Tak sekedar menambatkan hati pada seseorang, kisah cinta yang bahkan mampu menitahnya menuju jannah.
Juna, harus menerima sebuah tulah karena rasa bencinya terhadap adik angkat.
Kisah benci menjadi cinta?
Suatu keadaanlah yang berhasil memutarbalikkan perasaannya.
Bissmillah cinta, tak sekedar melabuhkan hati pada seseorang, kisah benci jadi cinta yang mampu memapahnya hingga ke surga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35
Setelah melewati perkenalan yang lumayan mengulur waktu, aku dan mas Hasan akhirnya memutuskan untuk melakukan pertunangan secepat mungkin.
Dan besok malam adalah waktunya mas Hasan membawa keluarganya untuk mengkhitbahku.
Aneh, seharusnya aku senang karena tak lama lagi aku akan menikah, itu artinya aku akan segera keluar dari rumah mamah dan memberikan hak yang seharusnya mas Juna dapatkan sebagai anak bungsu.
Tapi ini??
Kenapa hatiku seakan berat sekali terutama untuk meninggalkan mama dan papa?
Seperti tak ada rasa bahagia dalam hatiku.
Menghembuskan napas panjang sembari memejamkan mata, aku berusaha meyakinkan diri kalau papa dan mama akan baik-baik saja. Mereka memiliki tiga jagoan yang begitu menyayanginya. Masa tua mereka pasti tidak mungkin terlunta-lunta.
Sedangkan aku bisa mengunjunginya kapanpun aku mau.
"Huhh" Ku lepaskan udara agar semua beban bisa hilang seiring dengan hembusan nafas yang ku buang.
Semoga saja ini adalah keputusan yang tepat. Aku sudah istikharah untuk meminta kemantapan hati, meski dalam mimpi itu tak terlihat seperti apa wajahnya karena tersorot pelita yang dia bawa di tangan kanannya, tapi aku yakin pria di dalam mimpiku itu adalah mas Hasan.
Itu merupakan petunjuk dari-Nya bahwa dia adalah pria pilihan Allah untukku.
Puas merenung, aku yang sekarang ada di dapur melangkahkan kaki hendak ke kamar, tapi saat melewati ruang kerja papa, ku dengar obrolan mas Juna dengannya.
Hatiku tergelitik untuk menguping apa yang mereka bicarakan, sebab aku mendengar namaku di sebut.
Aku berhenti, lalu berdiri di depan ruangan yang pintunya hanya tertutup sebagian. Ada celah yang tak terlalu lebar, membuat suara mereka bisa ku tangkap dengan jelas.
Jelas sekali mereka sedang membicarakanku, bukan?
"Dan kenapa papa sesayang itu sama Yura, padahal dia bukan anak kandung papa?"
Itu pertanyaan mas Juna yang persekian detik membuatku ingin sekali mencuri dengar.
"Papa sayang sama semua anak-anak papa, nggak ada yang papa bedakan meski ada satu anak yang bukan darah daging papa. Papa berusaha adil pada kalian. Tapi benar, jika di ukur atau di timbang, papa memang lebih sayang pada Yura. Kenapa?" Papa tampak menjeda kalimatnya lalu menjatuhkan manik bulatnya ke wajah mas Juna. "Yura itu perempuan, nak. Perasaan perempuan itu lebih sensitive, lebih mudah sedih, lebih mudah menangis, mereka cenderung menggunakan perasaannya dari pada otak, sementara pria, para pria lebih suka memakai otak dari pada perasaannya. Coba kamu perhatikan, pria dan wanita kalau patah hati sedihnya lebih kentara mana?"
"Wanita, pah"
"Nah itulah kenapa papa lebih sayang Yura ketimbang sama kamu, mas Angga dan mas Rezki. Perlu kamu garis bawah, bukan berarti papa nggak sayang kalian loh yah. Papa begini karena ingin menunjukan bahwa Yura nggak sendiri, papa ingin memberikan kekuatan lewat kasih sayang papa padanya supaya dia menjadi wanita tangguh, menjadi wanita wonder women, supaya Yura merasa sangat di sayang oleh orang tuanya, sekaligus menepis semua persepsi orang-orang bahwa tidak semua orang tua angkat itu jahat"
Ku lihat mas Juna tampak serius mendengar ungkapan hati papa. Aku sendiri begitu terharu, ingin rasanya memeluk papa dan mengatakan kalau aku juga sangat sayang padanya. Aku merasa seperti bukan yatim piatu karena ada papa dan mama yang selalu ada untukku.
Teringat betapa sedihnya mereka saat aku sakit, teringat atas semua yang sudah mereka berikan untukku, semua fasilitas di rumah ini seakan adalah miliku. Bahkan mama sendiri mempercayakan butiknya padaku. Padahal aku sudah menyarankan agar para menantunya saja yang meneruskan usahanya, tapi mama malah ngotot harus aku yang mengurus butiknya.
"Lewat Yura, papa jadi bisa merasakan bagaimana memiliki anak gadis" Aku kembali fokus dengan pembicaraan ayah dan anak ini.
"Beda ya pah memiliki anak gadis dan anak laki-laki"
"Sebenarnya sama, tapi ya,, ada lah perbedaannya"
"Apa, pah?" Tanya mas Juna penasaran.
"Bedanya kalau anak laki-laki cenderung lebih mandiri, lebih bisa menjaga dirinya sendiri, papa mama jadi bisa lebih tenang kalau misal pulang malam atau pulang agak telat. Nah kalau anak cewek kan lebih ke manja, maunya di sayang, lebih penakut, papa sama mama jadi lebih was-was kalau anak perempuan pulang malam, takut terjadi sesuatu"
Usai mendengar kalimat papanya, mas Juna malah tampak ambigu, dari gesturnya seperti sedang memikirkan sesuatu.
Sama halnya aku yang langsung teringat soal kejadian pas aku di hadang oleh dua pria asing. Benar kata papa, meski anak perempuan bisa bela diri, rasanya tetap tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Ya kecuali di sinetron mungkin.
"Satu hal lagi yang membuat papa begitu menyayangi yura" Kata papa, membuyar fokus mas Juna. "Dan ini bisa kamu jadikan pelajaran"
"Apa itu, pah?"
"Kamu tahu cerita Baginda Nabi Mohammad Saw saat masih dalam kandungan ibunya sampai dia dewasa hingga Allah mengutusnya sebagai Rasul?"
"Sedikit, pah. Hanya tahu kalau Nabi Muhammad adalah putra dari Siti Aminah, dan Abdullah, Beliau di lahirkan di tahun yang sangat bersejarah bagi penduduk kota Mekah. Tahun itu di sebut tahun gajah. Peristiwa di serangnya kota Mekah oleh tentara bergajah pimpinan Raja Abrahah yang hendak menghancurkan Ka'bah"
"Betul" Sambung papa. "Dan atas pertolongan Allah, pasukan gajah tersebut hancur karena di hujani batu kerikil panas yang di bawa segerombolan burung yang datang terbang berbondong-bondong.
"Iya pah"
"Dengarkan papa bercerita" Imbuh papa.
Mas Juna nampak membetulkan posisi duduknya. Menatap papa lebih serius. Kedua sikunya bertumpu pada meja, sementara tangannya ia satukan untuk menumpu dagunya.
"Dulu, di kisahkan Baginda nabi kalau Beliau di lahirkan dalam keadaan yatim, Beliau di tinggal ayahnya ketika masih berada dalam kandungan. Saat lahir sangat istimewa, Beliau tersenyum sambil menunjuk ke atas langit, seperti menunjukkan kebesaran Allah. Beliau menelungkupkan kepala seakan hendak sujud pada-Nya. Juga di iringi oleh cahaya yang menghangatkan bagi siapapun yang melihatnya"
"Setelah Nabi lahir" Lanjut papa setelah tadi sempat mencuri napas pelan. "Sesuai adat dan tradisi masyarakat Arab kota Mekah, terutama pada orang-orang bangsawan adalah menyusukan dan menitipkan bayinya kepada wanita Badiyah, maksudnya agar bayi-bayi mereka dapat menghirup udara yang segar, terhindar dari penyakit, bisa tumbuh sehat, serta bisa bicara dengan bahasa yang baik. Nabi Muhammad pun demikian, Setelah di lahirkan, Beliau di susui oleh Tsuwaibah Al-Aslamiyah selama tiga hari, lalu setelah itu Siti Aminah menyerahkan putranya ke seorang wanita Badiyah yang bernama Halimatussa'diyah"
Aku tahu kisah nabi yang ini. Tsuwaibah adalah pelayan paman Nabi yang bernama Abi Thalib.
"Halimatussa'diyah ini adalah wanita dari Bani Sa'ad kabilah Hawazin" Kembali papa melanjutkan ceritanya. Meski aku sudah tahu kisahnya, tapi aku tetap suka mendengarnya. Aku pun kembali fokus menguping.
"Tempat tinggalnya tidak jauh dari kota Mekah, dan di perkampungan inilah Nabi di asuh dan di besarkan. Dalam susuan Halimah inilah penghidupan Halimah berubah menjadi baik. Semula dia adalah wanita miskin dengan perawakan kurus, kehidupannya agak menderita sesuai dengan keadaan ekonominya waktu itu. Anak kandungnya sendiri pada mulanya sering menangis karena kelaparan dan kekurangan gizi. Namun, tidak berselang lama setelah dia memberikan ASInya pada Baginda Nabi, banyak kejadian yang mengubah nasibnya. Di antaranya adalah keadaan rumah tangganya serta anak-anaknya yang tampak sangat bahagia. Air susu yang di susukan kepada Nabi bertambah banyak, binatang ternak yang ia miliki bertambah gemuk. Segala sesuatu yang ia miliki bertambah baik"
"Kamu tahu kenapa?" Tanya papa, membalas sorot mata mas Juna.
"Ya karena Halimah ini menyusui seorang Nabi, pah"
"Betul" Papa mengangguk-anggukkan kepalanya. "Tapi tidak hanya itu?"
"Lantas apa?" Mas Juna begitu ingin tahu. Dan aku sudah tahu jawaban papa.
"Karena selain Halimah menyusui seorang Nabi, dia menyusui bayi yang sudah kehilangan ayahnya"
"Berarti bisa di katakan Halimah menyusui anak yatim, jadi kehidupannya berubah menjadi lebih baik karena kebaikannya merawat Baginda, pah"
"Benar sekali, Juna. Makannya papa bisa sesayang itu sama Yura, karena semenjak Yura datang ke rumah ini, hadir di tengah-tengah keluarga kita, papa jadi ingat kisah Halimah. Ada kesamaan anatar papa dengan wanita yang menyusui Nabi, yaitu kehidupan papa yang berubah menjadi sangat baik.... Biaya hidup, cicilan rumah, cicilan kendaraan, biaya hidup kamu dan kakak-kakakmu juga Yura, semua di mudahkan dalam hidup papa. Seakan apa yang papa lakukan tidak ada kesulitan sama sekali"
"Mungkin karena papa merawat Yura yang notabennya adalah yatim piatu, pah"
"Benar, Jun. Makannya jangan pernah menyakiti hati anak yatim piatu. Mereka itu membawa berkah dalam hidup kita yang menyayanginya dengan tulus ikhlas. Sama halnya Halimah, setelah dua tahun, Nabi akan di ambil kembali oleh ibunya, Halimah sangat sedih, dia sudah menganggap Nabi adalah putranya, diapun akhirnya mengajukan sebuah permintaan"
"Permintaan apa, yah?" Mas Juna lagi-lagi bertanya.
Aku mengutuk dalam hati.
Dasar mas Juna, ngapain aja hidup sudah dua puluh enam tahun tapi cerita tentang Rasulnya saja malah nggak tahu. Apa yang dia tahu dan pelajari selama hidupnya.
Kepalaku tergeleng penuh heran.
Sebelum menjawab, papa tampak tersenyum. "Halimah meminta supaya Nabi bisa tinggal lebih lama lagi dengannya, dan permintaan Halimah ini di perkenankan oleh Siti Aminah. Siti Aminya memberikan perpanjangan waktu selama dua tahun lagi. Jadilah Beliau hidup dengan Halimah sampai usianya empat tahun"
"Begitu ya, pah. Aku baru tahu"
"Makannya jangan suka cemburu kalau papa lebih sayang Yura. Selain dia anak Yatim, dia juga anak perempuan, hatinya sangat lembut"
"Iya, pah. Aku sudah nggak iri kok. Dulu kan karena aku masih kecil"
"Hmm, papa mengerti. Jangan pernah merasa papa nggak sayang kalian. Papa tetap menyayangi kalian. Yura sudah papa anggap sebagai anak kandung papa sendiri, papa harap kamu juga tidak menganggapnya adik angkat. Anggap dia adikmu sendiri. Kamu sebagai kakak harus selalu ada di sampingnya"
"Siap, pah"
"Kalau begini kan papa jadi lega"
"Lega kenapa, pah?" Entah seperti apa eksprsi mas Juna ketika menanyakan itu.
"Ya kalau papa sama mama sudah nggak ada, papa jadi nggak khawatir lagi, sudah ada kamu, mas Reski dan mas Angga yang gantiin papa buat jaga Yura"
Ah... Hatiku lagi-lahi menghangat mendengar kata-kata papa.
Ingin rasanya aku berlari dan mencurahkan segala kasih sayangku untuk Beliau.
Sehat selalu, papa. Sepertimu yang selalu ada untukku, aku juga akan selalu ada buat papa.
Bersambung
Note...
Saya sebagai orang yang mengarang cerita ini mohon maaf kalau ada kata-kata yang kurang tepat.
Saya hanya minta jika suka silakan baca, jika tidak suka jangan mencela. Langsung saja tinggalkan, tanpa nulis ini dan itu. Ya maaf kalau akhirnya ku blokir. Biar sekalian nggak bisa komen. Hehe, kan mampus nggak bisa ngeluarin unek2 sebagai readers .
Nyaman banget tahuuuuuu hidup tanpa di cela sama orang lain.
Jangan ya, mencela orang apa lagi orang yang nggak kita kenal.
Malik ntar poligami
tp sy msh gregetan sm yura yg ga peka sm keinginan orang tuay dan juna jg ga trs terang sm yura klu dia suka...klu yura sdh tunangan sdh ga ada harapan buat juna...s.g aja ga jd khitbahy
ayo Thor lanjut lagi
ntar lama2 jd cinta..
lanjut mbak ane
yura kurang peka terhadap keinginan jazil, kurang peka dg perubahan juna dan kurang peka sama perasaan sendiri
yuk kak lanjut lagi
thanks author semangat ya berkarya