Apa pun itu, perihal patah hati selalu menjadi bagian kehidupan yang paling rumit untuk diselesaikan.
Tentang kehilangan yang sulit menemukan pengganti, tentang perasaan yang masih tertinggal pada tubuh seseorang yang sudah lama beranjak, tentang berusaha mengumpulkan rasa percaya yang sudah hancur berkeping-keping, tentang bertahan dari rindu-rindu yang menyerang setiap malam, serta tentang berjuang menemukan keikhlasan yang paling dalam.
Kamu akan tetap kebasahan bila kamu tak menghindar dari derasnya hujan dan mencari tempat berteduh. Kamu akan tetap kedinginan bila kamu tak berpindah dari bawah langit malam dan menghangatkan diri di dekat perapian. Demikian pun luka, kamu akan tetap merasa kesakitan bila kamu tak pernah meneteskan obat dan membalutnya perlahan.
Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu penawar, tapi raciklah penawarmu sendiri, Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu kebahagiaan, tapi jemputlah kebahagiaanmu sendiri.
Kamu tak boleh terpuruk selamanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7
"Itu tuh, hasil didikan kamu! Ngajarin anak untuk benci sama ayahnya sendiri, bahkan Luna sekarang tidak menghargai aku sedikitpun, dasar perempuan bodoh!" Umpat Bimo yang tak terima dengan sikap putrinya yang sudah mengacuhkan dirinya.
"Sebelum kamu marah marah, sebaiknya kamu mikir dulu deh. Harusnya kamu sadar kenapa Luna tidak perduli dengan kedatangan kamu di rumah ini. Emang kamu pernah perduli sama anakmu? Jangankan kasih perhatian dan cinta, kamu nanyain kabarnya saja gak pernah, padahal kaku tau berapa nomor ponsel anakmu." Sahut Laras panjang lebar dengan sikap santainya. Sedangkan Bimo diam dengan wajah mengeras, masih tidak terima dengan kesalahan yang ditunjukkan oleh Laras.
"Sudahlah, aku malas berdebat sama kamu. Gak ada gunanya juga percuma. Laki laki gak punya nurani kayak kamu gak bakalan paham arti tanggung jawab dan kasih sayang." Sambung Laras lalu pergi masuk ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya yang terasa letih.
"Dasar perempuan kurang ajar, bukannya minta maaf malah nyerocos gak karuan!" Umpat Bimo yang memilih duduk di kursi ruang tamu. Pikirannya kembali teringat dengan pertengkarannya sama Munaroh istri sirinya yang mencak mencak karena uang belanja yang di kasih Bimo selalu kurang.
Dengan meremas kepalanya, Bimo mengerang frustasi. Dia berpikir dengan pulang kampung ke istri pertamanya akan di sambut dengan baik, tapi nyatanya justru diabaikan dan tak dianggap sama sekali.
Pukul dua siang, Laras terbangun dari tidurnya. Tadi saat merebahkan tubuhnya tak sengaja matanya langsung terpejam. Laras langsung teringat dengan Luna yang belum makan setelah pulang dari sekolah. Dengan tergesa, Laras langsung menuju kamar anak gadisnya yang ternyata tengah asik menonton televisi dan beberapa cemilan sudah berada di atas kasurnya.
"Luna, sudah makan, nak? Maaf, ibu tadi ketiduran, ibu ambilkan makan ya?" Laras menatap sendu pads putrinya yang begitu dia kasihi sepenuh hatinya itu dengan perasaan bersalah.
"Tadi Luna sudah makan kok, Bu. Luna ambil sendiri sama ayam bakar dan sambal goreng kentang. Tuh piring nya masih di situ." Sahut Luna yang menunjukkan piring bekas makannya yang masih tergeletak di atas meja dekat televisi.
"Oh, yasudah, Alhamdulillah kalau begitu. Nanti jangan lupa ngaji ya, jam tiga harus sudah mandi." Sambung Laras yang merasa lega, lalu mengambil piring kotor untuk dibawa ke dapur. Laras sedikitpun tak perduli dengan keberadaan Bimo yang terus saja melihat ke arahnya dengan tatapan tak biasa.
Laras mulai membersihkan dapur dan menghangatkan sisa masakan yang ada. Dan tiba tiba Bimo datang lalu memeluk tubuhnya dari belakang. Laras yang kaget dan merasa jijik langsung berjingkat dan memekik kesal.
"Apa yang kamu lakukan, Bimo!" Geram Laras yang berusaha melepaskan pelukan Bimo yang membuatnya jijik dan bergidik ngeri. Meskipun Bimo masih sah suaminya, namun bayangan bagaimana Bimo menyentuh pelacurnya membuat laras mual dan enggan untuk bersentuhan dengan Bimo.
"Aku masih suami kamu, Laras. Aku berhak meminta jatahku sama kamu. Layani aku karena aku ingin tidur sama kamu kali ini. Kamu gak usah khawatir, setelah melayaniku aku akan kasih kamu uang!" Ucapan Bimo dengan seringai menjijikkan. Laras semakin muak dan geram dengan tingkah laku suaminya yang jelas jelas merendahkan harga dirinya.
"Tutup mulutmu yang busuk itu, Bimo. Kamu anggap aku ini apa, hah? Apa kamu pikir aku pelacurmu, yang seenaknya kamu perlakukan serendah ini, jangan kurang ajar kamu. Aku muak sama kamu, ceraikan aku, gak sudi aku jadi istrimu, paham kamu!" Bentak Laras yang sudah tak bisa mengendalikan dirinya. Suaranya yang lantang membuat Luna khawatir dan berlari mencari ibunya.
"Ada apa, Bu. Ibu kenapa?" Luna yang sudah berdiri diambang pintu menatap tajam ke arah Bimo yang berdiri dengan santainya.
"Ayah jahat lagi, ayah apain ibuku?" Sambung Luna dengan wajah merah padam menatap ayahnya.
"Ayah gak melakukan apa apa, ibumu saja yang teriak teriak gak jelas, kayak orang gila." Sahut Bimo dengan entengnya, lalu pergi begitu saja.
"Ibu gak papa?" Luna mendekati ibunya dan memeluk wanita yang melahirkannya dengan erat, gadis kecil itu paham bagaimana tersiksa ibunya atas sikap semena mena ayahnya selama ini.
"Ibu gak papa, terimakasih sudah datang untuk ibu, maafkan ibi ya nak." Balas Laras yang juga memeluk Luna erat.
"Nanti ibu tidur di kamar Luna saja, ibu gak usah takut lagi sama ayah. Luna akan jaga ibu, ibu sama Luna saja terus, biar ayah gak berani gangguin ibu lagi." Sambung Luna penuh perhatian.
"Iya sayang, terimakasih ya, ibu sayang Luna." Balas Laras dengan hati menghangat, Luna selalu bisa membuatnya tenang dan nyaman.
diihh .. khayalan nya terlalu tinggi pake segala ingin ibu nya tinggal disitu .. hadeuuhh .. dasar ga tau malu .. semoga aja Laras bisa melindungi diri nya dan Luna ..