GURUKU ADALAH CINTAKU, BIDADARI HATIKU, DAN CINTA PERTAMAKU.
******
"Anda mau kan jadi pacar saya?" Seorang pria muda berjongkok, menekuk satu kakinya ke belakang. Dia membawa sekuntum mawar, meraih tangan wanita di hadapannya.
Wanita itu, ehm Gurunya di sekolah hanya diam mematung, terkejut melihat pengungkapan cinta dari muridnya yang terkenal sebagai anak dari pemilik sekolah tempatnya bekerja, juga anak paling populer di sekolah dan di sukai banyak wanita. Pria di hadapannya ini adalah pria dingin, tidak punya teman dan pacar tapi tiba-tiba mengungkapkan cintanya ... sungguh mengejutkan.
"Saya suka sama anda, Bu. Anda mau kan menerima cinta saya?" lagi pria muda itu.
"Tapi saya gurumu, Kae. Saya sudah tua, apa kamu nggak malu punya pacar seperti saya?"
Sang pria pun berdiri, menatap tajam kearah wanita dewasa di hadapannya. "Apa perlu saya belikan anda satu buah pesawat agar anda menerima cinta saya? saya serius Bu, saya tidak main-main,"
"Tapi..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22. Aku Mencintai Kamu
Sudah lebih dari seminggu sejak Kaesang dan Tyas resmi berpacaran. Keduanya memilih untuk tidak berangkat bersama, menutupi hubungan mereka.
Pagi itu, Tyas berangkat sekolah dengan motor maticnya, sementara Kaesang melaju dengan mobil Lamborghini-nya. Di sekolah, mereka berusaha bersikap biasa saja, tak saling sapa jika tak bertemu. Kaesang pun tak mengajak Tyas pergi ke kantin seperti keinginannya.
Dia bersikap biasa saja layaknya murid dan guru pada umumnya, menjaga jarak.
Tadi setelah bel pulang sekolah berbunyi, Kaesang menghubungi Tyas dan mengajaknya jalan-jalan. Hari ini, ia mengajak Tyas ke Heavenly Tears Garden, sebuah taman wisata air yang ramai di Jakarta.
Taman itu milik kerabat Indra, dan sebenarnya Kaesang tak pernah tertarik untuk mengunjunginya. Namun, setelah mengetahui bahwa Tyas menyukai wisata air, ia pun mengajaknya ke sana.
Di tepi kolam renang yang luasnya nyaris seperti lautan, Tyas duduk santai mengenakan bik-ini merah marun. Kaesang, hanya berbalut boxer, duduk di sampingnya. Keduanya baru saja berenang bersama dan kini menikmati kesegaran es kelapa muda.
Kaesang menyentuh tangan Tyas, membuat wanita itu menoleh dengan senyum tipis. "Kamu tau, Dear, kamu sangat s3ksi hari ini. Kamu sama sekali nggak terlihat seperti umur dua limaan, kamu masih seperti gadis." puji Kaesang sembari menyentuh dagu Tyas dengan tangannya yang satunya.
Pipi Tyas langsung memerah. Dia tak menyangka akan mengenakan pakaian ini hari ini, apalagi itu disaksikan oleh Kaesang.
"Kamu bisa aja sih. Kamu juga ganteng banget tau, perut kamu yang kotak-kotak itu pengen aku peluk terus. Aww," Tyas tiba-tiba mengaduh, membuat Kaesang terkejut.
"Ada apa, Dear? kenapa?" tanya Kaesang, khawatir. Ia takut Tyas mabuk air atau merasakan gejala lain karena terlalu lama berendam dan berenang.
Tyas bisa melihat kekhawatiran di mata Kaesang. Pipinya merona, lalu ia menggeleng pelan. "Aku nggak papa kok. Emangnya kenapa?" tanya balik Tyas.
Kaesang bernapas lega. Dia kira Tyas akan kenapa-napa. Dia sangat khawatir tadi. "Aku kira kamu mabuk air loh, emangnya kamu kenapa kok tiba-tiba ngaduh gitu?" Tanya Kaesang heran.
Tyas terkekeh pelan, pipinya masih merona malu. "Aku cuma malu aja sama ucapanku tadi. Pas tiba-tiba terbayang perut kamu yang kotak-kotak, aku jadi malu sendiri. Pikiranku tiba-tiba berubah mesvm. Haduhh, Sayang, aku malu bangettt," Tyas langsung menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Kaesang menggeleng sambil tersenyum. Dia meraih tangan Tyas yang menutupi wajahnya, lalu menggenggamnya erat.
"Kamu bisa aja sih, kalau kamu emang mau peluk aku juga nggak apa-apa. Sini, peluk dulu," Kaesang menarik tangannya, lalu membuka kedua lengannya lebar-lebar. Dia ingin Tyas berlari ke arahnya dan memeluknya erat-erat. Namun, Tyas malah menepuk pelan bahu Kaesang, tersenyum malu-malu.
"Malu, Yang. Ish, kamu mah!" Pipi Tyas memerah, rasa malu masih menyelimuti dirinya. Ia belum terbiasa dengan status barunya sebagai kekasih Kaesang, apalagi Kaesang adalah putra dari seorang pengusaha ternama se Asia Tenggara.
Kaesang bangkit dari duduknya, mendekati Tyas. Ia berdiri tepat di hadapannya, lalu sedikit membungkuk dan memeluk Tyas. Tyas terkejut, namun ia membalas pelukan Kaesang dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Kaesang.
"Anget banget, Yang. Tubuhmu wangi banget. Kamu pakai parfum apa sih?" tanya Tyas sembari mengurai pelukan itu.
Kaesang tersenyum dan membalas. "Parfum biasa kok. Parfum yang Papa beli sewaktu dia lagi ada perjalanan bisnis di Jerman." Kata Kaesang.
Tyas menepuk pelan dada Kaesang, matanya berkerut. "Wah, pasti mahal banget ya? Dari baunya kayak bau-bau parfum orang-orang gede gitu." Ia mendekat, mengendus-endus tubuh Kaesang, membuat Kaesang terkikik geli.
"Apaan sih kamu, geli tau." Melihat tingkah Tyas yang sangat menggemaskan baginya, Kaesang tak kuasa menahan diri. Dengan cepat, ia meraih kepala Tyas dan mengecvp bibirnya.
Pipi Tyas langsung bersemu merah. Ia salah tingkah, takut jika ada orang yang melihat mereka, karena saat ini mereka sedang berada di tempat umum.
"Sayangg, kalau ada yang lihat gimana?!" Tyas mengerucutkan bibirnya, sedikit maju ke depan, matanya berkilat sedikit kesal. Melihat itu, Kaesang tak kuasa menahan gemas, dan dengan cepat mencubit pipi Tyas.
"Gemes banget sih pacar aku ini. Jadi pengen meluk," Kaesang akan memeluk Tyas lagi tapi dia langsung menyilangkan kedua tangannya tepat di depan dadanya. Menolak Kaesang memeluknya.
"Jangan macam-macam kamu ya, kita lagi di tempat umum!" Kata Tyas.
Kaesang terkekeh, lalu kembali duduk di kursinya. Dia meminum es kelapa muda miliknya yang masih setengah gelas, lalu menoleh ke arah Tyas. Tyas juga sedang meminum es kelapa muda miliknya.
"Dear, Kamu cinta nggak sama aku?" Tanya Kaesang tiba-tiba.
Tyas yang mendengar pertanyaan Kaesang langsung mengerutkan dahinya dan meletakkan gelas es kelapa muda yang dipegangnya ke atas meja.
"Kamu kok nanyanya gitu? Ya jelas aku cinta lah sama kamu, kalau aku nggak cinta nggak mungkin aku mau jadi pacar kamu. Aneh deh pertanyaan kamu." Tyas kembali meminum es kelapa muda miliknya, lalu memalingkan wajahnya ke arah kolam yang ada di hadapannya.
Di sana dipenuhi oleh banyak orang yang sedang berenang dan bermain air. Mereka saling menciprati, tawa lepas bergema diiringi percikan air yang menari-nari.
Kaesang meraih tangan Tyas yang tergeletak di atas meja, lembut mengecvp punggung tangannya. Tyas menoleh, senyum bahagia mengembang di wajahnya saat melihat Kaesang mengecvp tangannya.
"Suatu saat nanti kamu mau kan nikah sama aku? Kamu nggak akan pernah ninggalin aku kan? Kamu nggak akan bosen kan pacaran sama aku?" tanya Kaesang, serentetan pertanyaan keluar dari bibirnya. Wajahnya terlihat cemas, mungkin khawatir, bahkan takut.
Tyas bisa melihat ketakutan di mata Kaesang, dia merasa jika Kaesang memiliki trauma tersendiri, yang mungkin belum dia ketahui.
"Aku cinta sama kamu. Aku nggak akan pernah ninggalin kamu dan nggak akan pernah bosen pacaran sama kamu. Justru harusnya aku yang nanya kayak gitu sama kamu. Kamu nggak akan pernah ninggalin aku kan, kamu nggak akan pernah bosen kan pacaran sama perempuan tua seperti aku? Aku takut,
Takut kalau aku sudah nggak muda lagi kamu bakal bosen dan cari perempuan lain. Setiap malam aku mikirin itu. Ketakutanku hampir membuat aku nggak bisa tidur ...
Kamu nggak akan melakukannya kan, Kae?" Kini malah Tyas yang terlihat ketakutan. Dia takut jika apa yang sempat terlintas di pikirannya itu menjadi kenyataan.
Kaesang menggelengkan kepalanya. Awalnya saat dia memutuskan untuk berpacaran dengan Tyas, dia tidak benar-benar mencintainya.
Tapi seiring waktu yang dihabiskan bersama, perasaan itu tumbuh dan berkembang. Dia menyadari bahwa cintanya kepada Tyas bukan sekadar rasa suka biasa, tapi cinta yang tulus antara dua pasangan.
"Aku mencintai kamu, Dear. Aku nggak akan pernah ninggalin kamu dan mencari perempuan lain. Ehm, Dear, kamu mau kan nikah sama aku?
Kamu nggak keberatan kan nikah sama pria yang lebih muda umurnya dari kamu?" Kaesang dan Tyas masih saling menatap, senyum merekah di wajah mereka. Tangan mereka bertaut erat, seakan tak ingin terlepas.
Tyas merasa begitu bersyukur bisa memiliki kekasih seperti Kaesang. Bukan karena hartanya atau ketampanannya, tapi kebaikan hatinya yang mampu meluluhkan hatinya.
Dia tidak masalah tentang umur Kaesang yang jauh lebih muda darinya. Dia cukup dewasa, mampu meyakinkan Tyas jika Kaesang adalah pria yang tepat untuknya.
"Aku mau kok nikah sama kamu. Tyas berkata, suaranya sedikit ragu. "Tapi, aku punya satu permintaan."
Tanpa ragu Kaesang menyahut. "Apa, Dear? Katakan saja," kata Kaesang.
Senyum Tyas kembali merekah. Hangat, menenangkan, seperti embun pagi di dataran tinggi. Harumnya pun semerbak, melebihi aroma bunga mawar yang sedang mekar.
"Aku mau saja menikah sama kamu, karena aku mencintai kamu. Tapi setelah kita menikah nanti aku ingin kita hidup sederhana. Tanpa embel-embel harta papa kamu ...
Aku juga ingin jika kita menikah nanti kita membeli sebuah rumah sederhana dan tinggal di sana ...
Kamu ... Nggak masalah kan kalau kita hidup sederhana?" Tyas masih bimbang. Kaesang, yang terbiasa hidup berkecukupan sejak kecil, mungkin tak terbiasa dengan permintaannya. Dia khawatir Kaesang tak akan menyetujui keinginannya.
"Hanya itu, Dear? Aku memang punya cita-cita buat akan hidup sederhana sama kamu. Aku ingin memulai bisnisku dari nol sama kamu. Tanpa bantuan dari papa. Aku senang Jika kamu memiliki keinginan itu, itu artinya Kita sehati kan?" Senyum mengembang di bibir Kaesang, sangat manis.
Tyas tertegun, tak menyangka jika Kaesang bisa semanis itu saat tersenyum. Karena sejak pertama kali mengenal Kaesang, Kaesang adalah pribadi yang dingin dan tak pernah tersenyum.
"Makasih ya, Sayang. Aku jadi nggak sabar buat segera nikah sama kamu. Ehm, kita renang lagi aja yuk." Tyas bangkit berdiri dari tempat duduknya, menghampiri Kaesang dan menariknya berdiri.
Tanpa aba-aba atau persiapan sebelumnya, Tyas langsung menceburkan diri dengan masih menggandeng tangan Kaesang, yang otomatis membuat Kaesang ikut terjun ke dalam air.
"Hahaha," gelak tawa Tyas membahana saat melihat Kaesang terkejut.
"Jahil ya kamu? ehmm, nihh," Kaesang langsung mencipratkan air kolam itu ke wajah Tyas, membuat wanita itu tertawa terbahak-bahak. Tak mau kalah, Tyas pun membalas dengan cipratan air yang tak kalah genitnya.
"Hahaha, Yang, stopp!" seru Tyas, tangannya masih sibuk mencipratkan air ke wajah Kaesang. Kaesang pun tak tinggal diam, membalas dengan semangat.
Suasana sore itu dipenuhi gelak tawa dan keceriaan. Keduanya asyik bermain air hingga mentari mulai meredup. Kaesang dan Tyas beranjak naik dan memutuskan untuk pulang.
Tapi sebelum itu, Kaesang membawa Tyas ke sebuah restoran mewah untuk makan malam. Selain itu dia juga ingin menghangatkan tubuh mereka yang kedinginan karena kebanyakan berendam di air.
Tyas bahkan sampai menggigil saat mereka meninggalkan area kolam menuju parkiran.
"Kamu nggak papa, Dear? Wajah kamu pucat gitu," tanya Kaesang, raut wajahnya dipenuhi kekhawatiran. Dia melihat Tyas sedikit pucat dan menggigil.
Tyas menggeleng pelan, senyumnya merekah. "Aku baik-baik aja kok, cuma agak kedinginan dikit. Kayaknya lama nggak berendam, terus langsung dicemplungin, jadi kaget deh." Dia berusaha terlihat santai, tidak ingin membuat Kaesang khawatir.
Bersambung ...