Spin off DELMAR
Gadis baik-baik, bertemu dengan badboy sekolah. Sepuluh kali putus, sepuluh kali juga balikan. Seperti itulah hubungan cinta antara Naomi dan Aiden. Perbedaan diantara mereka sangar besar, akankah cinta mampu mempersatukan mereka?
"Naomi hanya milik Aiden. Tidak ada yang boleh miliki Naomi selain Aiden. Janji," Aiden mengangkat kelingkingnya.
"Janji." Tanpa fikir panjang, Naomi menautkan kelingkingnya pada kelingking Aiden.
Janji gila itu, membuat Naomi selalu gagal move on.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DIIKUTI TERUS
Mama Zalfa menghela nafas panjang melihat putrinya turun dari tangga dengan mata bengkak. Bukan hanya hari ini, jika dihitung, sudah 3 hari ini terus seperti itu. Gadis yang sudah memakai pakaian olahraga itu, menghampiri sang mama lalu mencium tangannya.
"Nom olahraga dulu, Mah." Dia ingin segera pergi, tapi Mama Zalfa menahan lengannya.
"Kamu itu kenapa? Ada masalah apa?" Sebagai seorang ibu, jelas di mengkhawatirkan keadaan Naomi.
Naomi menggeleng, "Gak ada apa-apa, Mah."
Mama Zalfa menarik lengan Naomi menuju ruang keluarga, mengajaknya duduk di sofa panjang yang ada disana. Jawaban tidak apa-apa, jelas bukan sesuatu yang ingin dia dengar, karena dia yakin, anaknya itu sedang ada apa-apa alias punya masalah.
"Nom.. " Dengan tatapan teduhnya, Mama Zalfa tersenyum sambil mengusap kepala putrinya.
Tangis Naomi seketika pecah. Dia memeluk mamanya. Memeluk wanita yang selama setahun ini, berkali-kali dia bohongi.
"Ada apa, Nak?" Isak pilu putrinya, membuat hati Mama Zalfa nyeri.
"Maafin, Nom, Mah," Naomi menangis di balik punggung mamanya. "Nom banyak salah sama, Mama."
Mama Zalfa melepas pelukan Naomi, mengusap air mata yang membasahi kedua pipi si gadis.
"Nom sering bohong sama, Mama." Naomi menggenggam kedua tangan mamanya, lalu mencium beberapa kali. "Maafin, Nom."
Mama Zalfa ikut meneteskan air mata. "Kamu pacaran, Nom?" Sebenarnya dia sudah curiga sejak dulu. Sebagai seorang ibu, sedikit saja ada perubahan pada perilaku putrinya, jelas dia tahu. Berkali-kali dia bertanya soal ini, tapi selalu dijawab tidak oleh Naomi, tapi hari ini, anak gadisnya itu mengangguk.
"Maafin, Nom, Mah," Naomi terus menangis. "Tapi sekarang, Nom sudah putus."
Mama Zalfa memeluk Naomi, mengusap punggung sang putri. "Bagus kalau kamu akhirnya sadar, Nak. Gak ada pacaran dalam islam. Pacaran itu hanya mudharat, tak ada faedahnya."
Naomi mengangguk faham.
"Nanti habis dzuhur, Mama ada pengajian, kamu ikut ya. Perbanyak melakukan hal-hal positif, jangan malah nangis. Harusnya kamu bersyukur, karena Allah masih sayang sama kamu, masih mau menyadarkan kamu."
Naomi melepaskan pelukan mamanya lalu mengangguk sambil menyeka air mata. "Mama gak marah sama, Nom?"
Mama Zalfa menggeleng. "Tugas orang tua adalah membimbing anak-anaknya. Jika mereka melenceng dari garis, sudah sepatutnya orang tua mengarahkan untuk kembali ke jalan yang benar. Nom sudah tahu apa kesalahan Nom, jadi gak ada lagi alasan buat mama marah sama kamu. Tapi... Dia menangkup kedua pipi Naomi. "Jangan pernah diulangi lagi."
Lagi-lagi, Naomi menjawab dengan anggukan kepala.
"Nom, jogging dulu ya, Mah." Seperti kata mamanya, dia ingin melakukan hal-hal positif untuk bisa mengalihkan fikirannya dari Aiden.
Naomi mengendarai sepeda lipat menuju taman yak tak jauh dari komplek perumahannya. Disana selain ada jogging track, jalan di sekitar juga ditutup jika minggu pagi seperti ini. Jadi area car free day yang sangat nyaman untuk berolahraga.
Setelah memarkirkan sepeda, Naomi memasang earphone dan memutar music dari ponselnya. Masuk ke area taman, melakukan sedikit pemanasan lalu mulai berlari.
Naomi mengulang lagi setelah selesai satu putaran. Namun sesuatu mengusik indra penciumannya, parfum. Dia mencium aroma parfum yang mirip sekali dengan parfum Aiden. Sepertinya benar apa yang dikatakan Cella, mata dan otaknya hanya penuh dengan Aiden, sampai di tempat umum seperti ini pun, dia seperti mencium parfum Aiden.
Dia menggeleng sambil membuang nafas panjang, berusaha mengenyahkan Aiden dari kepalanya. Mungkin indra penciumannya yang salah mengenali bau, atau kalau tidak, pasti orang lain yang memakai parfum seperti milik Aiden. Dia terus fokus berlari.
Melihat tali sepatunya lepas, Naomi berhenti sejenak. Dia mengatur nafas sebelum membenarkan tali tersebut. Namun baru saja, menunduk, seseorang sudah lebih dulu berjongkok di depannya dan mengikat tali sepatunya. Meski wajahnya tak terlihat, tapi Naomi tahu betul siapa yang melakukan itu.
Sedang tak ingin ribut, Naomi memilih diam, membiarkan Aiden mengikat sepatunya sampai selesai lalu lanjut lari. Menaikkan volume mp3 nya, agar tak bisa mendengar apa yang diucapkan Aiden. Dia sungguh tak ingin berurusan apapun lagi dengan cowok itu. Keputusannya sudah bulat, dia ingin move on.
Naomi menambah kecepatan lari meski sebenarnya, tubuhnya sudah sangat lelah. Hal. itu dia lakukan agar Aiden berhenti berlari mensejajarinya. Tapi seberapa kencang pun dia berlari, Aiden tetap bisa mensejajari, sampai dia benar-benae lelah dan akhirnya.
Dug
Naomi tersandung kakinya sendiri karena memaksakan diri terus lari disaat sudah sangat kepayahan. Lututnya membentur paving jogging track, sedang kedua telapak tangannya bertumpu pada paving untuk menahan tubuh agar tidak sampai jatuh.
"Kamu gak papa, Yang," Aiden membungkuk, hendak membantu Naomi berdiri.
"Lepas!" pekik Naomi sambil mendorong Aiden agar jauh-jauh darinya. Kedua matanya menatap nyalang cowok itu. Meski nafasnya ngos-ngosan, serta lutut dan telapak tangannya sakit, dia mencoba untuk bangun. Berjalan menuju sebuah pohon lalu duduk selonjoran di bawahnya. Dia bernafas lega saat melihat Aiden tak mengikutinya, melainkan berlari ke arah lain.
Naomi mengatur nafas sambil melepaskan earphone lalu mematikan MP3. Tenggorokannya terasa kering, tapi bodohnya, dia malah meninggalkan botol minumnya di sepeda. Kakinya masih terlalu lelah untuk berjalan menuju tempat dia memarkir sepeda. Dia melihat telapak tangannya yang terasa perih, membersihkan debu dan kerikil kecil yang ada disana. Namun tiba-tiba, tangannya ditarik seseorang.
"Ai," gumamnya pelan.
Aiden membersihkan telapak tangan Naomi dengan air mineral, lalu menyerahkan sisanya untuk diminum gadis itu.
Naomi yang memang sedang haus parah, langsung meneguk minuman tersebut. Tapi bukan berarti, dia luluh. Setelah menghabiskan minumannya, Naomi bangkit, melemparkan botol kosong ke tempat sampah yang tak terlalu jauh, lalu meninggalkan Aiden, berlari menuju tempat dia memarkir sepeda.
Aiden membuang nafas kasar lalu mengejarnya. Dia tidak menghentikan Naomi, karena tahu cewek itu masih marah besar padanya. Dia hanya terus mengikuti Naomi yang mengayuh sepeda menuju rumah menggunakan motornya hingga berhenti di depan rumah gadis itu.
jadi nom nom
bagus aku suka, ditunggu karya barunya tor👍