Menjalani rumah tangga bahagia adalah mimpi semua pasangan suami istri. Lantas, bagaimana jika ibu mertua dan ipar ikut campur mengatur semuanya? Mampukah Camila dan Arman menghadapi semua tekanan? Atau justru memilih pergi dan membiarkan semua orang mengecam mereka anak dan menantu durhaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tie tik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pingsan
"Bu, istrinya Arman keguguran,"
Aminah terkesiap setelah mendengar kabar yang disampaikan anak keduanya itu. "Kamu ini jangan mengada-ada, Yud!" ujar Aminah sambil memegang dada. "Kapan kejadiannya?" Sajadah yang ada di tangan Aminah tiba-tiba saja jatuh ke lantai karena sang empu kehilangan tenaganya.
"Arman baru telfon, Bu. Tadi sekitar pukul dua dini hari mereka berangkat ke rumah sakit," jelas Yudi sambil menyentuh bahu Aminah.
"Antar ibu ke kamarnya Arman. Ibu ingin memastikan sendiri," pinta Aminah.
Yudi pun segera menuntun Aminah menuju lantai dua. Satu persatu anak tangga telah dilewati. Sebelum ke kamar Arman, keduanya melihat kamar mandi terlebih dahulu. Jantung Aminah semakin berdegup tak karuan melihat bekas darah yang ada di lantai dan di atas closet.
"Astaghfirullah," ucap Aminah dengan suara lirih. "Ayo kita ke kamarnya Arman."
Beberapa langkah kemudian, Aminah sampai di depan kamar Arman. Dia segera membuka pintu dan melihat keadaan di dalam sana. Lagi, Aminah menemukan daster yang mungkin dipakai Camila tadi malam. Ada beberapa titik darah yang belum sempat dibersihkan dari daster dan lantai kamar.
"Ayo, Yud, turun. Bapakmu harus tahu," ajak Aminah setelah cukup lama berada di kamar Arman.
Kepala Aminah mulai pusing karena memikirkan keadaan anak dan menantunya. Tubuhnya gemetar karena degup jantung semakin tak beraturan. Sesampainya di ruang keluarga, Aminah duduk di sofa sambil menunggu Pardi pulang dari masjid.
"Bu, aku sholat dulu ya," pamit Yudi setelah menemani Aminah cukup lama di sana.
Aminah hanya menganggukkan kepala sambil menyandarkan punggung di sofa. Helaan napas berat beberapa kali terdengar di sana. Aminah belum bisa menerima kejadian yang menimpa Camila.
"Bu, ada apa?" Pardi menatap heran ke arah Aminah setelah berada di ruang keluarga. Pria lanjut usia yang baru pulang dari masjid itu tidak tahu apapun yang terjadi.
"Mila masuk rumah sakit, Pak. Mila keguguran," jelas Aminah dengan suara yang bergetar. "Ya Allah, Pak. Belum ada satu minggu Ibu bahagia, sekarang kok malah begini," keluh Aminah sambil mengusap air matanya.
Pardi hanya bisa terdiam sambil mengusap punggung Aminah beberapa kali. Pria lanjut usia itu menatap nanar ke arah layar televisi. Pikirannya tertuju pada putra bungsunya.
"Ancen kabeh iki gara-gara Mama e Mila. Wes ngerti anake meteng enom kok ya gak di ati-ati. Mila iku ya ngunu. Angel kandanane! La nek wes ngene iki yoopo loh, Pak? Gak eman taa? Ya Allah Ya Robbi ...."
("Semua ini gara-gara mamanya Mila. Sudah tahu anaknya hamil muda kok ya gak hati-hati. Mila juga begitu. Sulit dikasih tahu! Kalau sudah begini bagaimana, Pak? Gak sayang kah dengan kandungannya? Ya Allah Ya Robbi ....")
"Bu, istighfar. Jangan begitu. Semua yang terjadi adalah kehendak Allah. Ibu tidak boleh menyalahkan Mila dan Arman. Apalagi sampai menyalahkan besan kita. Nyebut, Bu, Nyebut!"
Pardi tidak habis pikir dengan jalan pikiran istrinya. Tentu dia tidak setuju dengan pernyataan yang dilayangkan Aminah. Tutur kata halus untuk menenangkan Aminah pun mulai terdengar di sana. Hingga tanpa diduga Aminah tiba-tiba tak sadarkan diri di bahu Pardi.
"Yud! Tolong Yud! Ibumu pingsan!" teriak Pardi hingga membuat Yudi dan Sinta keluar dari kamar. Keadaan di dalam rumah itupun seketika berubah heboh.
****
Hari demi hari telah berganti. Pasca keluar dari rumah sakit, Camila dibawa pulang ke Surabaya agar kesehatannya kembali pulih. Dokter spesialis menyarankan agar Camila berada di lingkungan yang kondusif demi mengurangi tekanan yang bisa membuat setres. Alhasil, dengan berat hati Arman mengizinkan istrinya untuk tinggal sementara di Surabaya. Demi semua itu, Arman rela bolak-balik Mojokerto-Surabaya agar bisa menemani Camila.
Kondisi Aminah pun berangsur membaik meski seringkali masih memikirkan nasib putranya. Beberapa kali Aminah menjenguk Camila ke Surabaya untuk memastikan keadaan fisik menantunya itu. Sementara Sinta belum menunjukkan batang hidungnya di hadapan Camila.
"Kamu ini kenapa sih, Mas? Aku perhatikan sejak tadi kok ya senyum-senyum sendiri," tanya Camila tanpa mengalihkan pandangan dari Arman.
"Aku bahagia saja karena setelah ini kamu kembali ke Mojokerto. Kita bisa bertemu setiap hari seperti biasanya," jawab Arman tanpa menghentikan pekerjaannya. Putra bungsu Aminah itu sedang membantu Camila mengemas beberapa pakaian dan barang yang akan dibawa ke Mojokerto.
"Oh ya, Mas. Aku mau nyoba jadi Affiliate toko online nih. Ya, daripada gak ngapa-ngapain di rumah. Bagaimana menurutmu, Mas?" tanya Camila seraya menatap Arman. "Beberapa hari yang lalu aku udah tes pasar sih, ada lah beberapa orang yang beli dari link yang aku bagikan," lanjut Camila sambil melanjutkan melipat pakaian.
"Boleh. Selagi kamu bisa membagi waktu silahkan saja. Asal jangan terlalu lelah apalagi sampai kesehatanmu menurun karena kurang istirahat," jawab Arman tanpa berpikir panjang.
Camila bernapas lega setelah mendapat izin dari Arman. Akhirnya dia bisa menemukan kegiatan untuk mengisi waktu kosongnya nanti. Persetan dengan Sinta yang selalu mengganggu kegiatannya. Toh, sepertinya semenjak kejadian kala itu, Sinta tidak pernah menghubungi atau menjenguknya. Camila menyimpulkan jika Sinta sengaja memberi jarak di antara mereka.
"Sudah selesai?" tanya Arman setelah melihat Camila menutup koper.
"Sudah, Mas. Kita pamit ke papa dan mama dulu yuk," ajak Camila setelah berdiri dari tempat tidur.
Sepasang suami istri itu menapaki satu persatu anak tangga menuju lantai bawah. Mereka berjalan menuju bagian belakang rumah yang tak lain adalah tempat produksi segala macam kue yang dikelola Fatin selama ini. Tak lupa Camila menyapa beberapa pekerja yang ada di sana.
"Ma," sapa Camila setelah sampai di gudang bahan.
Fatin menghentikan pekerjaannya setelah tahu Camila datang bersama Arman. Tak lupa wanita paruh baya itu melepas apron sebelum menemui Camila. "Mau balik sekarang?" tanya Fatin.
"Iya, Ma. Kami mau berangkat. Papa di mana?" tanya Camila karena tidak menemukan keberadaan sang ayahmu.
"Ada di depan. Tadi ada orang mau pesan roti kering. Ayo kita ke sana," ajak Fatin.
Fatin tak mengalihkan pandangan dari Camila. Wanita paruh baya itu sebenarnya tidak rela jika Camila tinggal bersama Aminah. Namun, Fatin tidak bisa melakukan apapun karena Camila wajib patuh kepada suaminya. Pendidikan yang ditanamkan Fatin tentang bagaimana kewajiban seorang istri telah dipraktikkan Camila selama berumahtangga.
"Nak Arman. Titip Mila ya," ucap Fatin saat Arman bersalaman dengannya. "Jangan sungkan menegur Mila jika memang salah. Bimbing dia agar selalu menjadi istri yang berbakti. Mama hanya meminta satu hal dari Nak Arman. Jaga Mila dengan baik, ya. Lindungi Mila dari segala bahaya karena papa dan mama berada jauh dari kalian. Kami hanya bisa mendoakan yang terbaik."
Harapan yang begitu besar terlihat dari sorot mata Fatin. Hingga hal ini membuat perasaan Arman semakin tak karuan. Dia tahu apa sebenarnya maksud dari penuturan panjang ibu mertuanya itu.
"Iya, Ma. Saya pasti akan melindungi dan bertanggung jawab penuh kepada Mila. Mama jangan khawatir ya. Saya akan terus berusaha membahagiakan Mila. Kami pamit berangkat ke Mojokerto ya, Pa, Ma," ucap Arman dengan diiringi senyum tipis.
...🌹TBC🌹...
Di RL membahas masalah warisan saat ortu masih hidup bikin emosi,,sedih juga
Pasti bu Aminah sama saudari2nya ghibahin Arman Camila karena ngontrak
Atau si Sinta ikut pak Pardi selamanya,,kan habis ketipu
Meli harusnya ngikut Riza pindah alam,,jahat banget
Buat semua pasutri memang g boleh menampung wanita/pria yg usia sudah baligh takutnya ada kejadian gila kyk gini..
Banyak modus lagi,,mending Riza di antar keluar dari rumah Arman
Sekarang Camila bisa lega karena bebas dari orang toxic
G ada hukumnya anak bungsu harus tinggal sama ortu kecuali ortu.nya sudah benar2 renta..