Teror pemburu kepala semakin merajalela! Beberapa warga kembali ditemukan meninggal dalam kondisi yang sangat mengenaskan.
Setelah dilakukan penyelidikan lebih mendalam, ternyata semuanya berkaitan dengan masalalu yang kelam.
Max, selaku detektif yang bertugas, berusaha menguak segala tabir kebenaran. Bahkan, orang tercintanya turut menjadi korban.
Bersama dengan para tim terpercaya, Max berusaha meringkus pelaku. Semua penuh akan misteri, penuh akan teka-teki.
Dapatkah Max dan para anggotanya menguak segala kebenaran dan menangkap telak sang pelaku? Atau ... mereka justru malah akan menjadi korban selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TPK12
TING!
TONG!
TING!
TONG!
Langkah kaki Max melaju ke arah pintu. Dia sangat yakin, pembunuh berantai yang dicarinya kini tengah berdiri di balik pintu.
Max mengarahkan pisau lipat dengan waspada. Pelan-pelan ia membuka pintu.
CEKLEK!
Max seketika mematung di tempat ketika pintu terbuka, sosok di luar sana membuat keningnya mengernyit. “Clara? Ngapain kamu ke sini?” tanyanya heran.
Clara masih membeku di tempat dengan wajah pias. Sembari meneguk ludah, ia berkata, “B-bisakah kamu menjauhkan benda tajam itu dari leher ku, Max?” suaranya bergetar.
Max melirik pisau yang nyaris memotong arteri Clara. “Ah, sorry, Clara. Aku nggak bermaksud—aku baru saja diteror,” gumam Max.
“Diteror? Oleh?” Clara tampak khawatir.
“Head hunter (Pemburu Kepala),” jawab Max.
“Serius? Kamu yakin?” Clara menutup bibirnya yang menganga dengan telapak tangan.
Max mengangguk. Kepalanya menyembul keluar, menoleh ke kanan dan ke kiri, seolah ingin memastikan situasi aman.
“Kamu kenapa berada di sini?” tanya Max, pria itu masih penasaran.
“Aku hari ini pindah ke apartemen ini, Max. Tepatnya di sebelah apartemen mu. Kita bertetangga sekarang. Dan ... sebagai penghuni baru, aku ingin menyapa dan memberi buah tangan untuk tetangga ku ini.” Jawab Clara sambil mengangkat buah tangan untuk Max.
Max menatap bergantian bawaan Clara, sebotol anggur dan ... tanaman hias.
“Ini tanaman hias yang dirawat oleh Anna sendiri. —Dia menitipkan padaku sehari sebelum meninggal. Anna meminta padaku untuk merawat tanaman ini dan memberikannya padamu di saat hari ulang tahun mu, Max ....” Ada kesedihan di suara Clara saat mengenang permintaan sahabatnya, Anna.
Max meraup dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Di balik telapak tangan kokoh itu, bibirnya bergetar menahan isak yang nyaris pecah.
‘Oh, Anna. Malangnya kamu, Sayang!’ jerit Max di dalam hati.
“Maaf baru memberitahumu, Max. Anna meminta untuk merahasiakan hal ini,” tutur Clara lembut. “Happy birthday, Max!”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jessie duduk di ruang tamu, menatap kosong ke arah jendela. Hujan turun dengan deras, menciptakan pola acak di kaca jendela yang buram. Di tangannya, secangkir teh yang sudah mendingin sejak tadi. Dia tidak meminumnya, hanya menggenggamnya untuk mencari kehangatan yang sebenarnya tidak bisa ia temukan di mana pun. Di belakangnya, terdengar langkah kaki Liam mendekat. Sore tadi, pria itu sudah kembali ke rumah.
“Liam ... kamu masih marah padaku?” Jessie bertanya dengan nada lembut, ketika Liam duduk tak jauh darinya.
Liam menghela napas panjang, tidak langsung menjawab. Dia hanya menatap cangkir di tangan Jessie, mencoba menyembunyikan perasaannya. “Sedikit.”
Jessie tersenyum tipis, kemudian beringsut dari duduknya, mengikis jarak di antara mereka. Kini dia bergelayut manja di lengan Liam. “Maafin aku ya, Sayang. Aku jadi parno gara-gara kejadian wajah dan tanganku ada noda darah. —Kamu bilang, itu darah hewan, ‘kan? Lalu, di jaket kamu juga ada darah hewan, jadi—”
“Jadi, kamu langsung menuduh dan mengkhayal yang bukan-bukan? Begitu?” sinis Liam.
Jessie langsung menunduk, wajahnya muram. “Maafin aku ya, Sayang,” lirihnya. Tetapi, Liam hanya diam saja.
Jessie mendongak, menatap mata Liam. Mata itu seperti jurang tanpa dasar, membuat siapa pun yang terlalu lama menatapnya akan tersesat.
Liam menyandarkan tubuhnya ke sofa, salah satu tangannya terangkat untuk merapikan rambutnya yang berantakan dengan gaya santai. “Kalau ada apa-apa, kamu tanya dulu ke aku, ya. Bukan tiba-tiba langsung ngomong sama tim mu. Mereka bisa mikir yang enggak-enggak tentang aku, Jess. Aku nggak mau kalau sampai Max salah paham lagi sama aku. —Ngerti kan?”
Jessie menelan ludah, merasa tubuhnya menegang. “Iya, aku ngerti.”
“Bagus kalau gitu.” Liam tersenyum, tapi, di mata Jessie ... senyum itu seperti pisau yang diselubungi sutra—tajam dan mematikan. “Dan, jangan nyembunyiin apapun lagi dari aku. Soalnya, kalau aku tau kamu nyembunyiin sesuatu ... aku bakal cari tau sendiri. Kamu tau itu, kan?”
Jessie tidak menjawab. Hatinya terasa seperti diremas. Nada bicara Liam terdengar seperti ancaman, dan ... dia tahu Liam tidak main-main.
---
Sementara itu, di tempat lain, Max duduk di ruang tamu Clara, menatap gelas anggur yang sudah di isi berulang kali. Tatapannya beralih ke beberapa foto dan catatan yang menggambarkan kasus yang sedang dia tangani.
“Clara ... apa kamu nggak ngerasa aneh?” Max memecah keheningan.
Kening Clara berkerut. “Tentang?”
Max menghela napas panjang. “Sudah beberapa bulan kita menyelidiki kasus ini, tetapi, rasanya ... jalan kita terlalu buntu. Entah karena pelakunya sangat cerdas, atau—”
“Ada mata-mata di antara kita?” potong Clara cepat.
Max menjentikkan jarinya. “Yapss! Kamu tau kenapa aku memilih ngobrol di apartemen mu?”
Clara menggeleng. “Kenapa memangnya?”
“Ada kejadian aneh malam ini. —Tadi, aku sedang mengumpat mahluk sinting itu. Aku bilang, Aku bersumpah, aku akan menangkap monster gila itu! Dan, apa yang terjadi selanjutnya? — Baca ini.” Max menyodorkan ponselnya pada Clara.
Wanita cantik itu gegas membaca pesan yang ada di ponsel Max. “Kamu kira ... kamu bisa menangkap ku?”
“Aneh bukan?” Max menatap Clara yang mengangguk. “Seolah-olah, dia berada di ruangan yang sama denganku.”
Untuk sesaat, keduanya membisu. Namun, beberapa detik kemudian, keduanya saling bertukar pandang.
“Penyadap suara!” seru mereka bersamaan.
*
*
*
kembali kasih Kaka...🥰🥰
w a d uuuuuuhhhhh Bellaaaaa....
jadi inspirasi kalau di dunia nyata besok ada yg jahat² lagi mulutnya, siapkan jarum bius😅🤣😂.
tapi sayangku aku takut jarum suntik😅