~ REGANTARA, season 2 dari novel Dendam Atlana. Novel REGANTARA membahas banyak hal tentang Regan dan kehidupannya yang tak banyak diketahui Atlana ~....
Ditinggalkan begitu saja oleh Atlana tentu saja membuat Regan sangat kacau. Setahun lebih dia mencari gadisnya, namun nihil. Semua usahanya tak berbuah hasil. Tapi, takdir masih berpihak kepadanya. Setelah sekian lama, Regan menemukan titik terang keberadaan Atlana.
Disaat Regan merasakan bahagia, berbanding terbalik dengan Atlana yang menolak kehadiran Regan untuk kedua kalinya dihidupnya. Namun, penolakan Atlana bukan masalah. Regan memiliki banyak cara untuk membawa kembali Atlana dalam hidupnya, termasuk dengan cara memaksa.
Akan kah Regan berhasil? Atau malah dia akan kehilangan Atlana sekali lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquilaliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Yuni Dan Kakek Adri
Atlana berjalan pelan memasuki sebuah restoran. Langkah tenangnya membawa ia mendekat ke sebuah meja yang dimana seorang wanita paruh baya dan seorang pria tua sudah menunggunya.
Atlana mendudukkan tubuhnya di kursi tepat di depan keduanya. Atlana juga mengabaikan sedikit senyuman dari wanita paruh baya itu.
"Apa kabar Atlana?" sapa wanita itu yang merupakan Yuni, mantan ibu tirinya dulu. Wanita itu tersenyum miring, seolah memberitahu pada Atlana jika saat ini, Atlana tidak bisa berbuat apa-apa. Semuanya ada di tangannya, ia yang mengendalikannya.
"Seperti yang anda liat, saya baik," jawab Atlana tenang. Dia lalu memberikan senyum tipisnya pada Yuni.
Tak bertahan lama, senyumnya memudar dan ia beralih menatap Kakek Adri yang juga menatap ke arahnya dengan sengit. Sangat terlihat jelas jika lelaki tua itu tak menyukainya.
"Hai, Kakek."
"Berhenti berlagak baik dan tidak tahu apa-apa!"
"Ada apa dengan Ka—"
"Jangan panggil saya Kakek! Panggilan itu tidak pantas untuk perempuan liar seperti kamu!"
"Oh? Baiklah." Atlana berucap santai. Dia menyandarkan tubuhnya pada kursi yang ia duduki.
"Jauhi Regan!"
Atlana terkekeh pelan mendengarnya. Sudah ia duga, kedatangan Handi— orang kepercayaan Kakek Adri yang secara tiba-tiba menemuinya dan memintanya bertemu Kakek Adri, sudah pasti untuk membahas tentangnya dan Regan. Lebih tepatnya untuk menyuruhnya menjauhi Regan.
"Gadis liar! Kenapa kamu tertawa?" Kakek Adri menggeram kesal. Bisa-bisanya Atlana tertawa saat dia tengah serius seperti ini.
"Maaf-maaf. Saya tidak bisa mengontrol diri. Anda sangat lucu." Atlana berucap sambil masih terkekeh. Tapi beberapa detik kemudian, ekspresinya berubah dingin dan menatap Kakek Adri dengan sorot serius. "Saya tidak bisa menjauhi Regan!" kata Atlana tegas.
Kakek Adri sontak melotot kan matanya. Dia marah dan tak terima atas jawaban Atlana.
"Kamu tidak tahu malu, Atlana. Dia sudah memintamu menjauhi Regan, cucunya. Seharusnya kamu menurut, bukan menjadi perempuan tak tau malu seperti ini. Regan juga sudah memiliki calon istri. Gak lama lagi mereka bertunangan."
"Jangan membahas tentang gak tau malu sama saya. Dibandingkan saya, anda lebih gak tau malu!"
"Atlana!" Yuni menegur dengan suara rendah, setengah berbisik. Dia tidak mungkin berteriak di depan Kakek Adri. Selain itu, dia bisa menarik perhatian pengunjung lain karena teriakannya.
"Jaga bicara kamu!" Kakek Adri menyela. "Menjauh dari Regan, atau kamu—"
"Anda ingin mengancam saya? Lagi?" Atlana bertanya dengan raut dinginnya. "Maaf, kali ini saya tidak akan menuruti anda. Anda mengingkar janji. Aset milik orang tua saya anda berikan pada wanita disebelah anda. Anda juga mungkin memiliki hubungan atas kecelakaan yang merenggut nyawa mama Yolan. Jadi, ancaman anda tidak akan berguna lagi."
Kakek Adri terdiam. Tangannya mengepal erat. Dia menatap sengit pada gadis itu. "Aset orang tua kamu sudah diambil Regan lagi."
"Saya sudah tau. Itu juga karena Regan mau saya kembali ke dia." Lagi, Atlana berucap dengan begitu tenang. "Baiklah. Tidak ada hal lain lagi kan? Kalau begitu, saya permisi."
Atlana beranjak, berjalan keluar dari restoran tersebut dengan santainya. Tapi, setelah melewati pintu restoran, Atlana menghembuskan nafasnya. Dia sangat lega bisa berhadapan dengan Kakek Regan tanpa melibatkan emosinya. Jujur, dia belum sebaik Regan dalam urusan mengendalikan emosi.
Namun, mengenai perkataannya pada Kakek Regan tadi, dia serius. Dia sudah memikirkan banyak hal untuk memutuskan kembali pada Regan. Dia tidak bisa mengorbankan perasaannya untuk sesuatu yang sia-sia.
Drrrtt....
Getaran handphone membuat langkah Atlana terhenti sejenak. Gadis itu segera meraihnya dan melihat nama Regan tertera di layar.
Dia diam sejenak, mencoba menimang apakah harus menjawabnya atau tidak. Setelah beberapa saat, dia memutuskan untuk menjawabnya.
"Hallo?"
"Dimana?"
"Ada apa?" Bukannya menjawab, Atlana malah memberi pertanyaan.
"Gue kangen."
Blush...
Wajah Atlana memerah. Hanya ungkapan sederhana, namun mampu membuat jantungnya berdegup lebih cepat.
"Na?"
"Lo apaan sih? Gak jelas tau nggak?"
Terdengar kekehan pelan Regan dari seberang sana. Hal itu membuat Atlana kembali mengembangkan senyumnya.
"Lo dimana? Gue jemput."
"Gak usah. Udah dulu."
Atlana langsung mematikan handphone, memutuskan sambungan telponnya bersama Regan secara sepihak.
Rasanya dia seperti gadis yang baru jatuh cinta, dan masih malu untuk berinteraksi terlalu panjang dengan kekasihnya.
Atlana menggeleng pelan kepalanya, lalu lanjut berjalan. Setelah beberapa saat, dia menemukan taksi yang kemudian mengantarnya menjauh dari area restoran.
***
Regan tersenyum tipis sambil menatap layar handphone yang sudah menggelap. Beberapa saat lalu dia berbincang singkat dengan Atlana. Dia sedikit tak menyangka Atlana mau menjawab telponnya di panggilan pertama. Baginya, itu suatu kemajuan.
Tok... Tok... Tok...
Ketukan pintu dari luar membuat senyum Regan pudar. Raut wajahnya otomatis berubah dingin. Tatapan tajamnya menghunus ke arah pintu, menantikan siapa yang datang.
"Masuk." Suara dingin Regan menggema di ruangan tersebut. Selang beberapa saat, pintu terbuka dan Marvin melangkah masuk.
Regan menatap orang kepercayaannya yang sepertinya baru saja tiba dari Aussie. Sesaat ia menyapa Regan, lalu meletakkan beberapa berkas di meja Regan.
"Semua ini keperluan untuk kepindahan nona Atlana. Kamu bisa memeriksanya lagi."
Regan mengangguk pelan sebagai jawabannya. "Orang tua angkatnya, bagaimana?"
"Awalanya mereka menolak. Tapi, setalah beberapa penjelasan, mereka paham dan setuju. Tapi, kamu dilarang untuk menolak semuan pemberian mereka untuk nona Atlana, jika memang nona Atlana memilih untuk bersama kamu."
"Oke. Lo udah kerja keras. Untuk dua hari kedepan, gak perlu masuk. Istirahat."
"Terima kasih, Regan."
"Hm."
Marvin langsung berpamitan meninggalkan Regan sendiri. Setelah kepergian Marvin, Regan memeriksa semua berkas yang dibawa Marvin padanya.
Tak lama kemudian, Regan bergegas meninggalkan kantor milik papanya, yang nantinya akan disahkan menjadi miliknya.
Regan melajukan mobilnya menuju apartemen milik Atlana. Dia harap gadisnya masih ada di sana.
Dan ternyata keberuntungan berpihak padanya. Atlana memang sedang berada di apartemen. Dan sekarang, ia tengah duduk di ruang TV bersama gadis itu.
"Tadi gue ketemu Kakek lo." Atlana memulai pembicaraan.
"Kakek ngancem lo lagi? Dia bilang apa?"
"Suruh gue jauhin lo lagi. Dia hampir ngancem gue. Cuman, gue udah belajar dari kesalahan gue dan gak mau kemakan sama ancamannya lagi," jawabnya.
"Good girl." Regan menepuk pelan puncak kepala Atlana, membuat gadis itu menatap matanya. Sorot lembut Atlana membuat jantung Regan berdesir. Sejak bertemu kembali, Atlana belum sekalipun menatapnya seperti ini. Dan sekarang, gadis itu menatapnya lembut, sorot yang selalu Regan rindukan.
Atlana menarik nafasnya dan menghembus nya pelan. Ia meraih tangan besar Regan di atas kepalanya, lalu menggenggam erat dengan kedua tangannya yang memiliki ukuran lebih kecil dari tangan Regan.
"Maaf..." ujarnya lirih dibarengi air mata yang menetes. Perasaan kehilangan Yolan masih begitu membekas. Dia tidak bisa bayangkan, bagaimana hancurnya Regan selama ini.
"Bukan salah lo," balas Regan. Dia meraih tubuh Atlana dan membawanya dalam pelukan. Dikecupnya puncak kepala gadis itu beberapa kali.
"Hiks.... Tapi—"
"Sssttt.... Gak usah mikirin macam-macam, okey?"
Atlana mengangguk pelan. Dia kemudian mendongakkan kepalanya menatap Regan. "Gue boleh ke makam mama sama ketemu papa?" tanyanya pelan setengah berbisik.
"Sore kita ke makam mama. Setelah itu, langsung ketemu papa."
Atlana lagi-lagi menganggukkan kepalanya. Dia lalu kembali menundukkan wajahnya dan menyusupkannya ke dada bidang milik Regan. Tangannya kemudian terulur melingkar sepenuhnya di tubuh atletis milik Regan, memeluknya sedikit lebih erat.
Dan lagi, untuk pertama kalinya sejak pertemuan mereka setelah perpisahan hampir setahun lebih, Regan kembali merasakan pelukan hangat penuh sayang dari Atlana.