Sahabatku Musuhku

Pagi itu, Aini pun terbangun dari tidurnya dengan keadaan yg kurang sehat. Kepalanya sangat pusing dan rasa mual yg aneh tak seperti biasanya. Hingga Aini pun meminta pelayan mengantarkan secangkir teh hangat untuk meredakan mualnya.

Tapi yg datang justru Martha membawakan teh tersebut.

"Ma.. " ucap Aini.

"Iya sayang, kau sakit?" tanya Martha.

"Iya hanya tidak enak badan, mungkin masuk angin." ucap Aini.

"Yasudah kau jangan masuk kerja hari ini." ucap Martha.

"Iya ma, aku juga niatnya begitu." balas Aini.

Aini pun hanya beristirahat di dalam kamarnya. Dirinya pun tak bisa memakan apapun karena rasa mualnya tak kunjung hilang. Jika makan sesuatu maka pasti akan ia muntahkan kembali. Perasaan aneh ini pun membuatnya sangat lemah dan hanya bisa terbaring di kamarnya.

Setelah memikirkan kembali penyakit apa yg dideritanya, Aini pun sedikit curiga karena tamu bulanannya sedikit terlambat. Namun, dirinya tak ingin buru-buru mengeceknya dan berujung ketahuan.

Dirinya pun masih berpikir kalau ini adalah gejala masuk angin biasa. Dan Aini hanya perlu beristirahat.

Sehari pun berlalu, Aini sudah merasa baikan. Dirinya juga mulai ingin makan sesuatu, dan meminta pelayan untuk memasakkan keinginannya. Martha pun hanya tersenyum melihat Aini yg ingin makan sesuatu jika sedang sakit.

Keesokannya, Aini pun kembali bekerja. Dirinya pun hanya sedikit merasa pusing dan akan baik-baik saja kedepannya. Tak ada yg ia khawatirkan selain Arne yg merebut Boy kembali. Meski Boy hanya mencemaskan dirinya dan Arne sama sekali tak peduli.

Di kantornya, Aini pun baik-baik saja dan mengerjakan banyak pekerjaan yg menumpuk setelah absen satu hari. Ditengah banyaknya pekerjaan, Aini pun mau tak mau bersabar mengerjakannya. Lalu muncullah aroma yg membuatnya mual.

Aroma cake rasa coklat yg entah mengapa membuatnya sangat mual.

"Bau apa ini?? hmm." ucap Aini lalu pergi ke toilet karena mual.

"Aini kenapa ya?? apa dia sakit.?" gumam rekannya yg lain.

Boy yg mendengar Aini sakit pun langsung menghampirinya pada jam istirahat.

"Kau baik-baik saja?" tanya Boy.

"Ya.. aku hanya pusing dan tidak suka bau menyengat.. hidungku jadi sangat sensitif." ucap Aini.

"Harusnya kau ijin saja dan pergi ke dokter." ucap Boy.

"Tak apa Boy." balas Aini tersenyum.

Hari demi hari pun berlanjut, dan hidungnya semakin sensitif akan bau-bauan. Bahkan hingga Aini harus memakai masker kemana-mana. Dan Boy juga harus bersabar menemani Aini yg mulai lemah.

Hingga akhirnya Aini menyadari ada yg tak beres pada tamu bulanannya yg tak kunjung hadir. Dirinya pun sangat penasaran dan menghitung-hitung tanggal. Rasa takut pun mulai muncul tatkala kecurigaannya mulai kuat.

Aini pun membeli tespack dan mencobanya di rumah. Dirinya pun sangat tegang menunggu hasilnya. Ditambah lagi aktifnya hubungan se***ual dirinya dengan Boy semenjak bertunangan.

Hal yg ia khawatirkan pun terjadi, muncul garis dua di tespacknya. Dan Aini sangat takut jika sampai ketahuan orangtuanya dan membuat malu mereka. Ditengah ketakutannya, dirinya pun segera meminta Boy untuk bertemu dan bicara.

Di suatu tempat mereka pun bicara dan Boy terkejut dengan hasil yg ia terima dari Aini.

"Bagaimana bisa?? kau selalu minum pil itu kan?" tanya Boy.

"Aku tak pernah telat meminumnya.. tapi kita tak pernah tahu apa yg terjadi di dalam." ucap Aini.

"Yasudah, bersabarlah beberapa bulan lagi kita akan menikah.. jangan khawatirkan apapun." ucap Boy pasrah.

"Kau takkan meninggalkanku kan Boy?" tanya Aini sedih.

"Tidak, aku semakin tidak bisa meninggalkanmu jika begini." balas Boy.

Boy pun terkejut dengan hasilnya tapi dirinya juga bukan pria bre***k yg tega membuang darah dagingnya. Apalagi mereka akan menikah dalam waktu dekat, semua tinggal hanya menunggu waktu. Dan kelahiran anak mereka bisa dirahasiakan dan mereka pergi keluar negeri.

Aini pun diminta berhati-hati dan dilarang pergi kedokter karena akan ketahuan oleh keluarganya nanti. Aini pun menurutinya dan bersabar akan segala keluhannya. Hanya Boy yg boleh mengajaknya ke dokter kandungan, itupun secara diam-diam dan mungkin ke rumah sakit diluar kota.

Setelah mereka ada waktu mereka pun berpura-pura liburan ke luar kota pada orangtua mereka. Kemudian, mereka pun berkunjung ke salah satu klinik kecil disana untuk memeriksa kandungan Aini.

Dokter pun mengatakan kalau Aini memang mengandung dan kandungannya sedang rentan pada masa ini. Hingga Aini diminta untuk banyak beristirahat dan meminum vitamin yg diresepkan.

Dan Boy pun membuang botol vitamin tersebut dan menggantinya dengan botol vitamin biasa agar tak ketahuan. Situasinya pun akan aman jika begini, dan sesuai rencana keduanya takkan ada yg tahu tentang kehamilan ini.

.

.

Sementara Aini pun terus bekerja agar tak ada yg mencurigainya. Meski ada banyak hal yg harus ia tahan karena kehamilannya yg sangat sensitif. Orangtuanya pun sama sekali tak mencurigainya di rumah membuat Aini merasa tenang.

Tapi ketenangan itu tak langsung bertahan lama, karena ada saatnya dimana Aini harus berada di luar bersama teman-temannya. Dan pada kondisi ini tiba-tiba kepala Aini sangat pusing.

"Aini kau baik-baik saja?" tanya salah seorang temannya.

"Iya aku hanya sedikit pusing." jawab Aini dengan wajah pucat.

"Lebih baik kau pulang saja dengan taksi."

"Sepertinya begitu, maaf ya teman-teman." balas Aini

"Mau ku temani?" tanya salah seorang.

"Oh tidak perlu.. aku baik-baik saja.." balas Aini.

"Baiklah, kami carikan taksi untukmu saja."

Setelah mendapatkan taksi, Aini pun berpamitan dan pergi dengan taksi tersebut. Namun, di tengah jalan Aini pun jatuh pingsan. Sopir taksi yg panik pun segera berhenti dan mencoba membangunkannya.

Aini pun tak kunjung bangun membuatnya semakin panik. Lalu tanpa basa-basi sang sopir pun mengantarkannya ke rumah sakit tanpa meminta bayarannya karena takut dikira melakukan hal buruk pada penumpangnya.

Sang sopir pun menunggu di ruang tunggu, hingga dokter selesai memeriksanya. Dan sopir tersebut membawanya ke rumah sakit tempat Arne berada. Arne pula yg memeriksa kondisinya yg pingsan.

"Apa aku tak salah?" gumam Arne lalu memanggil seniornya.

Seniornya pun memeriksa dan menilai kalau Arne tak salah dalam pemeriksaan. Dan memang Aini tengah hamil. Lalu sebentar lagi keluarga Aini tiba setelah Arne mengabari kalau Aini diantarkan sopir taksi ke rumah sakit.

Arne pun melakukan pemeriksaan menyeluruh agar keluarganya percaya. Dan hanya tinggal menunggu hasilnya saja.

Richard dan Martha pun mendatangi rumah sakit dengan kondisi panik.

"Arne bagaimana kondisi Aini?" tanya Richard.

"Apa putriku kau tangani dengan baik?" tanya Martha.

"Silahkan duduk karena ada banyak hal yg ingin kubicarakan. " ucap Arne.

"Apa Aini sudah menikah dengan Boy secara siri?" tanya Arne.

"Arne jangan bicara yg aneh-aneh, pernikahan mereka hanya tinggal 2 bulan lagi." balas Richard.

"Kau tidak sedang iri kan?" ucap Martha.

"Aku sedang serius dan tak iri.. Kalian bisa lihat sendiri hasil tes darahnya." ucap Arne.

"Dan ini nomor telepon sopir taksi tadi, dia sudah terlalu lama menunggu kalian." ucap Arne.

Mereka pun membaca hasil pemeriksaannya, dan tidak percaya dengan penjelasan Arne.

"Jika sudah paham, aku meminta kalian untuk pergi ke dokter kandungan untuk lebih jelasnya." balas Arne.

"Arne kau tidak sedang bercanda kan?" tanya Richard.

"Papa.. apa rumah sakit pernah bercanda.?" balas Arne.

"Ini pasti salah tak mungkin putriku..." ucap Martha.

"Akan lebih baik jika kalian pergi ke dokter kandungan yg aku beri rujukannya." ucap Arne.

Martha pun bangkit dan menarik kerah baju Arne lalu menamparnya.

Plakkk..Plakkk..

"Hentikan..!" ucap Arne menahan tangan Martha.

"Apa-apaan ini?" tanya Anderson dan juga beberapa perawat yg mendekat.

"Lihat dokter gadungan ini..!! dia bilang putriku hamil.. dia pasti sudah memfitnahnya dan memalsukan surat ini untuk mempermalukan putriku." ucap Martha.

"Makanya kubilang kalian pergi ke dokter lain.. dan coba buktikan.." ucap Arne.

"Arne kau memang benar-benar.." ucap Richard ingin menampar Arne tapi tangannya ditahan oleh Anderson.

"Tuan Richard, sudah cukup.. kami bisa ambil tindakan tegas karena tindakan kalian sudah terekam di cctv." ucap Anderson.