Elle, seorang barista di sebuah kedai kopi kecil di ujung kota, tanpa sengaja terlibat perselisihan dengan Nichole, pemimpin geng paling ditakuti di New York. Nichole menawarkan pengampunan, namun dengan satu syarat: Elle harus menjadi istrinya selama enam bulan. Mampukah Elle meluluhkan hati seorang mafia keji seperti Nichole?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Absolute Rui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26: Cinta di Tengah Kedamaian
Hampir sebulan telah berlalu sejak kehancuran Umbra dan akhir dari perang yang panjang. Kota kini mulai bernapas lega, perlahan-lahan membangun kembali puing-puing yang tersisa. Di tengah ketenangan yang baru ini, Nichole dan Elle akhirnya punya waktu untuk beristirahat, menjauh dari bayang-bayang konflik yang sebelumnya tak pernah memberi mereka ruang untuk hidup.
Hari itu, sinar matahari musim semi memancar hangat, memantul di atas danau kecil di luar kota. Elle memilih tempat ini untuk menghabiskan waktu bersama Nichole, jauh dari hiruk-pikuk kota dan kenangan kelam yang melekat pada mereka berdua.
“Aku tidak percaya aku bisa melihatmu tersenyum seperti ini,” kata Elle sambil duduk di atas tikar piknik, memandang Nichole yang sedang memandangi danau.
Nichole, yang mengenakan kaus putih sederhana dan jeans, tampak berbeda dari biasanya. Tak ada senjata di tangannya, tak ada sorot waspada di matanya. Hanya ada ketenangan yang membuatnya terlihat lebih hidup dari sebelumnya.
“Aku juga hampir lupa bagaimana rasanya tidak memikirkan strategi, musuh, atau perang,” Nichole menjawab, lalu berbalik menatap Elle. “Tapi aku pikir, kau yang membuatku mengingatnya lagi.”
Elle tersenyum lembut. "Jadi sekarang kau bisa menikmati kedamaian ini, kan?"
Nichole mengangguk, lalu duduk di samping Elle. Mereka berdua terdiam sejenak, membiarkan suara gemericik air dan burung-burung di kejauhan mengisi keheningan. Namun, Elle merasa bahwa ada sesuatu yang belum terucapkan.
“Nichole,” Elle memulai, suaranya pelan namun penuh makna. “Apa yang akan kau lakukan sekarang, setelah semuanya selesai? Apakah kau masih ingin terus bertarung?”
Nichole menatap jauh ke arah danau, seolah mencari jawaban dari kedalaman airnya. "Dulu, aku pikir hidupku hanya tentang bertarung. Tentang melindungi orang-orang yang tidak bisa melindungi diri mereka sendiri. Tapi sekarang, aku merasa… ada alasan lain untukku tetap bertahan. Alasan yang lebih penting.”
Elle menatapnya dengan penuh harapan. “Apa itu?”
Nichole menoleh, tatapannya lembut namun penuh kepastian. “Kau.”
Kata-kata itu membuat Elle terdiam. Jantungnya berdetak lebih cepat, dan ia merasa pipinya memerah.
“Aku?” tanyanya dengan suara nyaris berbisik.
Nichole mengangguk, menggenggam tangan Elle. "Selama perang, aku selalu berpikir tentang apa yang membuatku terus maju. Setiap kali aku merasa menyerah, aku memikirkanmu. Senyummu, keberanianmu, dan caramu selalu ada di sisiku, bahkan ketika semuanya terasa tidak mungkin.”
Elle tidak bisa menahan air mata yang mulai menggenang di matanya. “Nichole… aku juga merasa hal yang sama. Setiap kali aku takut, aku hanya berpikir tentangmu. Tentang bagaimana kau selalu melindungiku, meskipun kau terluka, meskipun kau kelelahan. Kau adalah alasan aku bisa berdiri di sini sekarang.”
Nichole tersenyum kecil, lalu menyentuh pipi Elle dengan lembut. “Aku tidak tahu apakah aku pantas mendapatkanmu, Elle. Tapi aku tahu satu hal: aku ingin mencoba. Aku ingin kita melangkah bersama, jauh dari perang, jauh dari semua kekacauan. Aku ingin membangun sesuatu yang baru, hanya untuk kita.”
Air mata Elle akhirnya jatuh, tapi itu adalah air mata kebahagiaan. Ia menggenggam tangan Nichole lebih erat, seolah tidak ingin melepaskannya. “Aku ingin itu juga. Aku ingin bersamamu, selamanya.”
Mereka saling mendekat, dan dalam momen yang penuh kehangatan itu, Nichole dan Elle berbagi ciuman pertama mereka. Ciuman yang lembut namun penuh makna, seolah menjadi penegas bahwa mereka telah menemukan rumah mereka satu sama lain.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam itu, setelah hari yang panjang di danau, Nichole dan Elle kembali ke sebuah rumah kecil yang mereka sewa di pinggiran kota. Rumah itu sederhana, dengan taman kecil di depan dan jendela besar yang menghadap ke bukit-bukit hijau. Bagi mereka berdua, tempat ini adalah surga kecil yang jauh dari semua kenangan buruk.
Elle sedang di dapur, mencoba memasak makan malam sederhana. Sementara itu, Nichole duduk di ruang tamu, memandangi foto-foto mereka yang baru saja dicetak. Foto-foto itu penuh dengan momen bahagia—tertawa bersama di taman, bersepeda di jalan pedesaan, bahkan selfie konyol di tengah perjalanan mereka.
Nichole tersenyum sendiri, menyadari betapa banyak yang telah berubah dalam hidupnya. Dari seorang pejuang yang selalu berada di medan perang, kini ia adalah seseorang yang akhirnya bisa merasakan apa itu cinta dan kebahagiaan.
“Apa yang kau lihat?” suara Elle memecah lamunannya.
Nichole menoleh dan melihat Elle berdiri di pintu dapur, mengenakan celemek dengan noda saus tomat di sana-sini. Pemandangan itu membuat Nichole tertawa kecil.
“Kau,” jawab Nichole sambil mengangkat salah satu foto mereka. “Aku melihat kita.”
Elle mendekat, duduk di samping Nichole. Ia memandang foto itu, lalu tertawa kecil. “Kau tahu? Aku tidak pernah membayangkan aku akan memiliki momen seperti ini. Setelah semua yang terjadi, aku pikir aku tidak akan pernah merasa aman lagi. Tapi denganmu… semuanya terasa berbeda.”
Nichole menatap Elle dengan serius. “Kau pantas mendapatkan ini, Elle. Setelah semua yang kau lalui, kau pantas mendapatkan kebahagiaan. Dan aku akan memastikan kau mendapatkannya.”
Elle memiringkan kepalanya, tersenyum lembut. “Dan aku akan memastikan kau juga bahagia, Nichole. Karena kau pantas mendapatkan cinta, lebih dari siapa pun yang pernah kutemui.”
Mereka saling berpelukan, membiarkan keheningan malam itu berbicara untuk mereka. Di luar, bintang-bintang mulai bermunculan di langit gelap, seolah-olah ikut merayakan cinta mereka.
Di malam yang sama, saat mereka berbaring di sofa sambil menonton film, Elle tiba-tiba bertanya, “Nichole, apa kau pernah memikirkan tentang masa depan kita?”
Nichole menoleh, sedikit terkejut. “Masa depan? Apa maksudmu?”
Elle menggigit bibirnya, terlihat sedikit gugup. “Aku hanya berpikir… setelah semuanya tenang, apa kau ingin menetap di sini? Atau mungkin pergi ke tempat lain? Mungkin kita bisa memulai sesuatu yang baru… bersama.”
Nichole memandang Elle, lalu tersenyum hangat. “Aku tidak peduli di mana kita berada, selama aku bersamamu. Kita bisa tinggal di sini, atau pergi ke ujung dunia. Yang penting, kita melakukannya bersama.”
Elle tersenyum lega, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Nichole. “Aku senang mendengarnya. Karena aku tidak ingin melewati hari-hariku tanpa kau di sisiku.”
Nichole mencium puncak kepala Elle dengan lembut. “Kita akan selalu bersama, Elle. Aku berjanji.”
Di tengah ketenangan malam itu, dengan bintang-bintang sebagai saksi, Nichole dan Elle menyadari bahwa cinta mereka adalah satu-satunya hal yang benar-benar mereka butuhkan untuk melangkah ke masa depan. Perang telah berakhir, tetapi kisah mereka baru saja dimulai.
...To be Continued...
Aku membaca sampai Bab ini...alurnya bagus cuma cara menulisnya seperti puisi jdi seperti dibuat seolah olah mencekam tpi terlalu..klo bahasa gaulnya ALAY Thor...maaf ya 🙏...Kisah yg melatar belakangi LN dn itu soal cium" ketua mafia hrsnya lebih greget ngak malu"... klo di Indonesia mungkin sex tdk begitu ganas krn kita mengedepankan budaya timur..ini LN sex hrnya lbih wau....dlm hal cium mencium..ini mlah malu" meong 🤣🤣🤣🤣🤣