Saat Sora membuka mata, dia terkejut. Dia terbangun di sebuah hutan rindang dan gelap. Ia berjalan berusaha mencari jalan keluar, tapi dia malah melihat sebuah mata berwarna merah di kegelapan. Sora pun berlari menghindarinya.
Disaat Sora sudah mulai kelelahan, dia melihat sesosok pria yang berdiri membelakanginya. "Tolong aku!" tanpa sadar Sora meminta bantuannya.
Pria itu membalikkan badannya, membuat Sora lebih terkejut. Pria itu juga memiliki mata berwarna merah.
Sora mendorongnya menjauh, tapi Pria itu menarik tangannya membuat Sora tidak bisa kabur.
"Lepaskan aku." Sora terus memberontak, tapi pegangan pria itu sangat erat.
"Kau adalah milikku!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bbyys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Introgasi
"Akh!"
"Sakit ...."
"Kami tidak bersalah!"
Sora mendengar suara teriakan seseorang di ujung penjara. Mereka berteriak kesakitan, entah apa yang mereka alami disana.
Suaranya terdengar tak asing. Suara pria dan wanita, itu adalah suara Arabella dan ayahnya. Sepertinya mereka sedang di introgasi.
'Apa boleh memperlakukan seorang bangsawan seperti itu?' batin Sora.
Menurut buku yang dia baca, jika seorang bangsawan telah melakukan kejahatan, seperti membunuh. Mereka harus di hukum di pengadilan kerajaan dan pihak pengadilan lah yang akan mengurus hukuman yang akan mereka terima.
Biasanya hanya pencabutan gelar atau menyegel hartanya.
Suara itu terdengar hampir satu jam lebih, membuat Sora jadi merasa takut. Takut dia akan menjadi target selanjutnya.
Tiba-tiba suara menjadi senyap, tidak terdengar teriakan itu lagi. Tempat itu menjadi sunyi kembali.
"Kau sudah bangun?"
Javier berdiri tepat di depan pintu jeruji. Baju serta tangannya penuh dengan cipratan darah. Sora menelan ludahnya takut ia akan melakukan hal yang sama kepadanya.
"Ada satu hal yang harus saya konfirmasi kepada anda." Suaranya dingin tapi tetap sopan.
"Hal apa itu?" sahut Sora gemetar.
Seorang pria membuka pintu lalu masuk kedalam.
"Geledah dia."
Pria itu menggeledah tubuh Sora, merogoh setiap bagian pakaiannya. Entah apa yang dia cari.
"Saya menemukannya." teriak pria itu.
Pria itu memegang sebuah botol kecil dengan sedikit cairan berwarna ungu yang tersisa. Diberikannya botol itu, Javier mengendus baunya. Matanya terbuka lebar.
"Ini racunnya. Ternyata kau adalah pelakunya!" tuduh Javier dengan sorot mata tajam.
"Pelaku apa? Racun apa?" Sora tidak mengerti apa yang dimaksud Javier dan botol itu bukan punya dia. Sora juga tidak tahu kenapa bisa ada di saku bajunya.
"Ada racun didalam belati yang menusuk Jendral, racunnya sama dengan isi didalam botol ini." jelas Javier sarkastik.
"Racun? Aku tidak tahu apa-apa tentang racun itu. Racun itu pasti ada hubungannya dengan Count Prison." bela Sora dengan nada menggebu-gebu.
"Aku sudah mengintrogasi mereka. Mereka hanya membeli obat serta lilin yang memiliki kandungan afrodisiak. Mereka menggunakannya untuk menggoda Jendral. Mereka tidak tahu apa-apa tentang racun itu."
"Aku juga sama. Aku tidak tahu."
"Bukti sudah ada ditanganku, jika bukan milikmu, lalu bagaimana bisa ada didalam kantong bajumu."
"A-- aku juga tidak tahu." lirih Sora. "Pasti ada seseorang yang meletakkannya dan ingin menyalahkan semuanya kepadaku."
"Dimana Jendral? Aku yakin jendral bisa menjelaskan semuanya." ucap Sora serius.
"Saat ini jendral masih tak sadarkan diri. Itu adalah Racun langka yang sulit ditemukan penawarnya. Dokter sedang berusaha menyelamatkannya."
Javier pun kembali meninggalkan Sora didalam penjara. Dia sendirian lagi. Sora meringkuk di lantai yang dingin dan kembali menangis.
"Sora!" Ada seseorang yang memanggilnya, suaranya sangat lembut. Sora membuka matanya, ia melihat wajah yang tak asing.
"Jendral!"
Sora langsung memeluknya, air matanya kembali membanjiri pipinya. Dia tidak bisa menahannya. Seperti melihat sebuah cahaya, dia langsung menghampirinya dan menumpahkan semua rasa takut ini.
"Bukan aku yang melakukannya." Sora berusaha membela diri. "Benar-benar bukan aku."
Sora terus melontarkan kata-kata itu. Membela diri. Sora tahu Jendral pasti akan percaya kepadanya.
"Iya. Aku tahu kau bukan pelakunya." jawabnya dengan nada lembut.
"Saya minta maaf karena sudah menuduh anda. Saya gelap mata dan tidak berfikir jernih."
Javier duduk bersujud dihadapan Sora meminta ampun. Wajahnya tampak memar dan bengkak. Sepertinya Jendral memukulnya.
"Ayo kembali." Ashley menggendong Sora berjalan keluar penjara.
"Javier, kau tetaplah disini dan renungkan kesalahanmu." ujar Ashley dingin. Lalu berjalan meninggalkan Javier di dalam penjara.
"Javier melakukannya karena ia khawatir dengan Jendral. Jendral tidak perlu menghukumnya dan membiarkannya tinggal disana." ucap Sora dengan nada khawatir.
"Kau sudah dituduh dan di masukan kedalam penjara. tapi tetap saja membelanya." ujar Ashley tersenyum masam.
"Dia perlu intropeksi diri. Aku akan membebaskannya nanti."
Ashley terus menggendong Sora. Masuk kedalam kediamannya. Para pelayan memandangi Sora dengan tatapan aneh. Sora membenamkan dirinya di dada Ashley karena malu dilihat.
la masuk kedalam kamar, kamar dengan nuansa hitam dan emas. Direbahkannya Sora diatas kasur.
Seorang pelayan paruh baya masuk kedalam, ia membawakan nampan berisi perban, beberapa obat serta pakaian.
"Kau boleh keluar." perintah Ashley.
"Biar saya saja yang mengobatinya jendral." tawar pelayan itu.
Ashley hanya memandangi dengan tajam tidak berkata apa-apa. Pelayan itu mengerti dengan tatapan jendral. Dan langsung keluar kamar.
Ashley mengolesi luka-lukanya. la mengerutkan keningnya, ia terlihat tidak suka melihat luka-luka itu.
"Aku bisa mengobatinya sendiri." ucap Sora pelan, takut melihat Ashley marah.
Tapi Ashley tidak mendengarkan ucapan Sora. la tidak membiarkannya menyentuh obat dan tetap mengolesinya sendiri.
Ashley mengolesi salep ke luka Sora dengan lembut. Rasanya dingin, perlahan rasa sakitnya hilang. la juga membalut beberapa luka goresan.
"Salep apa ini? Wanginya seperti bunga mawar." tanya Sora.
"Ini adalah salep khusus yang bisa mengobati berbagai luka." jelas Ashley.
Pantesan saja Sora merasa rasa sakitnya langsung mereda setelah di olesi salep itu.
"Gantilah pakaianmu."
Ashley menyodorkan baju yang sudah disiapkan. Sora mengambil baju itu. Ashley langsung keluar ruangan memberinya ruang untuk mengganti pakaian.
Bahan pakaiannya sangat halus dan lembut. Meski bukan gaun mewah tapi kualitas bajunya terbilang sangat bagus dibandingkan baju yang biasa dia pakai.
Pakaian yang bagus, kasur yang nyaman, serta rasa takut yang sudah menghilang. Membuat Sora mengantuk hingga dia tertidur di atas kasur yang empuk.
...****************...
Matahari telah terbenam, langit gelap dihiasi bintang-bintang. Sora bangun. Membuka matanya, kepalanya terasa sakit. Matanya juga sembab karena terlalu banyak menangis.
Sora melihat sekitar kamar yang gelap dengan hanya ada lentera disamping ranjang sebagai penerangan.
"Kau sudah bangun?" Ashley masuk sambil membawa ember kecil berisi air.
"Kau sudah merasa lebih baik?"
"Iya."
Sora menganggukkan kepalanya. Dia sedikit malu dengan sikapnya yang seperti anak kecil itu, merengek dan menangis.
"Maaf, sudah merepotkanmu."
Ashley hanya tersenyum. la merendam handuk kecil ke dalam air. Lalu memberikannya kepada Sora.
"Matamu sembab." ujar Ashley.
Sora mengompres matanya dengan handuk itu, rasanya dingin. Setelah dirasa sudah agak kering, Ashley mengambil handuknya dan merendamnya lagi.
"Minumlah. Tenggorokanmu pasti sakit."
Ashley memberi Sora segelas air madu hangat.
"Terima kasih." Sora meminumnya. Rasa hangatnya, membuat tenggorokannya merasa lebih baik.
"Malam ini tidurlah disini, besok aku akan minta orang untuk mengantarmu kembali ke camp."
Sora langsung menolak. "Tidak perlu. Aku tidak ingin merepotkanmu lebih dari ini."
"Hari sudah terlalu malam. Akan berbahaya jika pulang sekarang."
"Kalau begitu, apa aku bisa pindah kamar?" pinta Sora.
Ashley merasa heran dengan permintaan Sora. "Kenapa? Apa kamarnya tidak nyaman?" Apa kamarku begitu jelek?"
"Apa? Kamarmu?" Sora terkejut dan langsung bangkit dari tempat tidur. "Kenapa kamu memberikan kamarmu kepadaku?"
"Hanya kamar ini yang dalam kondisi bagus. Akan memakan waktu lama untuk menyiapkan kamar lainnya." jelas Ashley cepat. Sambil memalingkan wajahnya kearah lain.
Sora tetap merasa tidak enak. Mana bisa dia yang seorang pelayan memakai kamar majikannya.
"Aku bisa tidur dimana saja." ucap Sora serius.
Ashley tidak mendengarkan perkataan Sora. la menarik tangannya dan merebahkannya diatas kasur.
"Tak usah memikirkan hal yang tidak penting. Tidurlah!" Dengan lembut, Ashley mengelus rambut Sora. Rasanya nyaman, membuat Sora tertidur lagi.