NovelToon NovelToon
Adara'S Daily

Adara'S Daily

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Dosen / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Persahabatan / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Alunara Jingga

Tentang keseharian seorang gadis biasa dan teman-temannya. Tentang luka.
Tentang penantian panjang, asa dan rahasia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alunara Jingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kejutan!

"Hari ini sampai disini ya, teman-teman. Ah iya, minggu depan Bu Rina sudah mengajar kembali, nah bisa dibilang ini pertemuan terakhir kita," ucapku di depan para generasi penerus bangsa ini.

"Yaah, Bu... Kenapa ngga diterusin? Kami dengar Pak Sandy pengen Bu Eka lanjut ngajar kita." Dika, sang ketua tingkat mewakili teman-temannya untuk berbicara. Dapat ku lihat ekspresi para mahasiswa di depanku seolah nelangsa, aku tertawa.

"Kalian bisa ketemu saya di luar kampus. Lagipula saya belum memberikan jawaban pada pihak kampus. Banyak yang harus saya pertimbangkan kembali."

"Hasikk, kalo udah di luar kampus bisa main bareng dong, Bu? Saya kepoin IG Ibu, kok kayanya asik bisa main sepuasnya sama alam," celetuk seorang mahasiswa.

"Boleh, seperti biasa ya. Kita kalau dikampus, masih terikat peraturan, kalau sudah di luar lingkungan kampus, kalian bebas bertemu dan bermain dengan saya, asal tetap harus menjaga batasan dan kesopanan. Mau camping atau hiking? Ayo, saya temani, atau justru kalian yang menemani saya."

"Sudah ya, sampai ketemu lain waktu. Belajar baik-baik, jangan buang waktu kalian dengan hal tak berguna. Saya permisi, Assalamualaikum warahmatullah," tutupku dan meninggalkan ruang belajar.

Aku mengecek ponsel, ternyata ada satu pesan dari Reyhan.

Reyhan Alfian

Ra, minta tolong dong. Jurnalku ketinggalan di kontrakan kalian. Anterin kemari, bisa?

Aku mendesah kesal, bisa-bisanya ninggalin jurnal segede itu. Tadi sebelum berangkat, aku mampir di rumah kami setelah bermalam. Piga laporan kalau semalam Rey mampir bawa martabak pesananku. Aku bingung, pasalnya aku tak memesan apapun, dan lagi, kemarin sebelum ia kembali kami sempat bertemu, bahkan bertengkar kecil. Seketika sadar saat melihat Tika melintas. Dasar meong garong.

Adara

Lagu lama yaa, pake make namaku. Kalo mau ketemu doi ya bilang atuh. Jangan jual nama temen! Iye ntar dianter. Ini baru keluar kelas.

Reyhan Alfian

Yekan kamu yang suruh gercep, ege! Thanks sebelumnya. Aku masih dikelas ini, sejam lagi baru keluar😘

Aku memutuskan menunggu di masjid yang berada di depan gedung fakultasnya. Adzan zuhur berkumandang, suara ini, aku seperti pernah mendengarnya, namun entah dimana. Setelah berjamaah, aku keluar, bersiap menemui Rey di depan prodi biologi. Cukup lama aku menunggu, sampai akhirnya aku melihat sosok jangkung menyebalkan itu.

"Lamaaa benerrr, macem putri keraton. Nih!" Aku memberikan jurnal yang dimintanya.

"Ya maaf, baru kelar bimbingan. Ada yang nunggu di depan ruangan."

"Udah sholat?"

"Udah, tadi jamaah juga sama mahasiswa yang bimbingan."

"Makan?"

"Belom, laper? Yuk makan kita. Sampe lupa, tadi kesini sama siapa?"

"Berdua doang tadik."

"Sama siapa? Itu bukannya motor Piga? Itu motor dari pagi nongkrong disana, jadi kamu berdua sama siapa? Tika?"

"Maunyaaaa!! Berdua sama bayangan!"

"Hahaha, ngenes banget sampe bayangan aja diitung berdua."

"Jan lebar-lebar kalo ketawa!" Aku menepuk punggungnya keras. "Jaga wibawa depan mahasiswa, kalo dirumah ya mau gaya apa terserah."

"Ck, brisik!" ia menarik ransel yang tengah ku kenakan hingga membuatku hampir terjekang.

"Eh eh... Kaget, ayam! Astagfirullohaladziim."

"Hahaha... Sorry, sebenarnya pengen nampol, tapi berhubung sekarang udah berubah jadi rada anggun, walau masih bar-bar, ga tega buat nampolnya."

"Ya Allah, salahku apa?"

"Kamu lho, semalem ngomong apa aja sama Ibuk? Sampe aku diminta buat ngelamar?" tanyanya, aku tertawa.

"Ga ngomong apa-apa. Mungkin Ibuk denger pas sebelum kamu balik kemarin. Lagian udah dibilang sih, bilang langsung biar ga kena tikung! Bilang ke bapaknya, seriusin, jangan dimainin! Lambat bener."

"Kamu tuh bawaannya emosi mulu ih, mending sekarang kita pulang."

"Lha, udah selesai jam?" tanyaku, ia hanya mengangguk. "Terus ngapa gue disuruh kemari sih, juneddd?!" Saking gemasnya, aku sampai tak sadar menyikut perutnya hingga ia meringis."Kamu kan bisa ke kontrakan buat ngambil sendiri sekalian pulang! Astaga anak Ibuk."

"Biar kamu ada kerjaan. Yuk pulang."

"Yaudah ayo pulang, ga nunggu Piga sekalian?"

"Gausah, udah gede ini anaknya, badan doang yang kecil."

"Getok juga nih pake ngatain sepupu sendiri!"

Kami akhirnya pulang seperti inginnya.

Sepanjang jalan kami bertengkar, aku seperti merasa tak asing dengan suasana ini. Dulu aku dan Ojik melakukan hal yang sama. Namun bedanya, Ojik akan tenang jika sudah berada di tempat ramai. Setiba di rumah, pintu terbuka namun suasananya terasa sunyi, seperti ada yang tak beres.

"Surprise...!!!" Terdengar riuh suara bersahutan.

Aku melongo, ada apa ini? Tampak di depanku berderet beberapa mahasiswa yang wajahnya tak asing, diantara mereka ada Tika dan Piga.

"Ada apa ya? Kok bikin surprise begini? Daku terkejut," ujarku.

"Selamat ulang tahun, Bu Eka ...." Dika berteriak heboh.

"Loh, iya? Ini tanggal berapa sih? Kok saya ga ingat sama sekali." Iya, aku bahkan tak mengingat hari ulang tahunku sendiri. Yang ku ingat, ini adalah hari terakhir kontrakku. Aku terharu, ternyata ada yang mengingat hari ini.

"Ibu terlalu banyak mikir sih sampe lupa tanggal lahir sendiri." Kiara menyahut.

"Yuk kirim Al fatihah buat mamanya Bu Eka, yang udah melahirkan wanita cerdas dan baik hati ini. Beliau pasti bahagia dimanapun berada. Alfaatihah ...." Sandika memang cocok menjadi pemimpin. Mataku berkaca, sungguh, begitu banyak nikmat Allah yang ku terima sampai hari ini, hingga aku mampu sampai di titik ini.

"Aamiin ... Terima kasih anak-anak baik. Ibu selalu berdoa agar kalian selalu berada dalam lindungan Allah. Kalian akan jadi anak-anak yang sukses. Aamiin ...."

"Karena udah di luar kampus, santai nih, Bu?" tanya Aisyah, aku ingat nama mereka, karena tiga bulan bukan waktu sebentar. Aku mengangguk menjawab pertanyaannya.

"Oke, jadi gimana, Teh? Lanjut ga ngajarnya?" Kendra bertanya, cepat sekali mereka beradaptasi, satu menit yang lalu masih menggunakan sapaan formal.

"Saya belum tahu, sejujurnya saya nyaman disini, tapi saya juga kepikiran orang-orang yang meminta saya pulang," jujurku pada mereka.

"Yaaaah, jangan pulang dulu dong, Teh. Rena kan belum ngenalin Teteh sama Aa. Mumpung hari ini Aa ada disini." Dia Rena, gadis enerjik yang punya energi berlebih ini bahasannya tak jauh dari tema perjodohan antara aku dan kakak sepupunya.

"Yee Rena mah, jangan maksa atuh, kali aja Teteh udah ada calon sendiri," sela Kendra.

"Sudah, sudah. Jadi ini ide siapa?"

"Semua, Teh. Rencana sih cuma acara perpisahan kecil-kecilan, tapi ternyata kata Teh Tika sama Teh Piga hari ini ulang tahun Teteh, jadi sekalian aja digabung." Ais menjawab.

Aku melirik dua gadis baikku, mereka tersenyum sembari memberi simbol hati. Sedang Rey hanya cengengesan si pojok ruang tamu. Pantas hari ini skala menyebalkannya tinggi, ternyata sudah terencana.

Kami melanjutkan acara kejutan ini dengan makan siang bersama yang lagi-lagi telah mereka persiapkan. Usai itu kami berdiskusi dengan tema bebas, kebanyakan mereka bertanya tentang beasiswa yang ku dapatkan ketika melanjutkan studi magister-ku. Tentu ku jawab dengan senang hati, ku tambahkan dengan tips dan trik bertahan di negara asing. Mereka tampak antusias dan mengutarakan keinginan untuk melanjutkan pendidikan mereka, aku mengamini, anak-anak baik, semoga langkah mereka dimudahkan.

Usai sholat ashar, satu persatu pamit dengan alasan beragam, menyisakan Rena yang menunggu jemputan dari sepupunya. Mereka membubarkan diri setelah sepakat untuk camping hari sabtu minggu yang masih tiga hari lagi. Aku setuju saja, mengingat mereka semua sudah dewasa, jadi tak memerlukan tenaga ekstra untuk mengawasinya.

"Teh, aku sama A Rey ambil motor ke kampus dulu. Bentar ya," pamit Piga padaku.

"Iya, hati-hati," pesanku. "Rey, kamu juga hati-hati, jangan kumat di tengah jalan!" teriakku. Reyhan hanya mengerling malas, aku tertawa.

"Pak Reyhan dekat ya sama Teteh," ucap Rena, aku tak tahu, itu kalimat pertanyaan atau pernyataan.

"Iya, Ren. Teman dekat saya sedari zaman SD."

"Ga kepikiran buat dijadiin imam gitu, Teh?"

"Hah? Reyhan? Nggak ah, pusing yang ada kalo satu rumah, berantem terus, bakal rusuh. Lagian dia udah ada pawangnya. Tuh." Lirikku ke arah Tika.

"Ahh, berarti aman ya, Teh kalo sama Aa nya Rena."

"Lah, aman ga aman sih, Ren." Aku tertawa. "Kan belum tentu Aa kamu mau."

"Rena sedih, tahu, Teh. Aa sekarang jadi beda. Jadi pendiam, ngga seru banget. Kata Bundanya, si Aa lagi patah hati."

"Duh, kalo orang patah hati mah anti di sodorin yang baru, Ren. Saya juga sebenarnya ga pengen mikirin itu dulu. Masih sibuk nata hati yang sempat kena badai."

"Berantakan banget dong, Teh kalo kena badai mah."

"Begitulah, Ren."

"Gimana ngga berantakan, udah mah pas lagi pedekate di kejar ga pake rem, sampe diajakin nikah, eh pas udah dapet malah pergi lakinya. Ih kalo sampe ketemu orangnya, pengen tak geplak!!" sahut Tika yang sedari tadi mondar mandir.

"Kamu ngapain dari tadi mondar mandir bolak balik macem setrika?"

"Lagi nunggu temen, lama banget."

"Mau keluar?"

"Ho'oh, minta ditemenin ke gramed. Ga tau sih jadi ato nggak."

"Kamu atau dia yang minta ditemenin?"

"Aku, Teh. Nyari buku buat referensi."

"Minta dianter Reyhan sih, daripada disini jadi seonggok daging tak berguna."

"Ya Allah, udah mah seonggok, ga berguna lagi. Hahaha ... Ternyata Teteh bisa ngelawak juga." Rena tertawa.

"Ogah ih, ntar malah disangka jalan sama om-om aku tuh." Tolak Tika. "Si Teteh mah random tau, kadang kalo lagi dateng absurd nya, ga keliatan kalo doi dosen," sambungnya.

"Rey ga setua itu, Tikaaa. Coba rubah point of view-nya, jangan liat dia sebagai Pak Reyhan Alfian, tapi sebagai cowok biasa," saranku. "Saya random sedari dini."

"Tetap aja Pak Rey itu tua," bantahnya.

"Tapi ya, Teh Tika, yang dewasa itu lebih mengayomi," sergah Rena.

"Ini lho cuma dianter ke toko buku, bukan lagi ajang pemilihan suami," sahutku. "Tapi kalo mau berlanjut juga, boleh banget. Walaupun dia nyebelin sebagai teman, saya yakin, dia bisa membimbing pendampingnya kelak."

"Si Teteh bisaan ya, buat Teteh aja!" Tika melengos, namun dapat ku lihat telinganya memerah tanda malu.

"Ga doyan sama temen saya tuh," sahutku.

"Heleh, ga doyan temen, yang kemarin apa bukan temen?" balasnya.

"Udah tutup buku dari lama. Bentar ya, saya angkat telpon dulu. Tik, temani Rena dulu ya?" Aku menjawab telpon dari Mas Azis, tentu ia menelpon dengan ucapan selamat ulang tahun, dan dengan harapan aku segera pulang disertai ceramah panjang ala Azis Hendrawan. Ku iyakan saja, biar lebih cepat.

Setelah selesai, aku keluar menemui dua gadis yang tadi kutinggal, dari ruang tamu dapat ku dengar suara lelaki, mungkin jemputan Rena sudah datang pikirku. Aku kembali masuk ke dapur, mengambil air mineral botol untuk tamu di depan.

"Maaf ya, saya tinggal lama, ayo Aa nya Rena, diminum dulu," sapaku pada laki-laki yang tengah menatap kumpulan krisan yang ku tanam di samping gazebo, ia berbalik.

Dan. "Terima kasih, Teh, Eh?!"

"Lho, kok?!"

Kami sama-sama terkejut, ini yang benar-benar di sebut kejutan di hari ulang tahun!

...___...

1
Anjan
gitu dong, ngaku!
Anjan
Slice of life nya dapat banget, humornya juga dapet. Semangat, Kakak author!
Anjan
enteng kali si jule
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!