Nanda Afrilya adalah seorang gadis yang berusia 21 tahun yang dibesarkan di sebuah panti asuhan. Ia terpaksa menikah dengan seorang pria yang tak dikenalnya sebagai bayaran pada orang kaya yang telah memberikan hunian baru pada warga panti karena panti asuhan tempatnya dibesarkan telah digusur.
Ia pikir dengan menikah, ia akan meraih kebahagiaan, namun yang terjadi justru sebaliknya. Hidupnya yang sejak kecil sudah rumit, malah makin rumit sebab ternyata ia merupakan istri kedua dari laki-laki yang telah menikahinya tersebut.
Lalu bagaimanakah ia menjalani kehidupan rumah tangganya sedangkan ia hanyalah seorang istri yang tak diinginkan?
Mampukah ia bertahan?
Atau ia memilih melepaskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.23 Refleks
"Nda, mama ke toilet sebentar ya!" pamit Lavina. Nanda mengangguk saat Lavina meninggalkannya.
Lalu Lavina pun berlalu menuju toilet tapi bukan untuk buang air, melainkan menelpon seseorang. Setelah memastikan orang tersebut akan datang, Lavina tersenyum puas. Namun baru saja, Lavina keluar dari toilet pemandangan seru ada di depan mata membuat Lavina menyeringai.
"Gimana ya reaksi Gathan kalau liat yang kayak gini? Ih, jadi penasaran kan!" gumam Lavina dengan tersenyum penuh arti.
Lavina mengatur ekspresinya kembali dan berjalan menuju Nanda yang tampak asyik mengobrol dengan Alfi. Ya, saat menelepon tadi, entah dari mana, tiba-tiba Alfi muncul dan mengobrol berdua dengan Nanda.
"Alfi ... " seru Lavina pura-pura terkejut melihat kehadiran Alfi yang sedang asyik mengobrol dengan Nanda.
"Eh, Tante Lavina, apa kabar tan?" tanya Alfi seraya mencium punggung tangan Lavina.
"Hmmm ... Alhamdulillah, baik. Kamu gimana? Terus keadaan Cafe gimana?"
"Alhamdulillah, Alfi juga sehat. Cafe aman kok, Tan. Tante nggak usah khawatir. Di tangan Alfi, semua aman." kekehnya seraya tersenyum lebar.
"Kota duduk di cafe sana aja yuk! Biar lebih enak ngobrolnya."
"Oke Tan!;Yuk, Nda! Sini barang-barangmu, aku bawain!"
"Eh, nggak usah kak, entar ngerepotin." tolak Nanda halus.
"Ck ... nggak. Sini, ayo!" Nanda pun terpaksa menyerahkan belanjaannya eh lebih tepatnya belanjaan Lavina untuknya kepada Alfi.
"Kalian kayaknya Deket banget deh!" goda Lavina sambil menaik turunkan alisnya.
"Iya dong, Tan. Malah ya, seharusnya Alfi tuh yang menempati posisi Gathan. Tapi sayang ... "
"Tapi sayang, kamu kalah gercep sama Tante, iya khaan!" potong Lavina cepat membuat Alfi menyengir lebar sambil menganggukkan kepalanya.
Lavina terkekeh melihat kejujuran Alfi. Ia tak menyangka, Alfi pun menyukai Nanda. 'Untung aku gercep, kalau lambat sedikit aja, mungkin sekarang bukan Gathan yang berada di sisi Nanda, tapi Alfi. Entar makin sok tuh perempuan nyebelin itu. Baru istri siri aja soknya udah na'udzubillah.' gumam Lavina dalam hatinya.
Lavina mengangkat ponselnya berpura-pura melihat pesan .."Astaga, Nda, mama lupa, siang ini mama ada janji sama temen mama di luar. Kamu kalau masih mau jalan-jalan, lanjutin aja, Nda. Alfi mau kan temenin Nanda?" tanya Lavina sumringah.
"Dengan senang hati, Tan." sahut Alfi dengan wajah tak kalah sumringah.
"Nanda pulang aja deh, ma. Kan nggak enak ngerepotin kak Alfi. Kayaknya dia sibuk deh." tolak Nanda halus.
"Sibuk? Nggak kok. Kamu juga nggak ngerepotin kok, Nda. Justru aku seneng punya kesempatan buat jalan sama kamu."
"Iya seneng, tapi tetap harus jaga jarak lho Fi, ingat Nanda itu udah punya suami." ucap Lavina tegas.
Alfi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"I-iya, Tan." ucapnya sambil menghela nafas miris. 'Coba aja dulu gue gercep, pasti semua takkan jadi seperti ini. Pasti gue yang bakal jadi pendamping Nanda.'
"Ya udah, mama pergi dulu, ya Nda. Fi, jagain Nanda, oke!" ucap Lavina sebelum benar-benar pergi dari hadapan Nanda dan Alfi.
"Nda, ada yang pingin kamu mampirin nggak? Atau mau nonton? Pasti kamu belum pernah kan nonton di bioskop kan?" tawar Alfi .
Nanda tampak berpikir. Memang selama ini ia belum pernah nonton di bioskop dan dia pun sangat penasaran sebab teman-teman di tempatnya bekerja dulu sering bercerita kalau mereka nonton bareng. Ada juga yang cerita kencan sambil nonton. Dulu memang teman-teman sesama rekan kerja di cafe Starla sering mengajaknya nonton bersama, tapi karena ia harus berhemat, ia pun menolak ajakan itu. Baginya kepentingan panti lebih utama dibanding kesenangan pribadinya.
"Hmm ... bo-boleh kak." ucap Nanda ragu.
Alfi kegirangan bukan main. Ia tersenyum bahagia akhirnya bisa jalan berdua dengan Nanda pikirnya. Terserah dengan status istri orang, ia yakin pasti Gathan belum mencintai Nanda jadi apa salahnya ia mencoba mendekati Nanda. Jadi kalau Gathan tiba-tiba melepaskan Nanda, Nanda akan berlari kepadanya sebab ia sudah terlanjur nyaman pada dirinya. Alfi menyeringai dalam hati. Ia pun segera berdiri hendak mengajak Nanda menuju ke bioskop yang ada di lantai 5 mall itu.
"Yuk, Nda ... "
"Nanda ... " seru seseorang. Suaranya yang khas, berat tapi tegas, membuat Nanda tersentak lantas segera menoleh ke arah suara. Begitu pula Alfi, langsung menoleh ke arah orang yang memanggil Nanda. Seketika Alfi mengerutkan keningnya.
'Sial! Kok bang Gathan ada di sini sih?' rutuk Alfi dalam hati.
"Mas Gathan ... " ucap Nanda dengan mata kelopak mata mengerjap hingga berkali-kali. Meyakinkan diri kalau yang dilihatnya ini benar-benar suaminya, bukan perasaannya saja.
"Hmm ... mau kemana?" tanya Gathan.
"Eh, bang, sombong amat! Gue berdiri segede ini dilewatin aja. Udah kayak makhluk tak kasat mata." omel Alfi kesal sebab Gathan melewatinya saja tanpa menyapa sama sekali.
Alis Gathan terangkat, memperhatikan orang yang ada di dekat Nanda.
"Alfi ... "
"Iya." ketus Alfi kesal.
"Kamu mau kemana?" tanya Gathan pada Nanda, tidak mempedulikan keberadaan Alfi.
"Ini mas, ee ... kak Alfi mau ngajakin nonton. Boleh ya? Soalnya Nanda ... Nanda belum pernah nonton di bioskop." ujar Nanda dengan wajah menunduk malu.
"Belum pernah? Kalian mau nonton berdua?" tanya Gathan memastikan.
"I-iya." jawab Nanda terbata.
"Nggak papa kan, bang. Abang kan sibuk, jadi Alfi dengan senang hati ngajakin Nanda jalan dan nonton."
Gathan melirik sinis Alfi yang sedang tersenyum sumringah.
"Mama kemana?"
"Udah pergi, mas. Katanya ada urusan."
"Jadi dari tadi kamu ditemenin sama dia?"
"Hmm ... " Nanda bergumam sambil menganggukkan kepalanya.
"Ya udah, kita nonton." ajak Gathan seraya menarik telapak tangan Nanda dan menggenggamnya erat.
"Eh ... " Nanda terkejut karena Gathan yang tiba-tiba saja menggenggam telapak tangannya.
"Kenapa? Kamu lebih suka digandeng dia?" tanya Gathan dengan mata memicing.
"Bu-bukan, mas. Nanda cuma terkejut aja." sahut Nanda seraya tersenyum canggung. "Mas serius mau ikut nonton? Bukannya mas biasanya sibuk?"
"Kamu kenapa tanya kayak gitu? Nggak suka aku ganggu kencan kalian?" tuding Gathan telat di depan wajah Nanda. Nanda bahkan harus menelan ludahnya sendiri sakin gugupnya.
"Kencan? Siapa?" tanya Nanda bingung.
Lalu Gathan mendekatkan wajahnya ke telinga Nanda, membuat Alfi yang melihat langsung melengoskan wajahnya.
"Kamu sama Alfi. Kalian mau kencan, hm? Udah lupa punya suami?" bisik Gathan di telinga Nanda.
"Nggak, mas. Sumpah. Kami nggak sengaja ketemu di sini. Kalau mas nggak percaya, tanya aja mama. Malah mama yang minta kak Alfi jagain Nanda."
"Kak?"
"Iya, dia kan manajer di cafe Starla tempat Nanda bekerja. Jadi kami agak akrab terus kalau di luar jam kerja, Nanda manggil dia kakak." ucap Nanda jujur.
Gathan menganggukkan kepalanya.
"Ayo, kita nonton!" ajak Gathan langsung menarik tangan Nanda.
"Mas, barang-barang itu?" tunjuk Nanda pada belanjaannya yabg dibelikan Lavina.
"Fi, kamu bawain barang-barang itu!" perintah Gathan seenaknya.
Alfi membulatkan matanya.
"Hei, emangnya aku pelayanmu seenaknya main perintah!" desis Alfi kesal. Tapi tetap saja paper bag belanjaan itu dibawakannya. "Ingat ya, aku mau bawain ini bukan karena kamu anak Tante Lavina, tapi karena ini barang Nanda." ucapnya serius.
Gathan memicingkan matanya dengan tangan mengepal. Dari kalimat yang dilontarkan Alfi, ia bisa tau kalau ia memiliki perasaan pada Nanda. Gathan lantas melepaskan genggaman tangannya lalu dilingkarkannya ke pinggang Nanda. Dirapatkannya rangkulan itu membuat tubuh mereka jadi tak berjarak. Alfi yang berjalan di belakangnya dengan cepat menyusul dan berjalan di depan. Ia enggan melihat adegan yang bisa menguras emosinya.
'Sial! Kenapa dia harus datang sih! Mengganggu saja. Huh, nasib-nasib.'
Bila Gathan tampak santai saja merangkul Nanda, sebaliknya Nanda justru sampai berdebar bukan main. Ini untuk pertama kalinya ia begitu dekat dengan lawan jenis.. Walaupun itu suaminya sendiri, tetap saja hal tersebut membuatnya sampai panas dingin.
"Mas ... " cicit Nanda.
"Hmm ... " Gathan menoleh ke arah Nanda dengan agak menunduk.
Nanda pun memberanikan diri menoleh ke arah Gathan dengan wajah sedikit mendongak hingga tanpa sengaja bibir Gathan bertemu dengan hidung Nanda membuat jantung keduanya berdetak hebat. Nanda yang terkejut hendak memalingkan wajahnya tapi Gathan justru menahannya hingga sebuah kecupan kecil kembali mendarat di hidung Nanda. Mata Nanda seketika membola. Pipinya bersemu merah. Bukan hanya Nanda, wajah Gathan pun ikut memerah. Ia tak mengerti, mengapa ia bisa refleks mengecup hidung Nanda.
'Astaga, apa yang terjadi sama gue! Kok bisa-bisanya gue cium dia. Di tempat umum lagi.'
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...