Prolog
Hujan deras mengguyur malam itu, membasahi jalanan berbatu yang dipenuhi genangan air. Siena terengah-engah, tangannya berlumuran darah saat ia berlari melewati gang-gang sempit, mencoba melarikan diri dari kematian yang telah menunggunya. Betrayal—pengkhianatan yang selama ini ia curigai akhirnya menjadi kenyataan. Ivana, seseorang yang ia anggap teman, telah menjebaknya. Dengan tubuh yang mulai melemah, Siena terjatuh di tengah hujan, napasnya tersengal saat tatapan dinginnya masih memancarkan tekad. Namun, sebelum kesadarannya benar-benar menghilang, satu hal yang ia tahu pasti—ia tidak akan mati begitu saja.
Di tempat lain, Eleanor Roosevelt menatap kosong ke luar jendela. Tubuhnya kurus, wajahnya pucat tanpa kehidupan, seolah dunia telah menghabisinya tanpa ampun. Sebagai istri dari Duke Cedric, ia seharusnya hidup dalam kemewahan, namun yang ia dapatkan hanyalah kesepian dan penderitaan. Kabar bahwa suaminya membawa wanita lain pulang menghantamnya seperti belati di dada
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon d06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 21 pelayaran
...✧*。🌷 happy reading 🌷✧*。...
Di dalam kamarnya yang sunyi, Eleanor duduk di balkon, jemarinya memainkan sebuah belati ramping yang baru saja ditemukannya di gudang penyimpanan senjata. Mata tajamnya mengamati bilah logam itu, mengagumi betapa ringannya senjata tersebut di genggamannya. Tajam dan gesit, itulah yang pertama kali terlintas di benaknya saat melihat belati itu.
Di bawah sana, suara tawa samar terdengar dari taman. Eleanor mengalihkan pandangannya ke arah Cedric dan teman-temannya yang sedang berbincang. Luthair, seperti biasa, paling berisik di antara mereka. Dua pria lainnya tidak familiar baginya, tetapi dari cara mereka berbicara, mereka jelas bukan orang sembarangan. Sementara itu, Cedric hanya duduk dengan sikap tenang, mendengarkan tanpa banyak berkomentar.
Angin malam berhembus lembut, membawa aroma embun dan bunga dari taman. Eleanor menghela napas panjang, merasa kantuk tak kunjung datang. Setelah beberapa saat, dia memutuskan untuk tidur, tetapi seperti yang sudah diduganya—matanya tetap terbuka, menatap langit-langit dengan kosong.
---
Perjalanan Tengah Malam ke Dapur
Satu jam berlalu, dan Eleanor masih terjaga. Rasa bosan mulai mengganggunya, membuatnya mengambil keputusan konyol—membuat segelas susu hangat. Ya, seperti bayi yang tidak bisa tidur tanpa susu. Menggelikan, tetapi selama ini cara itu selalu berhasil untuknya.
Setelah selesai dari dapur, langkahnya membawanya melewati ruang kerja Cedric. Di dalam sana, cahaya lilin masih menyala, menerangi sosok pria itu yang duduk di balik meja dengan ekspresi serius.
"Dasar pria gila kerja," batin Eleanor. Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, tetapi Cedric masih saja berkutat dengan dokumen-dokumen.
Tanpa banyak berpikir, Eleanor mendorong pintu dan melangkah masuk. Cedric mengangkat pandangannya sekilas sebelum kembali fokus pada tumpukan kertas di hadapannya.
Eleanor menarik kursi dan duduk di seberangnya.
"Kenapa belum tidur?" tanya Cedric tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen.
"Aku susah tidur," jawab Eleanor santai. "Dan kau?"
Cedric menatapnya sejenak sebelum menjawab, "Seperti yang kau katakan."
Eleanor mengangguk kecil, lalu menyesap susunya. Keheningan menyelimuti mereka selama beberapa saat, hingga akhirnya Cedric membuka suara.
---
Keputusan Cedric untuk Berlayar
"Aku akan pergi berlayar besok lusa."
Eleanor menoleh, tertarik. "Benarkah? Ke mana?"
"Ke wilayah selatan, ke Pelabuhan Varestia."
Nama itu tidak asing di telinganya. Pelabuhan Varestia adalah pusat perdagangan penting, terkenal dengan kapal-kapal besar dan aktivitas perdagangannya yang sibuk.
"Sendirian?" tanyanya.
"Tidak, teman-temanku akan ikut. Brian juga."
Eleanor mengetuk gelas susunya dengan ujung jarinya, berpikir sejenak sebelum bertanya, "Aku bisa ikut?"
Cedric mendongak dengan ekspresi terkejut. "Tidak."
Eleanor mengernyit. "Kenapa?"
"Ini bukan perjalanan biasa. Perjalanannya panjang dan berbahaya, kau hanya akan merepotkan."
Eleanor menyipitkan mata, merasa tersinggung. "Kau meremehkanku. Aku tidak akan merepotkan siapa pun, dan aku tidak akan mabuk laut!"
Cedric mendengus. "Laut bukan tempat yang nyaman bagi orang yang tidak terbiasa."
Eleanor tersenyum kecil, lalu menyandarkan tubuhnya di kursi. "Baiklah, kita bertaruh. Jika aku mabuk laut, aku akan menuruti semua keinginanmu. Tapi jika aku tidak mabuk, maka kau yang harus menuruti keinginanku."
Cedric menatapnya lama, menimbang tawaran itu. Sejak kecil, laut sudah menjadi temannya. Tidak mungkin dia mabuk laut.
"Bagaimana?" desak Eleanor.
Cedric menghela napas. "Tidak tahu. Lihat saja nanti."
Senyum Eleanor semakin lebar. Setidaknya, itu bukan jawaban 'tidak' lagi.
"Aku tunggu keputusanmu pagi ini."
Eleanor mengucapkan itu sebelum berbalik pergi, meninggalkan Cedric yang masih duduk di balik mejanya. Namun, sebelum dia benar-benar melangkah keluar, suara Cedric menghentikannya.
"Eleanor."
Langkahnya terhenti, dan saat dia menoleh, Cedric sudah berjalan ke arahnya, membawa sesuatu di tangannya. Sebuah mantel.
Eleanor baru menyadari sesuatu—dirinya hanya mengenakan gaun tidur satin sebatas lutut dengan tali tipis di bahunya. Matanya melebar, tetapi sebelum dia sempat bereaksi, Cedric sudah menyampirkan mantel itu ke tubuhnya.
Kain tebal dan hangat itu menutupi hampir seluruh tubuhnya. Mantel yang biasanya hanya sebatas lutut di tubuh Cedric, kini terlihat terlalu besar untuknya, jatuh hingga menyentuh mata kakinya.
"Terima kasih," ucap Eleanor pelan.
Cedric menatapnya dengan ekspresi datar, tetapi nadanya tegas saat berkata, "Jangan keluar dengan pakaian seperti ini lagi."
Eleanor hanya mengangguk, menerima peringatannya tanpa perlawanan. Tanpa berkata apa-apa, dia mengulurkan gelas berisi susu ke arahnya.
"Minum ini. Siapa tahu kau bisa tidur."
Cedric menatap gelas itu sejenak sebelum menerimanya. Eleanor tidak menunggu lebih lama—dia langsung berbalik dan pergi, meninggalkan Cedric dalam keheningan.
...。*♡🥀 thanks for reading 🥀。*♡...
suka banget sama alurnya, pelan tapi ada aja kejutan di tiap bab...
lanjut up lagi thor