Valeria Sinclair, seorang pengacara berbakat dari London, terjebak dalam pernikahan kontrak dengan Alexander Remington—CEO tampan dan dingin yang hanya melihat pernikahan sebagai transaksi bisnis. Tanpa cinta, tanpa kasih sayang.
Namun, saat ambisi dan permainan kekuasaan mulai memanas, Valeria menyadari bahwa batas antara kepura-puraan dan kenyataan semakin kabur. Alexander yang dingin perlahan menunjukkan celah dalam sikapnya, tetapi bisakah Valeria bertahan saat pria itu terus menekan, mengendalikan, dan menyakiti perasaannya?
Ketika rahasia masa lalu dan intrik keluarga Alexander mulai terkuak, Valeria harus memilih—bertahan dalam permainan atau pergi sebelum hatinya hancur lebih dalam.
🔥 Sebuah kisah penuh ketegangan, gairah, dan perang hati di dunia penuh intrik kekuasaan. 🔥
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leona Night, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Diantara Lembaran Buku Diary
Valeria’s POV
Berita Hoax mengenai Alex yang hampir saja mengguncang posisinya sebagai CEO di perusahaan milik keluarganya Remington Steel Corp, akhirnya di takedown. Pemilik Kanal berita mengajukan permintaan maaf secara terbuka dan wartawan yang menulis serta mempublikasikan berita itu pun sudah di pecat.
Alexander menunjukkan kepada semua orang bahwa dia cukup piawai menghadapi fitnah keji macam itu. Tak lama kemudian kami pun diundang Gala Dinner untuk menghadiri acara amal yang diselenggarakan oleh wali kota Paris. Kami datang sebagai pasangan yang serasi dan membuktikan bahwa perkawinan kami baik baik saja.
Remington Steel Corp, memang merupakan perusahaan yang sangat konservatif. Pemilik sahamnya kebanyakan kalangan old money yang tidak menyukai skandal dan sangat menjaga nama baik. Maklum perusahaan berskala internasional itu sebagian besar sahamnya dimiliki oleh kalangan Aristokrat Inggris. Keluarga Alex dari pihak ayahnya juga menyandang gelar kebangsawanan Inggris yang pastinya menjaga betul nama baik dan tradisi keluarga.
Semenjak peristiwa itu, penjagaan terhadapku semakin ketat. Alex tidak mengijinkan aku untuk keluar sendirian tanpa pengawalan. Segala sesuatu terkait keberadaan diriku di Paris harus dalam kendalinya. TIdak akan pernah ada satu kegiatan pun yang aku lakukan tanpa sepengetahuan Alex. Aksesku pada Damian dan anak buahnya juga sama sekali diputus. Alex melarang keras Damian datang atau bertamu ke mansion miliknya, meskipun Damian adalah paman kandungnya sendiri.
Sikap Alex padaku jadi lebih lembut, berempati, protektif tetapi tetap tertutup dan cenderung tidak banyak bicara. Setelah peristiwa itu kami juga masih tidur di kamar terpisah walaupun kami selalu makan pagi dan makan malam bersama. Kadang dia juga menciumku ketika berangkat bekerja. Namun aku tetap merasakan ada sesuatu yang membatasi dirinya untuk terbuka dan menyatu dengan diriku. Dia seperti menyimpan sebuah rahasia dariku.
Sejujurnya aku bingung dengan sikap Alex. Aku merasa terasing sekaligus dekat. Kadang aku merasa dia mudah dijangkau, di saat lain begitu sulit. Alex punya kebiasaan “Me time” yang sangat lama. Dia suka menyendiri di dalam ruang kerjanya. Kadang aku merasa dia punya rahasia yang mungkin berat bagi dirinya untuk berbagi denganku.
Elizabeth sebagai pengasuhnya sejak kecil, juga tidak banyak membantu. Dia seperti tidak ingin banyak bicara denganku. Seperti ada ketakutan dari diri mereka ketika berbicara denganku. Mungkin karena aku seorang pengacara, yang biasa berdebat dan menghadiri sidang, sehingga gaya bicaraku cenderung interogatif. Bisa jadi hal itu membuat orang awam seperti mereka yang notabene mungkin punya rahasia jadi tidak nyaman berbicara denganku.
Sejujurnya aku sangat penasaran dengan apa yang dilakukan Alex di ruang kerjanya. Di sana tidak ada komputer. Jadi praktis Alex tidak mungkin melakukan surfing di dunia maya atau berinteraksi dengan media sosial. Dia bahkan tidak punya akun media sosial satu pun. Lalu apa yang dilakukan berjam jam di ruang kerjanya?
Malam itu, Alexander keluar untuk rapat darurat di kantornya Remington Steel Corp. Tidak seperti biasanya, malam itu aku merasa begitu sepi dan sunyi. Aku merasa kehilangan Alex, meskipun kita jarang berkomunikasi ketika di rumah, tapi mengetahui dia ada di ruangannya sudah cukup bagiku. Untuk pertama kalinya, aku menyadari bahwa pria itu telah menjadi bagian dari duniaku.
Aku mondar mandir sendirian di rumah mewah itu tanpa teman yang bisa kuajak bicara. Saat itu aku berjalan melewati ruang kerja Alex yang terbuka, penasaran aku masuk dan melihat lihat. Aku mendekati meja kerjanya dan mencoba duduk disana. Tak berapa lama duduk di sana, pandanganku tertuju pada sebuah buku. Sepertinya itu adalah buku Diary. Sampulnya berwarna hitam dan ada tulisan AR di bagian depan.
Semula ku abaikan keinginanku untuk membaca buku harian Alex, selain tidak sopan aku juga tidak terbiasa mencari tahu rahasia seseorang. Namun hatiku yang lain berbicara berbeda. Ada suara yang menuntut untuk mengungkap rahasia Alex. Karena bagaimanapun rahasia Alex dapat berpengaruh pada diriku cepat atau lambat.
Atas dasar pertimbangan itulah, akhirnya kuberanikan diri membaca buku harian Alex tersebut.
Buku itu besar dan tebal serta nampak tua. Jantungku berdegup kencang ketika aku membuka halaman pertama dari buku itu dan membaca tulisan di dalamnya yang kurang lebih berbunyi seperti ini,
"Aku tidak pernah percaya pada cinta. Aku tidak pernah percaya bahwa seseorang bisa tinggal tanpa alasan dan tidak akan pergi. Tapi dia... dia berbeda. Valeria adalah badai yang menghancurkan semua tembok yang kubangun selama ini. Dan aku benci bahwa aku mulai menginginkannya lebih dari apa pun."
Wajahku terasa panas, hatiku seperti melonjak. Berarti benar, selama ini dia membatasi diri karena menghindari perasaan membutuhkan kehadiranku. Dia rupanya tidak bisa menyangkal bahwa dia menginginkanku, tetapi di saat yang sama dia tidak mau terikat dan terpenjara oleh hal itu. Sungguh aneh!
Aku terdiam beberapa saat setelah membaca kalimat diatas. Ada rasa bahagia dan tersanjung. Lalu dengan tangan gemetar ku balik halaman berikutnya dan kutemukan beberapa tulisan seperti di bawah ini,
"Terkadang aku bangun di malam hari, menatapnya diam diam saat dia sedang tidur, dan bertanya-tanya... bagaimana jika dia pergi? Bagaimana jika dia akhirnya menyadari bahwa aku tidak cukup baik untuknya?"
"Aku ingin mempercayainya. Aku ingin dia tahu betapa aku membutuhkannya. Tapi bagaimana jika aku mengungkapkan semuanya dan dia justru pergi?"
"Aku membenci diriku sendiri karena menyakitinya. Aku tahu aku telah melampaui batas, dan aku tidak akan pernah bisa menghapus jejak luka yang kuberikan padanya. Tapi aku tidak bisa meminta maaf lebih dari yang sudah kulakukan. Yang bisa kulakukan hanyalah berharap dia akan melihat bahwa aku masih bertahan di sini, meski aku tidak pantas mendapatkannya."
Aku terpana membaca semua tulisan Alex. Aku yakin dia berbicara tentang aku. Beberapa kata yang ditulisnya di sana adalah kata kata yang kerap dia ucapkan padaku beberapa minggu terakhir. Hatiku terasa hangat. Tiba tiba aku merindukannya. Aku Rindu Alexander Remington yang terlihat garang, dingin dan cuek, tetapi sejatinya berhati sangat lembut dan rapuh.
Aku menutup buku itu dengan tangan gemetar. Aku sama sekali tidak menyangka bahwa dia bisa menghabiskan waktu berjam jam di ruang kerjanya, kemungkinan untuk menulis kalimat kalimat diatas.
Selama ini, aku melihat Alexander sebagai pria yang dingin, penuh kontrol dan mendominasi. Tetapi di antara halaman-halaman diary ini, aku menemukan sosoknya yang berbeda yang selama ini disembunyikannya dengan sangat baik. Ketakutan nya, kerapuhan nya serta Cintanya yang dia sendiri takut untuk mengakui.
Aku berdiri dan berjalan menuju jendela kamar kerja Alex. Dari kejauhan lampu lampu jalanan kota Paris tampak berkedip dengan indahnya. Air mataku melelah, Ya Tuhan, andai kata itu benar diriku. Maka aku merasa seperti bermimpi. Menikah berdasarkan kontrak dan tawaran uang. Aku tidak menyangka akan menemukan cinta dibaliknya.
Sekarang aku mulai menyadari bahwa semua sikap dingin dan posesif Alexander bukan hanya tentang dominasi, tetapi tentang rasa takut untuk mencintai dan dicintai yang menggerogoti dirinya dari dalam. Entah apa yang menyebabkan dia menjadi seperti itu.
Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki di lorong, menuju ke ruang kerja Alex. Aku terkesiap. Rasanya percuma untuk menghindar atau bersembunyi. Aku sudah tidak punya pilihan selain berusaha tenang.
Aku sangat yakin itu suara langkah kaki Alexander. Andai dia marah karena tahu aku ada di ruang pribadinya, maka aku akan menerimanya dengan ikhlas. Biarlah dia marah, jika itu membuatnya tenang.
Saat Alexander masuk ke ruang kerja, matanya langsung tertuju padaku. Dia tidak mengatakan apa pun, tetapi sorot matanya penuh kecurigaan padaku. Aku sendiri menatapnya dengan perasaan yang sulit kujelaskan.
Alexander menyipitkan mata begitu melihatku ada di dalam ruang kerjanya.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Aku mencoba tetap tenang dan menjaga ekspresiku senetral mungkin
"Aku hanya... mencari sesuatu."
Alexander berjalan mendekat, langkahnya mantap penuh wibawa, matanya tajam menatapku intens penuh kewaspadaan.
"Apa yang kau cari?"
Tanpa terasa aku menelan ludah, tanganku pun mengepal di sisi tubuhku. Ada kepanikan dan rasa takut melihat wibawanya yang begitu besar.
"Jawaban."
Alexander berhenti di depan ku , memegang bahuku dan menatap kedua mataku dalam dalam.
"Dan apakah kau menemukannya?"
Aku terdiam dan tak tahu harus berkata apa. Tetapi pada akhirnya aku mengangguk pelan.
.
"Ya. Aku menemukannya."
Kami saling menatap dalam diam cukup lama. Wajahnya begitu dekat dengan wajahku hingga aku bisa merasakan nafasnya yang hangat menyapu permukaan wajahku. Aku merinding dan tak tahu harus berkata apa atau berbuat apa. Aku hanya bisa diam mematung.
Untuk pertama kalinya, aku melihat sesuatu dalam diri Alexander yang belum pernah kulihat sebelumnya. Wajah lelaki garang yang sesungguhnya sangat lembut dan rapuh. Beberapa saat kemudian dia mendaratkan bibirnya yang lunak dan hangat ke bibirku, melumatnya dengan penuh semangat dan aku membiarkan semuanya terjadi begitu saja.
*****