantam kesadaran mereka. Satu per satu dari mereka menundukkan kepala, rasa bersalah tergambar jelas di wajah mereka.

"Sumatif Akhir Semester tinggal hitungan hari," lanjut Bu Wulan dengan suara yang lebih dingin dan penuh penekanan. "Alfariel, Zidan, Gibran, Abyan, dan Fariz seharusnya memanfaatkan waktu ini untuk belajar, bukan sibuk mencari masalah. Ini adalah peringatan terakhir dari saya."

Setelah memberikan teguran keras yang membuat seluruh ruangan seperti terbenam dalam rasa bersalah, Bu Wulan akhirnya mengumumkan sanksinya. "Sebagai konsekuensi, kalian semua akan mendapatkan poin pelanggaran. Ini hukuman yang ringan dibandingkan konsekuensi yang lebih berat jika kalian mengulangi kesalahan ini. Saya harap ini menjadi pelajaran bagi kalian semua."

Bu Wulan melirik mereka satu per satu, memastikan pesan tersebut benar-benar tersampaikan. "Kalian bisa kembali ke kelas sekarang. Tapi ingat, jika saya menerima laporan serupa, konsekuensinya akan jauh lebih berat dan saya tidak akan memberikan toleransi lagi."

Dengan perasaan campur aduk antara lega dan bersalah, Alfariel dan teman-temannya meninggalkan ruang BK. Peringatan Bu Wulan terus terngiang di kepala mereka.

***

Hujan deras mengguyur kota, menciptakan suasana dingin yang kontras dengan pikiran mereka yang masih dipenuhi kegelisahan. Alfariel dan teman-temannya memutuskan untuk singgah di Kafe Jingga. Di dalam, suasana hangat dan aroma kopi bercampur dengan suara hujan di luar. Aletta tampak sibuk membantu Agisha melayani pelanggan.

"Eh, lo semua duduk aja dulu, gue bikinin minum," sapa Agisha dengan senyum ceria yang seolah berusaha mengusir ketegangan mereka.

Mereka memilih meja paling belakang supaya dapat memberikan privasi untuk membicarakan kejadian tadi pagi. Tidak lama kemudian, Aletta datang membawa nampan berisi minuman hangat dan menyajikannya di meja mereka.

"Jadi, kalian dipanggil ke ruang BK gara-gara keributan di SMA Mentari?" tanya Aletta sambil menarik kursi dan duduk di dekat mereka.

Zidan menghela napas berat. "Iya, sih. Mereka yang mulai duluan. Gue nggak terimalah, akhirnya gue bales nonjok. Mereka juga nyebelin banget, sumpah! Kalau aja mereka nggak curang, ini nggak bakal kejadian"

Aletta mengangguk pelan. "Gue ngerti banget. Anak basket SMA Mentari tuh emang suka main kotor. Udah jadi rahasia umum."

"Serius lo?" tanya Fariz, matanya menatap Aletta dengan rasa ingin tahu. "Maksudnya gimana? Cerita dong."

Aletta menyandarkan tubuhnya, seolah bersiap untuk bercerita. "Jadi gini, dulu tuh tim basket mereka emang keren banget. Mereka sering juara gara-gara pelatih mereka jago banget. Tapi pas pelatih itu cabut, tim mereka mulai anjlok. Banyak anak ekskul yang keluar juga. Terus, pelatih baru mereka mulai pake cara licik, kayak nyuap wasit sama tim lawan. Dan yang parah, anak-anak ekskul di sana diem aja, malah setuju-setuju aja. Intinya, mereka cuma peduli sama nama besar tim, gak peduli cara mereka bener apa enggak."

Mendengar itu, semua terdiam. Wajah mereka menunjukkan campuran rasa terkejut dan kesal.

"Loh, kok lo tau banyak banget soal mereka?" Abyan bertanya dengan nada sedikit curiga.

Aletta tersenyum tipis, tatapannya menerawang. "Ya, karena gue dulu anak SMA Mentari. Sebelum gue pindah ke sini, gue lumayan deket sama salah satu anak basket di sana. Jadi gue tahu dalem-dalemnya."

"Terus, kalo lo tau mereka curang, kenapa nggak lo laporin?" tanya Zidan.

"Gak segampang itu, Zi," jawab Aletta sambil menggelengkan kepala. "Gue gak punya pengaruh apa-apa. Lagipula, siapa yang bakal percaya? Tim mereka punya backing kuat. Kalau kalian benar-benar ingin melawan mereka, gue bisa bantu. Gue tahu cara mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang mereka."

Agisha yang baru datang mendengar percakapan itu. "Membantu bagaimana?"

"Gue masih punya beberapa kontak di sana," kata Aletta. "Dan gue tahu siapa saja yang bisa kita ajak bicara untuk mengungkap kebenaran tanpa membahayakan kalian."

Agisha mengangguk pelan lalu duduk di sebelah Fariz. "Gue juga bisa bantu. Kita harus menyusun strategi yang matang. Kalau kalian nekat lagi, gue takut masalahnya tambah besar."

Abyan menatap Alfariel dan yang lainnya. "Jadi gimana? Lo semua setuju nggak?"

Alfariel mendesah lalu berkata, "Oke, gue setuju, sih. Kalau mau jalan terus, kita nggak bisa sendirian."

Setelah berdiskusi, mereka semua sepakat untuk bekerja sama dengan Aletta dan Agisha. Mereka sadar, langkah berikutnya harus dilakukan dengan sangat hati-hati.

***

Bersambung...

1
Oryza
/Speechless/
Hindia
nah kan bener ada backingannya
Hindia
pantes aja ya ternyata dia punya backingan
Hindia
sok sok an banget
Hindia
parah banget mita
Hindia
sumpah bu tya ini sangat mencurigakan
Hindia
lah berarti selama ini alfariel ngode gak sihh kalau emang ekskul tari itu ada sesuatu
Hindia
Alurnya ringan, sejauh ini bagusss
Hindia
Walahhh alfariel mah denial mulu kerjaannya
Hindia
Gass terus abyan
Hindia
Tumben banget nih si Fariz agak bener otaknya
Gisala Rina
🤣🤣
Gisala Rina
udah lupa ajah nih anak 🤣🤣
Gisala Rina
mungkin ada alasan yang bikin papa lu ga bicara jujur.
Gisala Rina
jangan gitu. begitu juga itu papa lu alfariel 🤬
Gisala Rina
mang eak mang eak mang eak sipaling manusia tampan 1 sekolah 😭
Gisala Rina
cowok bisa ngambek juga yaa ternyata hahaha
Gisala Rina
Kwkwkwkwk kalian kok lucu
Gea nila
mending kamu fokus ajah alfariel. emang sih bakal susah. tapi ya gimana lagi 😭
Gea nila
wkkwkwk sabar ya nasib jadi tampan ya gitu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!